Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jamaah Islamiyah tetap eksis setelah Para Wijayanto ditangkap Densus 88.
Farid Ahmad Okbah sempat ditawari menjadi amir Jamaah Islamiyah.
Diperkirakan ada puluhan hingga seratusan lembaga pendidikan milik Jamaah Islamiyah.
LEBIH dari dua tahun, tampuk kepemimpinan Jamaah Islamiyah kosong. Amir terakhir organisasi itu, Para Wijayanto, diringkus Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI pada akhir Juni 2019. Hingga kini diperkirakan belum ada pengganti Para Wijayanto. “Saya yakini tidak ada kepemimpinan baru,” kata Fitria Sanjaya, anggota Jamaah Islamiyah, kepada Tempo, Kamis, 25 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fitria, kini terdakwa kasus terorisme, diangkat menjadi Ketua Yayasan Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman bin Auf saat Para memimpin JI. Yayasan itu terafiliasi dengan Jamaah Islamiyah dan disinyalir rutin menyetor duit ke rekening organisasi tersebut. Fitria, 50 tahun, ditangkap tim Densus 88 pada November tahun lalu. Adapun Para divonis tujuh tahun penjara pada 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kekosongan kepemimpinan di Jamaah Islamiyah juga diungkap Laswadi, mantan Ketua Syam Organizer Purwodadi, Jawa Tengah, organisasi yang juga terkait dengan JI. Anggota Jamaah Islamiyah itu ditangkap pada April lalu. Dalam berita acara pemeriksaan, Laswadi mengatakan anggota senior JI langsung mengamankan diri setelah Para ditangkap.
Menurut Fitria Sanjaya, ketiadaan amir hanya melumpuhkan kepemimpinan pusat Jamaah Islamiyah. Namun aktivitas dakwah tetap bisa digelar atas inisiatif ustad di setiap daerah. “Pengajian tetap berjalan,” ucap Fitria.
Dua petinggi Densus 88 Antiteror dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan Jamaah Islamiyah sesungguhnya telah mempersiapkan amir baru. Menurut keduanya, petinggi JI membentuk tim lajnah—semacam tim formatur—untuk menunjuk pengganti Para Wijayanto. Tim itu dipimpin oleh Siswanto alias Arif.
Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid membenarkan informasi tersebut. “Penggantinya sudah ada. Sedang kami selidiki,” ujar Ahmad kepada Tempo, Rabu, 24 November lalu.
Peneliti Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi, Adhe Bhakti, mengaku mendapat informasi bahwa ketua tim lajnah, Siswanto, menjadi kandidat kuat amir JI. Ia menyebutkan pengukuhan Siswanto tinggal menunggu persetujuan Dewan Syura Jamaah Islamiyah.
Polisi menengarai setidaknya ada dua anggota Dewan Syura JI, yakni bekas amir Jamaah Islamiyah, Abu Rusydan, dan Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI) Farid Ahmad Okbah. Pada 10 September lalu, Densus 88 menangkap Rusydan untuk kedua kalinya. Sedangkan Farid ditangkap pada Selasa, 16 November lalu.
Dua penegak hukum mengatakan Farid Ahmad Okbah sempat ditawari menjadi amir pada 2004. Namun, menurut mereka, Farid menolak lantaran tak ingin hidup sembunyi-sembunyi. Selama kepemimpinan Para Wijayanto, Farid disebut menyarankan JI agar tidak lagi bersifat klandestin, tapi lebih terbuka dan membaur untuk menarik simpati masyarakat.
Ketiadaan pemimpin tertinggi tak membuat kegiatan Jamaah Islamiyah berhenti. Sejak dinyatakan sebagai organisasi terlarang pada 2008 pun JI tetap eksis, terutama dalam penggalangan dana. Modus teranyar menggunakan kotak amal atas nama sejumlah yayasan ataupun perusahaan, seperti lembaga amil zakat dan Syam Organizer.
Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Komisaris Besar Aswin Siregar menyebutkan Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman bin Auf disinyalir meraup Rp 14 miliar saban tahun. “Pendanaan ini napas dan darah kelompok teror,” tutur Aswin. (Baca: Bagaimana Jamaah Islamiyah Mengelola Uang Ratusan Miliar?)
Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Inspektur Jenderal Ibnu Suhendra mengatakan metode kotak amal menandakan kebangkitan JI dari faktor pendanaan. “Dulu tidak kami temukan yang seperti ini,” kata Ibnu, yang 18 tahun bertugas di Densus 88.
Sebelum era Para Wijayanto, Jamaah Islamiyah mengumpulkan duit dari donatur asing atau merampok. Saat memimpin JI pada 2009-2019, Para merombak struktur organisasi, strategi gerakan, hingga metode penggalangan dana. Ia menyusun strategi tastos, akronim dari total amniah system of total solution.
“Supaya tidak tertangkap dan survive,” ucap Para Wijayanto dalam video yang diunggah kanal YouTube Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, 4 Januari lalu. Tastos, misalnya, menerapkan strategi sel terputus. Anggota Jamaah Islamiyah tak langsung berhubungan dengan anggota lain demi kerahasiaan dan keamanan.
Para menyempurnakan tastos dengan tamkin. Strategi ini bertujuan mengubah umat Islam dari marhalah (fase) lemah dan tertindas ke arah terbentuknya pemerintahan Islam. Caranya, merujuk pada salinan putusan persidangan Para, yakni melalui dakwah, pendidikan, tarbiyah, hingga kemandirian ekonomi.
Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid. Dok. BNPT
Ada pula program Al-Amnu Wal Istikhbari atau Alwi—keamanan dan intelijen—untuk mendidik anggota yang akan diberangkatkan ke daerah konflik, seperti Suriah. Salah satu pelatihannya melalui qital qorib atau pertarungan jarak dekat. Materi yang diajarkan termasuk lempar pisau dan shuriken, pemakaian katana, hingga membebaskan diri dari sergapan.
Menurut Adhe Bhakti, Jamaah Islamiyah setidaknya memiliki enam sasana bela diri. Padahal Para Wijayanto menghapus divisi asykari atau militer dari struktur JI. “Meski menghilangkan asykari, mereka mempertahankan kemampuan melakukan kekerasan,” ujar Adhe.
Awal 2000, Para mengikuti pelatihan militer singkat di Mindanao, Filipina. Bermukim empat bulan di sana, lulusan teknik sipil Universitas Diponegoro, Semarang, itu berlatih ilmu intelijen, menembak, dan merakit senjata. “Dia itu blacksmith (istilah di JI untuk ahli membuat senjata),” kata Nasir Abbas, bekas terpidana terorisme yang pernah menjadi mentor Para, Juli 2019.
Para juga piawai berkelit dari aparat. Ia baru tertangkap setelah 16 tahun menjadi buron. Namun, tanpa Para Wijayanto, strategi tamkin ditengarai terus berjalan, di antaranya lewat pendidikan dan dakwah.
Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Ibnu Suhendra mengatakan setidaknya ada 68 pondok pesantren Jamaah Islamiyah di seluruh Tanah Air. Sedangkan pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, mengatakan JI memiliki tak kurang dari 150 lembaga pendidikan. “Asetnya banyak sekali,” ucap Huda.
Bambang Suyoso Edi Salam, saksi di persidangan Para Wijayanto, mengatakan alumnus pondok pesantren yang berafiliasi dengan Jamaah Islamiyah dapat diberangkatkan ke Suriah untuk berlatih militer. Adapun lulusan dari pondok pesantren lain mesti mengantongi rekomendasi dari Para jika ingin terbang ke Negeri Syam.
Dalam video yang diunggah akun YouTube Polda Metro Jaya pada Januari lalu, Para Wijayanto mengakui merekrut lulusan dari pesantren untuk dikirim ke Suriah. Lulusan pesantren yang bergabung dengan Jamaah Islamiyah diutamakan karena memiliki kemampuan berbahasa Arab. “Karena memasuki wilayah internasional, mereka yang dikirim harus berkualitas,” tutur Para.
RAYMUNDUS RIKANG, HUSSEIN ABRI DONGORAN, EGI ADYATAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo