Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BARU sehari, nasi yang dimasak Rina sudah basi. Warga Duren Sawit, Jakarta Timur, itu heran terhadap kualitas beras yang ia peroleh dari bantuan sosial yang disalurkan Kementerian Sosial. Saban kali tak habis, nasi itu sudah menguning keesokan harinya. Padahal beras yang biasa ia beli tahan beberapa hari. “Yang bansos ini kualitasnya buruk. Kalau enggak habis, besoknya basi,” kata perempuan 51 tahun itu saat dihubungi pada Kamis, 17 Desember lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama masa pandemi ini, Rina beberapa kali mendapat bantuan sosial berupa bahan kebutuhan pokok. Isi paket bantuan itu, menurut dia, berkualitas kurang bagus. Beras yang ia dapat tak bermerek. Beras tersebut berbulir halus atau pecah dan kotor. Selain beras, ada sarden kaleng yang mereknya tak Rina ketahui sebelumnya. Bantuan itu dibungkus dengan goodie bag merah-putih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Rina, sejumlah warga di lingkungan rumahnya juga mempertanyakan kualitas bahan pokok itu kepada ketua rukun tetangga. Belakangan, Rina memperoleh paket bantuan bahan pokok berbungkus kardus. Isinya lebih baik dibanding paket bantuan tas merah-putih. Ada merek sarden yang dia tahu dan biasa ia temukan di minimarket. Dalam paket itu ada kecap isi ulang, bihun, dan makanan kaleng kari.
Keluhan buruknya kualitas beras juga dirasakan warga Depok, Jawa Barat, Laily. Warga RT 04 RW 06, Kelurahan Duren Mekar, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, itu memperoleh bantuan beras 20 kilogram. Laily mengaku mendapati kutu di dalam beras tersebut. “Akhirnya enggak saya pakai,” ucapnya.
Mengutip situs Kemsos.go.id, sasaran penerima bantuan sosial mencapai hampir 12 juta orang, yakni 1,9 juta keluarga penerima manfaat untuk bantuan sosial bahan pokok dan 10 juta keluarga penerima manfaat untuk bantuan sosial beras. Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Hartono Laras pada Kamis, 29 Oktober lalu, berujar bahwa segala keluhan mengenai kualitas bahan pokok sudah ditindaklanjuti dengan meminta vendor mengganti kualitas yang baik. “Sembako yang kualitasnya berbeda segera diganti vendor. Kami tidak segan menegur atau memberikan sanksi kepada vendor yang tidak berkomitmen,” kata Hartono.
Ihwal nilai bahan pokok yang menciut, Hartono mengklaim tak ada pemangkasan harga. Menurut dia, harga paket bahan pokok Rp 270 ribu. Ditambah harga goodie bag dan jasa angkut senilai Rp 30 ribu, “Jadi dapat dipastikan biaya untuk satu paket Rp 300 ribu,” ujar Hartono.
Tempo mencoba menghitung nilai paket yang disalurkan oleh Kementerian Sosial dalam kantong kain berwarna merah-putih melalui toko online. Dalam paket itu terdapat mi instan sebanyak 12 bungkus, sarden berukuran kecil 4 kaleng, sarden besar 2 kaleng, saus botol kecil, minyak goreng 2 liter, dan beras 10 kilogram. Ditambah harga goodie bag Rp 15 ribu dan biaya angkut dengan nilai yang sama, paket itu bernilai tak sampai Rp 250 ribu.
Seorang supplier bahan pokok mengatakan nilai paket yang dibagikan Kementerian Sosial paling mahal sekitar Rp 200 ribu. Harga itu sudah termasuk goodie bag dan transporter. Penyebabnya, vendor mengambil barang dalam jumlah banyak sehingga harganya lebih murah.
Dimintai tanggapan, Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan yang juga Menteri Sosial ad interim, Muhadjir Effendy, mengatakan lembaganya belum menerima keluhan soal kualitas paket bahan pokok. “Sejauh pengamatan saya di lapangan, kualitasnya cukup baik,” kata Muhadjir.
DEVY ERNIS, ADE RIDWAN (DEPOK)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo