Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bara di Kantong Partai Biru

Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dituduh menekan petinggi perusahaan negara buat melicinkan bisnis. Terlibat sengketa, bekas mitranya membuka rahasia: sebagian besar keuntungan dirancang untuk pemasukan partai.

7 Maret 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DANIEL T.F. Sinambela awalnya menyangka bermitra bisnis dengan petinggi partai politik akan memberinya keuntungan besar. Itu sebabnya ia tak berpikir panjang ketika mengawali kerja sama dengan Muhammad Nazaruddin, 43 tahun, Bendahara Umum Partai Demokrat, setahun lalu. Belum setahun bisnis berjalan, ia ternyata menghadapi kenyataan lain: terkurung dalam sel tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Ditemui Tempo, Rabu sore pekan lalu, Daniel terlihat lelah. Pria 36 tahun itu mengenakan kaus kuning, celana pendek hitam, dan sandal jepit usang. Duduk di kursi ruang tamu tahanan, ia terus menyandarkan tubuh. Tatapan matanya kosong. ”Saya dizalimi,” ujarnya memelas.

Direktur PT Matahari Anugrah Perkasa ini dijebloskan ke sel tahanan sejak 18 Januari lalu. Ia dijemput tiga lelaki di lobi Hotel Maharadja, Jakarta Selatan. Ketika itu, Daniel dan dua orang tuanya hendak makan siang. Tepat di depan pintu, mereka dihadang dan dipaksa masuk mobil. Daniel melawan. Akhirnya para penjemput mengaku sebagai petugas kepolisian. Mereka bersedia naik mobil Daniel. ”Dari hotel, dia langsung diangkut ke Polda Metro Jaya,” kata Enny Pasaribu, ibunda Daniel.

Dua pekan sebelumnya, Daniel terus menerima telepon dan pesan pendek ancaman. Nazaruddin juga meneleponnya. Politikus Partai Demokrat itu meminta Daniel mengembalikan uang Rp 24 miliar yang disetornya dalam kerja sama bisnis. Kata Daniel, ”Nazaruddin mengancam akan membuat susah kalau uang tidak segera saya bayar.”

Daniel ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan, penggelapan, dan pencucian uang, sehari setelah ditangkap. Ia harus berpisah dengan istrinya, Joy Tobing, yang sedang hamil tua. Tiga pekan setelah ia ditahan, pada 7 Februari, Joy—pemenang program pencarian bakat Indonesian Idol I—melahirkan anak pertama mereka.

l l l

SEMUA berawal pada pekan pertama Agustus tahun lalu. Sejumlah politikus Partai Demokrat berkumpul makan siang di Restoran Sari Kuring, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Sebagai aktivis Partai Demokrat di Medan, Daniel hadir karena diajak Sutan Bhatoegana, anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Sutan-lah, yang duduk di Komisi Energi dan Pertambangan Dewan, yang mengenalkan Daniel dengan Nazaruddin. Mereka pun segera bertukar kartu nama dan nomor telepon.

Dua hari setelah pertemuan, Daniel dihubungi Nazaruddin. Ia diminta datang ke kantor Nazaruddin di lantai 6 Gedung Tower Permai, Jalan Warung Buncit Raya 27, Jakarta Selatan. Daniel segera datang. Di kantor itu, Nazaruddin menunjukkan koran Media Indonesia yang memuat pengumuman tender pengadaan batu bara di PT Perusahaan Listrik Negara. Tender terdiri atas tujuh paket, dengan volume masing-masing 40 ribu ton senilai Rp 20 miliar.

Perusahaan milik Daniel—yang telah memiliki pengalaman dalam tender di PLN—ditawari ikut. Daniel mengangguk. Lalu dibuat kesepakatan lisan. Bendera Matahari Anugrah dipakai buat maju tender. Adapun Nazaruddin menyediakan modal. Nazaruddin berjanji mengajak Daniel bertemu dengan seorang petinggi PLN yang mengurus lelang.

Pagi esok harinya, Daniel mengatakan bersama Nazaruddin datang ke Hotel Ambhara, Blok M, Jakarta Selatan. Di sana, kata dia, sudah menunggu Direktur Energi Primer PT PLN Nur Pamudji. Tak berapa lama, datang Sutan Bhatoegana. Mereka lalu menuju ruang rapat di lantai dua hotel.

Dalam dokumen pemeriksaan di Polda Metro Jaya yang salinannya diperoleh Tempo, Daniel mengatakan pada pertemuan itu Nazaruddin meminta Nur Pamudji membantu Matahari mendapatkan proyek pengadaan batu bara. Ketika itu, kata Daniel, Nur menjawab, ”Silakan mendaftar tender, nanti akan saya bantu prosesnya.” Saat itu juga Nazaruddin memerintahkan Daniel segera mendaftar.

Sehari setelah pertemuan di Hotel Ambhara, Daniel mendaftarkan Matahari Anugrah untuk tujuh paket pengadaan batu bara yang ditenderkan. Nazaruddin, menurut Daniel, lalu meminta Yulianis, pegawai bagian keuangan perusahaannya, mentransfer Rp 1,05 miliar ke rekening Matahari sebagai jaminan penawaran tender.

Tak menunggu lama, hari itu juga PLN mengumumkan hasil tender. Matahari Anugrah mulus memperoleh proyek. Perusahaan ini menjadi pemenang dua paket, yakni paket PLTU Suralaya dan paket batu bara buat persediaan. Kepada Tempo, Daniel membenarkan keterangan di dokumen pemeriksaan itu. ”Saya diajak oleh Nazaruddin ke Ambhara,” katanya.

Sutan Bhatoegana juga tidak membantah hadir dalam pertemuan. Namun dia menyangkal mengintervensi PLN agar perusahaan Daniel dimenangkan. ”Saya hanya titip agar perusahaan milik kader kami dikawal,” ujarnya. Menurut Sutan, ia meminta ”pengawalan” agar penawaran tender Matahari tidak dieliminasi karena ”persoalan sepele”.

Ditemui di kantornya, Nur Pamudji juga tidak menyangkal pertemuan itu. Tapi ia membantah memberikan kemudahan untuk Matahari Anugrah. ”Saya memang mudah ditemui, tapi bukan berarti bisa diatur-atur dalam tender,” katanya. Lagi pula, menurut dia, tender dilakukan dengan lelang terbuka yang dihadiri semua peserta tender.

l l l

LOLOS tender pengadaan batu bara PLN, Daniel senang bukan main. Apalagi Nazaruddin kemudian menyiapkan rencana lebih besar. Kerja sama bisnis ini ancang-ancang buat mengikuti tender pengadaan batu bara 500 ribu ton senilai Rp 191,68 miliar di PT Indonesia Power—anak perusahaan PT PLN yang mengelola listrik Jawa-Bali.

Menurut Daniel, Nazaruddin berjanji membuka jalan agar bisa mendapatkan proyek jumbo itu. ”Saya diminta Nazaruddin datang menemui petinggi Indonesia Power,” ujarnya. Daniel mengatakan menjalankan perintah itu.

Sebelum proyek jalan, Nazaruddin mengikat perjanjian dengan Daniel. Nazaruddin menunjuk Marisi Matondang, karyawan di perusahaannya, buat menandatangani kesepakatan. Menurut akta yang salinannya diperoleh Tempo, pada 19 Agustus 2010 Daniel dan Marisi menandatangani perjanjian di depan notaris Bertha Herawati.

Dalam dokumen notaris secara tegas dijelaskan penggunaan Matahari Anugrah dalam kerja sama buat memasok batu bara ke Indonesia Power. ”Pihak kedua (Nazaruddin) akan membantu Matahari mendapatkan proyek secara berkesinambungan dari Indonesia Power,” demikian tertulis pada poin ketiga tentang obyek perjanjian.

Dua hari berselang, Nazaruddin mengundang Daniel ke kantornya untuk membahas pembagian keuntungan. Sambil memegang pena, menurut Daniel, Nazaruddin menuliskan skema bagi hasil di atas selarik kertas. ”Lima puluh persen untuk Partai Demokrat, 35 persen untuk Nazaruddin, dan 15 persen untuk Matahari,” kata Daniel dalam dokumen pemeriksaan. Ia mengulangi cerita itu ketika diwawancarai Tempo.

Langkah bisnis Daniel dan Nazaruddin terbukti bertuah. Pada 22 Desember, Indonesia Power mengumumkan Matahari yang bergabung dalam konsorsium dengan PT Group Rahmat Bersama ditunjuk sebagai pemenang.

l l l

MANIS kerja sama tak berlangsung lama. Penyebabnya, Matahari Anugrah gagal memenuhi kontrak pengadaan batu bara. Pengiriman kedua tongkang batu bara tidak bisa terlaksana. Pembayaran untuk pengiriman pertama batu bara juga dipotong PLN karena spesifikasinya tidak sesuai dengan kontrak.

Menurut Nur Pamudji, Anugrah dikenai penalti karena gagal memenuhi perjanjian. ”Mereka tidak perform. Kami akhirnya memutuskan kontrak kerja sama,” ujarnya. Sesuai dengan kesepakatan, kalori minimal batu bara yang disetor adalah 4.300. Ternyata batu bara dari PT Matahari hanya 3.700.

Indonesia Power kemudian juga memotong jatah pengadaan batu bara Matahari menjadi 320 ribu ton—dari semula 500 ribu ton. ”Nazaruddin marah dan meminta dana Rp 24 miliar yang telah disetorkan dikembalikan,” kata Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum Daniel.

Kamaruddin mengatakan Nazaruddin lalu memakai jalur kekuasaan. ”Dia menggunakan Komisaris Besar Yan Fitri Halimansyah (Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya) untuk menekan Daniel,” ujarnya.

Indikasinya, menurut Kamaruddin, pada awal penahanan, salah satu penyidik dari Direktorat Kriminal Khusus meminta Daniel mengembalikan uang Nazaruddin. ”Jika tidak, akan dijadikan tersangka,” katanya. Lalu dia menyorot pengenaan pasal tindak pidana pencucian uang kepada kliennya yang terkesan dipaksakan.

Kepada Tempo, Nazaruddin menolak memberikan penjelasan atas tudingan bekas mitra bisnisnya itu. Melalui telepon, dia hanya bersedia memberikan keterangan yang tidak boleh dipublikasikan alias off the record. Pertanyaan tertulis yang diantarkan langsung ke kantornya di Gedung Tower Permai dan ruang kerjanya di Dewan tidak direspons. Bantahan disampaikan Nuril Anwar, anggota staf khususnya di Dewan. ”Daniel itu bermasalah dan tidak punya iktikad baik,” katanya.

Yan Fitri menolak menanggapi tudingan tersebut. ”Penyidikan yang kami lakukan telah sesuai prosedur,” ujarnya. Nuril Anwar menilai tuduhan itu berlebihan. ”Mana mungkin Nazaruddin bisa mengatur hukum?” katanya. Dia kembali menuding Daniel tidak memiliki iktikad baik.

Adapun Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengaku pernah mengingatkan Nazaruddin soal kerja sama dengan Daniel. Saat itu, Nazaruddin menjawab itu kerja sama profesional belaka. ”Urusan bisnis dia bukan perintah partai,” kata Anas. ”Juga bukan perintah ketua umum.”

Anas juga membantah partainya memperoleh dana ilegal. Menurut dia, dana Demokrat berasal dari iuran anggota, iuran wajib anggota legislatif, dan sumbangan dari simpatisan. Soal kemungkinan pemasukan dana dari bisnis Nazaruddin, ia menyatakan tidak boleh ada dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan etika. Katanya, ”Jika ada deviasi, itu bukan garis partai.”

Setri Yasra, Sunudyantoro


Pecah Kongsi Kawan Separtai

Agustus 2010:
Daniel Sinambela, pemilik PT Matahari Anugrah Perkasa, bertemu dengan Nazaruddin dan sepakat menjalin kerja sama bisnis.

10 Agustus 2010:
Daniel Sinambela, Nazaruddin, dan Sutan Bhatoegana bertemu dengan Direktur Energi Primer PLN Nur Pamudji di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, membahas keikutsertaan dalam tender pengadaan batu bara.

13 Agustus 2010:
Daniel Sinambela dikirimi Rp 7,25 miliar oleh Nazaruddin buat kerja sama usaha.

16 Agustus 2010:
Daniel kembali menerima Rp 7,25 miliar dari Nazaruddin.

19 Agustus 2010:
Daniel dan Marisi Matondang, yang mewakili Nazaruddin, meneken perjanjian kerja sama untuk memasok batu bara ke PT Indonesia Power.

23 Agustus 2010:
Daniel kembali mendapat kiriman Rp 7,1 miliar dari Nazaruddin.

25 Agustus 2010:
Matahari Anugrah ditunjuk menjadi pemenang tender pengadaan 40 ribu ton batu bara di PLN.

8 September 2010:
Daniel menerima dana Rp 10 miliar dari Nazaruddin.

4 November 2010:
Matahari Anugrah menerima pembayaran pengiriman batu bara satu tongkang dari PLN senilai Rp 3,096 miliar.

17 Desember 2010:
Matahari gagal memenuhi komitmen sesuai kontrak pengiriman batu bara dengan PLN sehingga dilakukan amendemen perjanjian.

22 Desember 2010:
Matahari Anugrah menjadi pemenang tender pengadaan batu bara kalori 500 ribu ton di PT Indonesia Power.

31 Desember 2010:
Kembali dilakukan amendemen perjanjian dengan PLN karena Matahari Anugrah gagal memenuhi komitmen.

11 Januari 2011:
Daniel diminta Nazaruddin datang ke kantornya untuk bertemu dengan Komisaris Besar Yan Fitri Halimansyah, Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus