Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Beribu Kisah <font color=#336699>Kawin Cerai </font>

Perceraian anak dan cucu Soeharto tak selalu diwarnai ribut pembagian harta gono-gini. Beberapa pergi hanya membawa badan.

11 Februari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUARA tahlil tak lagi terdengar di Jalan Cendana. ”Reuni” itu berakhir sudah. Kematian Soeharto 27 Januari lalu memang sempat ”menyatukan” anak-cucu pe-nguasa Orde Baru itu. Setelah itu sunyi.

Syahdan, di hari terakhir tahlilan, Jumat dua pekan lalu, Ardhia Pramesti Regita Cahyani alias Tata tak kuasa menahan rasa penasarannya. Malam itu ia memberanikan diri menengok ”bekas” rumahnya di Jalan Suwiryo, Jakarta Pusat, tak jauh dari kediaman Soeharto di Jalan Cendana. Ke rumah itulah, seusai pesta perkawinan yang megah di Taman Mini Indonesia Indah April 1997, Tommy Soeharto memboyongnya. Kehidupan berumah tangga bersama Tommy dinikmatinya hanya tiga tahun. November 2000, suaminya buron setelah membunuh seorang hakim agung. Wanita 32 tahun itu telantar dan pulang ke rumah orang tuanya sebulan kemudian.

Ketika dua pekan lalu dua anak Tata, Dharma Mangkuluhur dan Radhyana Gayanti Hutami, melepas rindu dengan Tommy, wanita ayu itu mencuri waktu melihat sekeping kenangan di Jalan Suwiryo. ”Sudah berubah. Barang-barangku sudah dipindah,” katanya seperti yang ditirukan seorang teman. ”Padahal barang-barang itu aku punya.”

Tata pasrah. Perkawinannya kandas pada 13 April 2006. Ketika itu resminya telah sembilan tahun Tata dan Tommy berkeluarga. Saat itu Tommy hampir saja bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang karena mendapat pembebasan bersyarat.

Menurut Junimart Girsang, pengacara Tata, sejak pergi dari Cendana kliennya tidak pernah mendapat jaminan hidup dari Tommy. ”Praktis tidak ada nafkah,” katanya. Biaya hidup Tata dan dua anaknya sepenuhnya ditanggung Bambang Soetjahjo, ayah Tata. Alumnus University of New South Wales Australia ini pernah mencoba peruntungan dengan membuka usaha butik di Jakarta, tapi tak berkembang. Kini Tata membiayai hidupnya dengan bekerja sebagai guru taman kanak-kanak di Singapura.

Dalam berkas permohonan cerainya, Tata mengatakan perkawinannya tak bisa dipertahankan. Setahun berkeluarga, cekcok melanda rumah tangga mereka. Di pengadilan, Tata tak meminta banyak. Ia hanya memohon bisa bercerai dan mendapat hak pengasuhan anak. Hakim mengabulkan permohonannya dan mewajibkan Tommy membayar jaminan pendidikan anak sebesar Rp 25 juta per bulan—separuh dari Rp 50 juta yang diminta Tata. Keputusan ini ditolak Tommy. Perkara mereka lalu beranjak ke tingkat kasasi. Hingga saat ini belum ada seperak pun uang Tommy yang diterima Tata.

Dalam persidangan, pengacara Tommy Soeharto sempat menuduh Tata melarikan duit Rp 150 miliar. ”Tommy memang pernah memberinya beberapa akta perusahaan, tapi sudah dikembalikan,” kata Junimart. Dokumen perusahaan tersebut diberikan untuk jaminan hidup Tata dan kedua anaknya selama sang suami buron. Jadi, ”Apa gunanya akta? Tak bisa memberi penghasilan,” kata Junimart. Di sidang cerai, tuduhan penggelapan ini tak terbukti.

Pengacara Tommy, Suharmono, menolak jika dikatakan Tommy tak mau membiayai anak-anaknya seperti diputuskan dalam sidang pengadilan. ”Uang tersebut kecil baginya. Hanya, keputusan itu belum punya kekuatan hukum tetap,” kata Suharmono seperti dikutip tabloid Nova.

”Setali tiga uang” dengan Tata adalah aparat Kejaksaan RI. Tahun 2000, Kejaksaan hanya bisa gigit jari ketika mencoba menyita aset Tommy dalam perkara korupsi Goro. Mereka memang menemukan 17 petak tanah dan rumah milik anak kesayangan Soeharto tersebut, namun semuanya sudah dipindahtangankan ke yayasan atau orang lain. Beberapa, seperti tanah 2,8 hektare di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, bahkan jadi jaminan bank.

Kejaksaan sempat berusaha menyita rumah mewah 1.925 meter di Jalan Abdul Majid, Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Namun, upaya itu gagal karena tanah yang dibeli Tommy pada 22 Agustus 1992 itu telah dihibahkan kepada seorang penyanyi cantik kenamaan asal Sulawesi dua hari kemudian. ”Kita hanya bisa menyita hak milik. Itu pun jika tidak bermasalah,” kata Antasari Azhar, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, saat itu.

Lain Tommy lain pula Siti Hediati Hariadi alias Titiek, anak Soeharto lainnya. Tak banyak orang yang tahu perihal perceraian Titiek dengan Letjen TNI (Purn.) Prabowo Subianto. Palu cerai itu diketuk diam-diam oleh Pengadilan Agama Jakarta Pusat pada 2001, beberapa bulan setelah ayah Prabowo, begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo, meninggal dunia.

Tak ada tuntutan harta gono-gini di antara keduanya. ”Makanya prosesnya bisa cepat,” kata Farid Prawiranegara, teman karib Prabowo. Menurut Farid, sahabatnya itu memilih mengakhiri perkawinannya yang sudah dijalaninya sejak 8 Mei 1983 karena ”tekanan politik”. ”Kedua keluarga besar tidak bisa lagi disatukan. Meski antara Prabowo dan Titiek sebenarnya tidak ada masalah,” kata Farid.

Keluarga Cendana pernah menuduh Prabowo berkhianat. Pada 1998, Prabowo yang kala itu adalah Panglima Konstrad dituding membiarkan demonstran memenuhi gedung DPR hingga akhirnya Soeharto terguling. Sejak saat itu Soeharto ogah bertemu dengan menantunya itu. Siti Hutami Endang Adiningsih alias Mamiek pernah mengusir Prabowo dari Cendana tak lama setelah Soeharto mengundurkan diri. Setelah bercerai, Prabowo mencoba merintis bisnis sendiri, antara lain di bidang perminyakan. ”Yang memodali Hasjim Djojohadikusumo,” kata Farid. Hasjim adalah kakak Prabowo dan salah satu pengusaha papan atas Indonesia.

Rumah tangga Mamik Soeharto juga karam. Tak lama setelah menamatkan studi dari Institut Pertanian Bogor, September 1988, bungsu keluarga Cendana ini menikah dengan Pratikto Prayitno Singgih. Pasangan yang dikaruniai satu anak ini bercerai 10 tahun kemudian tanpa pembagian harta.

Remuknya perkawinan keluarga Cendana juga menjalar ke generasi ketiga. Perkawinan Danty Indriastuti Purnama Sari Rukmana, anak perempuan Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut, karam setelah setahun menikah. Lepas dari Triyono, suami pertamanya, Danty menikah lagi dengan Adrianto Supoyo.

Perceraian paling dramatis menimpa Ari Sigit, putra Sigit Harjojudanto, anak kedua Soeharto. Maya Firanti Noor, istri Ari, menggugat cerai suaminya pada Agustus 2000. Maya merasa ditelantarkan karena sejak 1996 suaminya tak lagi mengopeninya. Maya sendiri bukan tak punya persoalan. Juni 2000, ia ditangkap polisi saat membawa 1,5 gram sabu-sabu—praktek ilegal yang membuatnya harus dibui delapan bulan.

Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, hakim mengabulkan permohonan cerai Maya, tapi ia tak mendapat banyak harta gono-gini kecuali nafkah mut’ah Rp 300 juta. ”Suaminya mengaku tidak punya apa-apa,” kata Heldy Djafar, ibunda Maya. Bisnis Ari Sigit, menurut Heldy, ternyata milik teman-temannya. ”Jadi, ya tidak bisa minta apa-apa, karena tidak ada yang bisa dibagi,” katanya. Hakim memberikan hak asuh tiga anak Maya kepada bapaknya. Pengadilan menganggap Maya tak layak mengasuh anak karena pernah menjadi narapidana narkoba. Kini Maya tidak bekerja. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, menurut Heldy, kadang anaknya meminta bantuan kepada Ari. ”Sampai sekarang sih selalu dipenuhi,” kata Heldy pada Tempo pekan lalu.

Arif A. Kuswardono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus