Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERJADI berulang kali, kemacetan massal kali ini betul-betul keterlaluan dan sungguh patut disesalkan. Ribuan truk memampat jalan sepanjang 18 kilometer lebih ke arah pelabuhan feri di Merak. Maka pertanyaan berikut perlu dijawab oleh para birokrat di Kementerian Perhubungan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara: apakah tak ada antisipasi dari pengelola manajemen pelabuhan sehingga bisa terjadi kemacetan begini parah?
Pertanyaan kedua: mengapa setelah dua pekan kelumpuhan tak terurai, baru Kementerian Perhubungan menambah kapal untuk membantu penyeberangan? Lambatnya reaksi pemerintah menangani soal ini jelas-jelas menunjukkan kemunduran—setidaknya dibanding lima tahun lalu. Jumlah kerugian pun membengkak.
Organisasi Pengusaha Angkutan Darat mencatat kerugian Rp 1,26 miliar per hari—dan para pengusaha rugi Rp 5 miliar per hari. Sistem logistik nasional otomatis terganggu karena aliran stok pangan dari Pulau Jawa menuju Sumatera tertahan lama, sayur-mayur dan aneka hasil bumi para petani hancur dan rusak, hewan-hewan potong merana dan mati di jalan.
Dari logika awam saja, kita bisa memetakan beberapa penyebab. Pertama, kondisi kapal. Badan Usaha Milik Negara PT ASDP Indonesia Ferry kini mengelola 34 kapal pengangkut—ada 13 yang rusak serta naik dok. Kapal yang tersisa hanya bisa melakukan 67 dari seharusnya 96 perjalanan. Kondisi kapal sudah uzur, kebanyakan buatan 1971, dan dengan sendirinya menimbulkan berbagai problem. Waktu tempuh Merak-Bakauheni bisa molor dari yang seharusnya 100 menit.
Dermaga juga memerlukan peremajaan. Tak semua dermaga di Merak dan Bakauheni dapat disandari kapal di atas 100 meter. Efeknya, jumlah angkutan tak bisa maksimal karena ukuran kapal harus disesuaikan dengan kapasitas dermaga. Fakta ini lebih memperkuat apa yang ada di Merak: dari 977 pelabuhan umum di Indonesia, baru 24 pelabuhan yang lulus standar International Ship and Port Facility Security Code, yang dikeluarkan oleh International Maritime Organization.
Dua solusi perlu digegaskan untuk mengurai problem di Merak. Untuk jangka pendek, pemerintah perlu mendongkrak penyeberangan dalam masa darurat ini. Kalau perlu, menambah armada hingga dua-tiga kali lipat. Buat pengelompokan kapal seturut ukuran sandar dermaga agar kinerja bongkar-muat maksimal. Lalu manajemen pelabuhan harus dibereskan, termasuk memangkas kesenjangan rencana dan realisasi perjalanan kapal.
Untuk jangka panjang, tidak bisa lain harus ada penambahan kapal baru, perbaikan galangan, dan peremajaan kapal sepuh. Kementerian Perhubungan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara bisa bekerja sama mengatur solusi ini. Kementerian BUMN, misalnya, bisa memberi kemudahan izin pembelian dengan syarat tak melanggar legalitas prosedur. Dari 34 kapal yang beroperasi di Merak-Bakauheni, hanya tiga milik PT ASDP Indonesia Ferry.
Menteri Perhubungan Freddy Numberi dan Menteri BUMN Mustafa Abubakar segeralah bergerak bersama menata problem dari hulu: menentukan prioritas soal, memperbaiki infrastruktur, mengantisipasi terulangnya kondisi serupa, dan membereskan manajemen pelabuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo