BUKAN hanya Jakarta. Perkara sampah-menyampah ternyata ssudah
ibarat semacam "bencana nasional" juga. Meski tidak menyatakan
perang terhadap sampah (barangkali dianggap terlalu muluk atau
latah), toh walikota Saleh Arifin sudah lama menjerit-jerit agar
sampah yang tertimbun dan membusuk di mana-mana di pelosok kota
segera dihalau jauh-jauh. Maklumlah, dibanding dengan suasana
beberapa tahun yang lalu, sekarang Medan cukup jorok. Gelar
Parijs van Soematera di jaman Belanda dulu, sekarang sudah tak
melekat lagi. Kalau musim hujan, tempo dua jam saja, Medan sudah
terendam air. Riol-riol banyak yang tumpah. Parit tersumpal
sampah. Dan cilakanya lagi, setelah datangnya wabah hujan,
jalan-jalan banyak bertambah bopeng. Aspalnya terkelupas. Selama
ini jalan ternyata seperti dicet dengan ter. Entah, pemborong
yang mengerjakan itu jalan tak mendapat kontrol teliti dari
Dinas PU Kotamadya Medan?
Kembali ke soal sampah. Anehnya, sebagai "menyambut" seruan
walikota agar warganya berteguh hati pada tertib bersih ternyata
sampah-sampah makin teronggok di sementara sudut jalan. Ada
yang makin menggunung. Setelah cukup busuk baru diangkut.
Seperti di Jalan Jati, justru di sana sudah keenakan dijadikan
sebagai terminal sampah. Menyolok sekali. Walau di situ ada
stasion bus ke Percut dan Batang Kuwis. Dan tak jauh dari sana
ada sekolah dan Mesjid Raya Medan Timur. Apakah orang yang
bersembahyang dan murid yang belajar di situ sering-sering tutup
hidung, wallahu'alam.
Garang
Saleh Arifin kelihatannya tambah garang mau mengusir sampah. Dan
kampanye sampah hampir tak jemunya dicanangnya di berbagai
kampung yang dikunjunginya, bersama sang nyonya. Selama ini
orang yang menanggulangi sampah di Medan digenggang oleh
pemborong. Tapi sejak Saleh jadi walikota, ia segera banting
stir. Pemborong dihalaunya. Sekarang urusan ini kembali dipegang
oleh Bahagian Kebersihan Kotamadya Medan. "Di Belawan juga sudah
kita rombak", kata Amir Hamzah. Kepala Bahagian Kebersihan
Kotamadya Medan itu menerangkan, bahwa"kalau masih dipegang juga
oleh pemborong berarti Pemda tak punya tanggung jawab".
Nampaknya suara ini bukan kecap. Sejak 2 Januari yang lalu di
Medan sudah berlangsung operasi bhakti membasmi sampah. Sampai
tanggal 14 kemarin sampah yang sudah dibuang ke luar kota
sekitar 96 ton. Minggu lalu di daerah Pusat Pasar anak buah Amir
Hamzah berhasil menyikat 35 ton sampah. Dan sampai 21 Januari
lalu operasi ini berhasil menggulung 1.140 ton sampah di 4
kawasan kecamatan dalam Koamadya Medan. Menurut Amir Hamzah.
"produksi sampah per harinya di Medan sampai 300 ton". Sementara
itu di daerah Pusat Pasar yang terkenal sebagai tempat
perbelanjaan paling jorok dan penuh aroma busuk menghasilkan
sampah minimal 120 ton sehari. Kalau sedang musim buah bisa
mencapai di atas 150 ton.
Itu baru satu tempat saja. Sedangkan di Jalan Jati yang
menampung sampah kawasan kecamatan Medan Timur per hari
memprodusir sampah 120 ton. Dan jumlah inilah yang harus
dibersihkan setiap harinya. Operasi terpaksa berlangsung siang
malam. Sementara itu, sejak operasi berjalan pihak Kodam II/
Bukit Barisan juga turun tangan meminjamkan 15 buah truk. Amir
mengatakan, bahwa "penanggulangan operasi sampah saat ini
berjalan lancar dan sungguh-sungguh". Sehabis itu ia
mengharapkan agar masyarakatlah yang akan turut menjaga
kebersihan lingkungannya. "Kalau tak kesadaran bagaimana bisa
bersikap bersih, ya, seruan-seruan toh tak ada artinya",
tambahnya. Tapi Amir juga tak lupa menceritakan aparat yang
dibawahinya. Selama ini Pemda cuma memiliki 35 buah truk sampah.
Dan karena banyak yang lumpuh (karena rusak), yang bisa
dipergunakan hanya 25 buah. Tapi berapa sebenarnya anggaran
biaya untuk menanggulangi sampah dalam kota Medan, apa lagi kota
ini sudah membengkak sampai 26 ribu hektar lebih? "Saya tidak
tahu. Saya orang baru di sini", katanya. Pantas. Menurut dia
alat-alat kebersihan untuk Medan perlu dipermodern dan
dibutuhkan kendaraan sampai 100 buah. Lima puluh prosen di
antaranya adalah dump truck.
Tapi kenapa sampah tidak diolah menjadi pupuk atau kompos?
"Kesanggupan mengolahnya cuma baru 50 ton sehari. Yang
mengolahnya dalam PT Mercu Buana", cerita Amir lagi. Selebihnya
terpaksa dibuang ke Belaka dan Ampelas. Sampai hari ini Medan
cuma punya 800 orang buruh harian yang bertugas jadi penyapu
jalan dan pengangkut sampah. Di antaranya 300 wanita bekerja
sebagai tukang sapu dan mendapat upah @ Rp 300 per hari.
Sedangkan buruh yang dibutuhkan adalah 2.500 orang. Mungkin
karena masih sangkut soal biaya maka penambahan tersebut
terpaksa tertunda dulu. Amir saat ini sedang membikin
ancer-ancer untuk menyusun berapa retribusi sampah yang cocok
dipungut. "Kita terpaksa bikin klasifikasi untuk penduduk di
kota dan di kampung. Perkiraannya mungkin antara Rp 300 dan Rp
100, katanya. Ia mengharapkan, dalam penyusunan anggaran yang
akan datang biaya untuk menanggulangi sampah atau kebersihan
dalam kota hendaknya telah mendapat perhatian serius. "Kalau
alat-alat kita sudah modern semua tukang sapu akan kita kirim ke
kampung-kampung. Tenaga mereka tetap masih dibutuhkan". Tapi,
ketika orang Medan sedang ribut bicara soal sampah justru di
sementara daerah pertokoan ada juga orang yang main tangguk
rapat. Menyeragamkan tong-tong sampah (dari beton). Dan dari
pemilik toko dikutip uang Rp 5.000. Kesempatan? "Itu di luar
urusan Dinas Kebersihan. Tapi inisiatif dari kepala kampung di
daerah tersebut". kelah Amir. Nah. begitulah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini