Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Perang dengan orang pusat

Walikota hmk uning menyatakan perang dengan orang pusat yang berada di samarinda. karena pemborosan air minum. bantuan biaya dari bank dunia, diharapkan air bersih dapat dijangkau masyarakat.

14 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WALIKOTA Samarinda H.M Kadrie Uning mencak-mencak lagi 21 Januari lalu. Bukan saja soal pengacara yang dikatakannya sebagai "pendongkel-pendongkel masalah tanah", tapi juga pasal "orang-orang pusat dan orang tingkat I yang sulit diurusi oleh orang kotamadya". Tampaknya Kadre Uning benar-benar mulai menyatakan perang terhadap warga kota yang tidak bisa tertib itu. "Masih saja ada yang mengaku orang pusat dan orang tingkat I. Padahal mereka makan sayur dari Lempake. Makan kangkung dari Sampaja. Bukan dari pusat" katanya ketus di depan sidang pleno DPRD setempat. Kadrie Uning memang tidak menunjuk hidung. Tapi bagi warga ibukota Kaltim itu sudah cukup mafhu, apa yang dimaksud walikota. "Siapa lagi kalau bukan kepala-kepala Dinas dan pejabat-pejabat Gubernuran" bisik seorang anggota DPRD Samarinda kepada TEMPO. Dan Walikota hanya memberikan petunjuk dua hal: membangun tanpa ijin -- mentang-mentang orang pusat -- dan memboroskan air minum -- untuk mencuci mobil. "Orang-orang yang demikian sebenarnya tidak pantas hidu di Samarinda. Naik ke langit saja" ujarnya. Tentang borosnya air minum ini, sebenarnya bukan hanya dilakukan "orang pusat". Sebab, menurut catatan Perusahaan Air Minum Samarinda hampir separo jumlah langganan tidak menggunakan sistem meter yang otomatis cenderungg untuk berboros-boros. Karena itu tidak heran bila "55.000 meter kubik air minum terbuang percuma setiap bulannya". Padahal kapasitas PAM cuma 100.000 meter kubik sebulan. Hilangnya separo Iebih air minum ini tentu merugikan perusahaan daerah itu, di samping menitikkan air liur masyarakat kecil yang sehari-hari mengambil air minum dari sungai Mahakam atau parit-parit pinggir jalan. Data dari PAM menyebutkan bahwa hingga kini baru 979 buah langganan. Ini berarti baru mampu menjangkau sekitar 10.000 dari 150.000 penduduk kota lembab itu. Sisanya masih tetap memanfaatkan kemurahan sungai Mahakam. Baru tahun 1976 ini jumlah langganan ditargetkan mencapai 1.700 buah yang berarti memenuhi kebutuhan sekitar 15.000 penduduk. Di samping itu PAM masih berusaha menjangkau masyarakat lebih banyak dengan menjual air minum secara eceran. Yakni dengan memasang 22 kran umum di tempat-tempat yang padat penduduknya. Harga eceran itu ditentukan Rp 5/pikul ambil sendiri. Karena tidak tiap orang punya pikulan tentu saja kran umum ini dimanfaatkan oleh pemikul-pemikul air untuk sumber mata pencahariannya. Lumayan juga. Mereka menjual air itu sampai Rp 25/pikul. "Sehari rata-rata dapat Rp 1.500" kata Labaso pendatang dari Buton. Dan seperti ada yang mengatur saja, hampir semua pemikul ini dimonopoli oleh sukunya Labaso tadi. Kembali ke soal air minum tadi tampaknya PAM mengalami kesulitan untuk mendapatkan langganan baru. Di samping masih harus bersaing dengan "air murah dari sungai Mahakam juga belum semua penjuru kota terjangkau oleh jaringan pipa. "Masih diperlukan rehabilitasi sekitar 5 km pipa dengan biaya Rp 50 juta" tutur walikota. Dan biaya itu tampaknya akan diperoleh dari Bank Dunia yang juga menyediakan dana peruasan PAM Samarillda. Jumlah pasti kredit dari Bank Dunia itu memang belum diketahui, tapi dapat diharapkan mulai ada droping akhir tahun 1976 ini juga. Menurut rencana, perluasan itu akan selesai tahun 1980 dengan kapasitas 160 liter/detik. "Merupakan PAM yang terbesar dan terbaik di Kalimantan" ujar Kepala PAM Banjarmasin yang juga koordinator PAM se Kalimantan kepada Dahlan Iskan dari TEMPO. Dengan selesainya perluasan itu diharapkan 50 persen penduduk Samarinda terguyur air bersih. Dan yang penting walikota tidak akan mencak-mencak lagi bukan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus