Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berjaga Menjelang Hari-H

Ratusan ribu relawan Jokowi diperkirakan mengawal pelantikan Joko Widodo sebagai presiden pada 20 Oktober. Pimpinan MPR dan DPR berapat dan menggelar pertemuan dengan Jokowi. Mereka menjamin tak akan ada gangguan.

13 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Berjaga Menjelang Hari-H
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

PERTANYAAN itu dilontarkan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri kepada Joko Widodo setelah diskusi selama hampir satu jam. "Jadi bagaimana, Dik Jokowi? Siap menghadapi realitas politik paling pahit sekalipun?" Ahad siang pekan lalu itu, di ruang tamu kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar 27-A, Menteng, Jakarta Pusat, Jokowi, yang duduk di sebelah Megawati, pun berkata dengan tegas, "Saya siap bertarung untuk rakyat dan tak akan mundur."

Jokowi menyatakan sudah biasa menghadapi tekanan politik, sejak masih menjadi Wali Kota Solo hingga saat mundur sebagai Gubernur Jakarta, Senin dua pekan lalu. Dia mengaku sudah berulang kali menghadapi sikap politikus yang berlawanan dengannya. "Saya sudah pernah merasakan bagaimana kalah divoting anggota Dewan," ujarnya.

Siang itu, kepada para ketua umum partai lain yang berkoalisi memenangkannya sebagai presiden—Surya Paloh (Partai NasDem), Wiranto (Hanura), Muhaimin Iskandar (Partai Kebangkitan Bangsa), dan Sutiyoso (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)— Jokowi mengaku memiliki strategi sederhana menghadapi penentangnya: melawan segala penjegalan di parlemen dengan cara menjaga kepercayaan publik.

Karena itu, menurut Jokowi, dia akan membentuk kabinet dengan menteri yang tepat dan berkualitas. "Bekerja keras, mendengar apa mau rakyat, dekat dengan rakyat, itu saja," kata presiden terpilih ini tentang calon anggota kabinet yang tengah dia siapkan.

Kepada Tempo, seorang peserta dalam diskusi itu melukiskan bagaimana reaksi Megawati dan para pemimpin partai "sejawat" PDI Perjuangan mendengar tekad Jokowi. Megawati tersenyum, sementara Wiranto, Sutiyoso, Muhaimin, dan Surya Paloh terkesiap. "Ini yang kami tunggu," ujar Surya setengah memekik.

Isu adanya penjegalan menguat setelah koalisi partai pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di parlemen berhasil menguasai jabatan pemimpin DPR dan kemudian MPR, Rabu pekan lalu. Prabowo dan Hatta merupakan pasangan calon presiden yang dikalahkan Jokowi dan Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden 9 Juli lalu.

Hasil voting di rapat paripurna MPR mencatatkan kekalahan kelima bagi koalisi pro-Jokowi. Itu dimulai dengan kalah voting revisi Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3); lalu Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah; Tata Tertib DPR; dan puncak kekalahan terjadi pada pemilihan pemimpin parlemen.

Dikuasainya "paket" pemimpin MPR ini mengembuskan kabar bahwa kubu Prabowo akan mengganggu jalannya pelantikan Jokowi-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden periode 2014-2019, Senin pekan depan. Kepada Tempo, Sekretaris Fraksi PKB di MPR, Abdul Kadir Karding, mengatakan sudah mendengar akan adanya aksi menghambat atau menjegal pelantikan presiden. Cara yang dilakukan adalah memanfaatkan strategi kuorum dalam sidang paripurna MPR untuk pengambilan sumpah presiden.

Hal itu tak hanya dari jumlah anggota MPR yang ikut sidang, tapi juga dari sisi kehadiran pemimpin MPR. Kata Karding, jika itu terjadi, sesuai dengan Tata Tertib MPR, pelantikan Jokowi tetap bisa digelar meski hanya dihadiri satu pemimpin MPR dan pemimpin Mahkamah Agung. "Tapi, jika penjegalan terjadi, itu namanya aksi mempermalukan lembaga sendiri," ujarnya.

Wakil Ketua MPR Evert Erenst Mangindaan juga mendengar akan adanya aksi oleh sejumlah fraksi untuk menghambat pelantikan Jokowi dengan cara tak menghadiri sidang. Karena itulah, setelah Kamis pekan lalu bertemu dengan Komisi Pemilihan Umum di MPR, Mangindaan menyatakan akan bertemu dengan sejumlah fraksi di MPR. "Kami akan menggelar rapat fraksi untuk mendengar apa benar begitu," kata Mangindaan.

Isu penjegalan ini juga dikaitkan dengan pernyataan keras adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, perihal posisi partai koalisi pro-Prabowo di DPR. Dalam wawancaranya yang dimuat di surat kabar Wall Street Journal pekan lalu, Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra itu menyebutkan, dengan kekuatan koalisi politikus di parlemen itu, koalisi tersebut bisa menjadi oposisi aktif dan konstruktif dalam mengawal Jokowi. Namun, perihal pernyataannya bahwa seolah-olah koalisi itu akan terus menghajar Jokowi, belakangan Hashim meralatnya.

Kendati di DPR "samar-samar", kenyataannya, dari "luar" desakan agar MPR tak melantik Jokowi-JK juga muncul. Kamis pekan lalu, misalnya, dipimpin Sri Bintang Pamungkas dan Rachmawati Soekarnoputri, sejumlah orang datang menemui pimpinan DPR mengajukan petisi. Rombongan ini diterima Wakil Ketua MPR Fadli Zon dan Agus Hermanto.

Dalam petisi itu, mereka meminta MPR tak melantik Jokowi sebagai presiden sampai kasus korupsi Jokowi dituntaskan. Mereka juga menyebutkan Jokowi terpilih oleh proses pemilihan presiden yang tak jujur. "Presiden terpilih versi KPU masih membawa banyak persoalan. Ini bukan subyektif, tapi obyektif," ujar Rachmawati. Adik Megawati itu menunjuk kasus bus Transjakarta yang membuat Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono menjadi tersangka sebagai kasus yang tak bisa lepas dari tanggung jawab Jokowi.

Pada hari yang sama, Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik bertemu dengan pimpinan MPR. Kepada wartawan, Husni memastikan proses pelantikan presiden akan berjalan sesuai dengan yang dijadwalkan. Husni menekankan, berdasarkan undang-undang, KPU memiliki tanggung jawab memastikan proses pelantikan berjalan sesuai dengan jadwal. "Jika presiden tidak dilantik, saya cemas rakyat yang akan marah," kata Husni.

Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, menyatakan tenggat pelantikan adalah 20 Oktober 2014 pukul 23.59 WIB. Adapun pelantikan, sesuai dengan jadwal, dipastikan pada pukul 10.00. Perihal teknis pelantikan, menurut Hadar, sepenuhnya tanggung jawab MPR dan itu sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang MD3.

l l l

Rupanya, tontonan politik "bumi hangus" di Senayan ini diam-diam membuat gusar para relawan Jokowi-JK. Rabu pekan lalu, kegusaran itu "meletus" di Posko Jokowi Center, Jalan Mangunsarkoro, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan di posko itu, ratusan wakil dari puluhan organisasi relawan Jokowi bersepakat turun ke jalan mengawal pelantikan Jokowi. "Jangan salahkan masyarakat bertindak sendiri kalau politikus di MPR itu menghalangi hasil pilihan rakyatnya," kata Koordinator Nasional Relawan Pro-Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi.

Menurut Budi, mereka tak mau martabat seorang presiden dipermalukan. "Aksi para relawan ini muncul seiring dengan adanya skenario penjegalan Jokowi," ujarnya. Menurut Budi, ketika para politikus DPR "menekuk" koalisi pro-Jokowi dengan mengegolkan Undang-Undang MD3 hingga Undang-Undang Pilkada, mereka menggelar aksi di tiap kota. "Kami juga membuat rapat-rapat telekonferensi di lima kota menggugat Undang-Undang Pilkada," katanya.

Partisipasi para relawan, menurut rencana, akan mencapai puncaknya pada 20 Oktober mendatang—tepat pada hari pelantikan Jokowi sebagai presiden. Ratusan ribu relawan dari berbagi daerah akan menggeruduk Ibu Kota. Selain berkumpul di sekitar gedung DPR, tempat pengambilan sumpah Jokowi, para relawan akan "menduduki" lapangan Monumen Nasional.

Di tempat itu, para relawan dari kalangan seniman akan menggelar pertunjukan. Salah satu yang sudah bersiap melakukannya adalah Abdee Negara, personel Slank yang dikenal dekat dengan Jokowi. "Ini semacam syukuran rakyat untuk menyambut pemerintah baru dan pertanda kebangkitan Indonesia," ujar Abdee.

Di Senayan, para relawan juga akan membuat arak-arakan menyambut presiden baru ini. Seusai pelantikan, demikian rencananya, mereka akan menjemput Jokowi dan mengarak Presiden Indonesia 2014-2019 ini ke Monas. Undangan bertanda pagar "Geruduk" atau Gerakan 20 Oktober juga sudah dilepas ke dunia maya—lengkap dengan gambar-gambar atraktif.

Eva Kusuma Sundari, anggota Sekretariat Nasional—salah satu forum relawan Jokowi—memperkirakan tak kurang dari 200 ribu relawan akan muncul di Monas menyambut "pesta" itu. Para relawan, kata dia, sudah berkoordinasi dengan polisi agar tak ada penyusup yang mengganggu acara itu. "Ini bukan sekadar pesta syukuran, tapi juga pesan bahwa rakyat di belakang Jokowi," ujarnya. "Mengingatkan semua pihak yang ingin menjegal Jokowi, mereka akan berhadapan dengan gerakan relawan."

Jokowi sendiri meminta relawan tak usah "mengepung" DPR. Menurut dia, para relawan sebaiknya berkumpul di Monas saja. "Sekian kilometer dari DPR nanti bersih karena banyak kepala negara yang datang," katanya. Dia menambahkan, kehadiran para relawan itu adalah bagian dari kegembiraan politik.

l l l

Santernya kabar penjegalan terhadap pelantikannya rupanya juga diikuti Jokowi. Tapi, kepada Tempo yang mewawancarainya Kamis pekan lalu di kantornya, di Balai Kota DKI, ia menyatakan tak akan ambil pusing. Bekas pedagang mebel itu mengaku lebih memilih "berburu" dan menguji calon menterinya ketimbang memikirkan urusan pelantikan.

Ia lebih senang berkisah tentang pengalaman blusukan terakhir-nya ketimbang membicarakan pelantikannya. Jokowi bercerita baru bertemu dengan ratusan petani tebu di Jawa Timur dan para nelayan di sebuah kampung di Banten. Ia juga berkisah tentang "blusukan elektronik"-nya—berbincang-bincang lewat Internet—dengan masyarakat di Papua, Sulawesi Selatan, dan sejumlah kota di ujung Indonesia.

Terlihat tak acuh, Jokowi sebenarnya bukan tak melakukan persiapan menghadapi hal-hal yang tak diinginkan di Senayan. Kepada Tempo, salah satu orang dekat Jokowi bercerita bahwa Jokowi sudah bersiap dengan segala kemungkinan yang terjadi. Peta politik terakhir di Senayan itu, misalnya, sudah dibahas di rumah Megawati pada Ahad pekan lalu. Para petinggi partai koalisinya sepakat bergerak mengecek situasi. "Kami membuat plan A sampai Z," ujar politikus itu.

Jusuf Kalla, misalnya, mengontak Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar, yang juga petinggi koalisi Prabowo. Kalla juga kemudian menelepon petinggi Partai Demokrat di DPR. "Mereka menjamin proses pelantikan berjalan aman dan menjamin hadir pada acara itu," kata Kalla. Kalla tak yakin ada penjegalan. Pelantikan, menurut dia, masih dalam kewenangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebagai sahibulbait acara itu, kata dia, tentu Presiden ingin acara berlangsung lancar karena di sana hadir tamu-tamu negara.

Melihat tingginya eskalasi politik, Jumat pekan lalu, setelah menggelar rapat pimpinan, Ketua MPR Zulkifli Hasan menemui Jokowi. Ditemani Ketua DPD Irman Gusman dan Ketua DPR Setya Novanto, mereka kemudian melakukan pertemuan tertutup—sembari makan malam—di Hotel Hermitage, Menteng, Jakarta Pusat.

Seusai pertemuan, Zulkifli Hasan dan Setya Novanto memastikan pelantikan berjalan sesuai dengan rencana. Keduanya menyatakan sudah menemui sejumlah pentolan koalisi Prabowo dan meminta mereka tetap mengerahkan fraksinya di MPR mendukung pelantikan yang rencananya dihadiri 150 undangan itu—termasuk mantan presiden dan mantan wakil presiden.

Presiden Yudhoyono sendiri memastikan pelantikan Jokowi berjalan mulus. Jumat pekan lalu, melalui akun resminya, @SBYudhoyono, presiden mencuit pernyataan bahwa dia tak berniat memperpanjang masa jabatannya. Apa pun kondisinya, kata Yudhoyono, jabatannya berakhir pada 20 Oktober. "Tak ada niat untuk memperpanjang jabatan saya sebagai presiden, satu hari pun tidak," ujarnya. Ia mengaku, sepuluh tahun memimpin negeri ini sudah sangat cukup.

Kini, tibalah giliran Jokowi.

Agustina Widiarsi, Reza Aditya, Syailendra, Ananda Teresia


Tangkal Jegal

RELAWAN penyokong Joko Widodo dalam pemilihan presiden berencana mengawal pelantikan presiden pada 20 Oktober. Tujuannya: inaugurasi pemimpin baru Indonesia berlangsung tanpa hambatan dari siapa pun. Mereka berencana menggelar pesta rakyat di Monumen Nasional dengan sekitar 200 ribu orang, dua kali jumlah simpatisan Jokowi dalam Konser 2 Jari empat hari sebelum pemilihan presiden 9 Juli lalu.

Bagja Hidayat

Kelompok Relawan

  • Sekretariat Nasional Jaringan Organisasi dan Komunikasi Warga Indonesia
  • Pro-Jokowi
  • Pusat Informasi Rakyat
  • Duta Jokowi
  • Barisan Relawan Jokowi for President
  • Indonesia Maju
  • Posko Perjuangan Rakyat
  • Barak UIN
  • Komite Rakyat Nasional
  • Gerak Cepat
  • Seni Kreatif for JKW
  • Relawan Penggerak Jakarta Bersatu
  • Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat

    Kekuatan MPR

    Hasil pemilihan paket pemimpin Majelis Permusyawaratan Rakyat menunjukkan dukungan terhadap pemerintah dan oposisi terbelah hampir sama. Jika kekuatan ini permanen, akan ada cukup suara mengamendemen Undang-Undang Dasar untuk kembali memilih presiden lewat MPR.

  • DPD 132
  • DPR 560
  • Abstain 15 kursi

    Koalisi Prabowo 347

  • Golkar 90 kursi
  • Gerindra 73 kursi
  • PAN 49 kursi
  • Demokrat 61 kursi
  • PKS 40 kursi

    Koalisi Jokowi 330

  • DPD 84 kursi
  • PPP 39 kursi
    Di pemilihan presiden serta revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dan Ketua DPR, PPP bergabung dengan koalisi pro-Prabowo.
  • PKB 47 kursi
  • NasDem 36 kursi
  • Hanura 16 kursi
  • PDIP 106 kursi

    Skenario Pemilihan Presiden

    Politikus pendukung Prabowo Subianto berencana mengamendemen konstitusi dengan mengembalikan pemilihan presiden melalui MPR. Ini syaratnya:

  • Usul amendemen Undang-Undang Dasar 231 anggota
  • Persetujuan amendemen Undang-Undang Dasar 347 anggota
  • Mengesahkan amendemen Undang-Undang Dasar dalam rapat paripurna MPR 462 anggota

    Pemberhentian Presiden

    Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD

    Pasal 36:
    (1) MPR hanya dapat memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
    (2) Pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diusulkan oleh DPR.

    Pasal 37:
    (2) Usul DPR sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat 2 harus dilengkapi putusan Mahkamah Konstitusi bahwa presiden dan/atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.

    Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD

    Pasal 34:
    (5) Dalam hal MPR tidak dapat menyelenggarakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat 4, presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR.
    (6) Dalam hal DPR tidak dapat menyelenggarakan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat 5, presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
    (7) Berita acara pelantikan presiden dan wakil presiden ditandatangani oleh presiden dan wakil presiden serta pimpinan MPR.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x600
    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    close

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus