Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Purbaya Yudhi Sadewa,
Kondisi perekonomian dunia yang kurang baik, ditambah dengan beberapa kebijakan dalam negeri, telah menghambat pertumbuhan ekonomi pada 2015. Namun tahun depan ada ruang bagi perekonomian Indonesia untuk tumbuh lebih cepat.
Kondisi 2015
Kondisi perekonomian global sepanjang 2015 tidak terlalu baik. Perekonomian Jepang, misalnya, hanya akan tumbuh 0,9 persen, Eropa diperkirakan hanya tumbuh 1,8 persen. Cina pun hanya akan tumbuh 7,0 persen.
Memang perekonomian Amerika Serikat tumbuh relatif baik, diperkirakan sekitar 2,3 persen. Namun rencana The Fed menaikkan suku bunga, karena anggapan ekonominya sudah tumbuh cukup kuat, memicu spekulasi akan terjadinya aliran modal balik ke Amerika. Hal ini telah memperlemah hampir semua mata uang terhadap dolar. Rupiah pun sempat melemah melewati 14.500 per dolar Amerika.
Selain itu, kasus Yunani masih menimbulkan gangguan terhadap stabilitas perekonomian global.
Kondisi yang tidak terlalu baik ini memicu terjadinya penurunan terhadap permintaan barang-barang di pasar global. Akibatnya, harga sebagian besar komoditas yang diperdagangkan di pasar dunia mengalami penurunan signifikan. Harga minyak, batu bara, dan minyak sawit saat ini berada pada level yang amat rendah.
Dengan kondisi demikian, tidaklah terlalu mengherankan kalau ekspor kita sulit tumbuh. Dalam sembilan bulan pertama 2015, ekspor mengalami kontraksi 13,3 persen.
Sementara itu, di dalam negeri, ada beberapa kebijakan yang memberi dampak negatif terhadap pertumbuhan. Salah satunya kenaikan harga bahan bakar minyak pada November 2014. Kebijakan ini telah menggerus daya beli masyarakat. Dampak negatif ini dapat berlangsung hingga tiga triwulan (paling tidak hingga Juli 2015).
Kenaikan harga BBM juga memicu lonjakan harga barang, yang sempat meningkatkan laju inflasi hingga di atas 8 persen. Walaupun pada akhir tahun ini akan turun ke sekitar 4 persen, inflasi yang relatif tinggi saat ini telah membuat Bank Indonesia enggan menurunkan BI Rate. BI malah terus memperketat kebijakan moneternya. Hal ini terlihat, antara lain, dari terus menurunnya pertumbuhan kredit.
Dengan latar belakang demikian, ekonomi kita terus mengalami perlambatan dan hanya tumbuh 4,67 persen pada triwulan kedua 2015. Untungnya, pemerintah segera menyadari perkembangan yang kurang menguntungkan ini dan segera berupaya menciptakan pertumbuhan yang lebih cepat. Antara lain dengan mendorong implementasi proyek-proyek pembangunan yang sudah direncanakan (terutama infrastruktur).
Langkah-langkah percepatan pembangunan ini tampaknya mulai memberi hasil. Data terbaru memberi indikasi awal yang menunjukkan perburukan ekonomi sudah berhenti. Pada triwulan ketiga 2015 ada peluang ekonomi kita tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan dua triwulan sebelumnya.
Langkah percepatan pembangunan tersebut, ditambah dengan paket kebijakan yang berjilid-jilid, tampaknya akan dapat menyelamatkan kita dari keterpurukan lebih lanjut. Perekonomian kita diperkirakan tumbuh dengan laju 4,9 persen pada 2015. Ini belum terlalu menggembirakan. Namun, di tengah kondisi global yang kurang baik, capaian tersebut cukup lumayan.
Prospek 2016
Tahun depan tampaknya kondisi ekonomi kita akan lebih baik. Perekonomian global diperkirakan sedikit membaik dari tahun sebelumnya. Perekonomian Amerika, misalnya, diperkirakan tumbuh dengan laju 2,8 persen. Jepang dan Eropa juga diperkirakan tumbuh masing-masing 1,4 persen dan 2,0 persen, lebih baik dibanding pada 2015. Sayangnya, Cina masih sedikit melambat, dengan pertumbuhan yang diperkirakan "hanya" 6,7 persen.
Dengan prospek global demikian, rasanya ekspor kita akan mulai dapat tumbuh lagi tahun depan, walaupun belum akan terlalu spektakuler.
Di sisi domestik, kita pun dapat mengharapkan dorongan terhadap pertumbuhan yang lebih besar. Yang pertama, dampak negatif kenaikan harga BBM terhadap kemauan masyarakat untuk belanja sudah hilang sepenuhnya.
Tekanan inflasi juga diperkirakan relatif rendah. Harga minyak dunia akan bertahan pada level yang relatif rendah, sehingga kecil peluang terjadinya kenaikan harga BBM dalam negeri yang signifikan lagi. Inflasi pada 2016 diperkirakan hanya berada di sekitar 4,5 persen.
Artinya, selama pemerintah dapat mengendalikan kenaikan harga pangan, terutama beras, pada akhir 2015 dan awal 2016, daya beli masyarakat kita akan berangsur-angsur membaik. Jadi kita bisa mengharapkan dukungan belanja rumah tangga yang sedikit lebih besar terhadap perekonomian.
Dengan prospek inflasi yang relatif rendah, terbuka ruang lebih lebar bagi Bank Indonesia untuk melonggarkan kebijakan moneternya. Bunga acuan BI Rate dapat diturunkan hingga 6,75 persen. Penurunan bunga acuan ini akan menurunkan suku bunga pinjaman dalam sistem finansial kita. Suku bunga yang lebih rendah akan membuat pemilik uang tidak enggan lagi membelanjakan uangnya, karena bunga simpanan yang diperoleh tidak sebesar sebelumnya. Dunia usaha pun akan lebih tertarik meminjam uang dari sistem finansial untuk mengembangkan usahanya, karena bunga yang harus dibayar tidak setinggi sebelumnya. Artinya, aktivitas perekonomian akan bergerak lebih cepat.
Kinerja pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan pembangunan juga diperkirakan lebih baik. Selain adanya paket kebijakan, biasanya kinerja anggota kabinet pada tahun kedua akan lebih baik daripada tahun pertama. Hal ini terjadi karena sebagian besar menteri anggota kabinet sudah lebih mengenal medan yang sedang mereka hadapi dibanding sebelumnya. Dengan kata lain, penyerapan anggaran pemerintah diperkirakan lebih tepat waktu dan lebih tepat sasaran.
Dengan keadaan seperti itu, perekonomian Indonesia pada 2016 diprediksi tumbuh dengan laju 5,4 persen.
Pergerakan nilai tukar biasanya amat dipengaruhi oleh arah perekonomian. Nilai tukar mata uang suatu negara cenderung menguat ketika perekonomian negara tersebut tumbuh dengan cepat, dan sebaliknya. Hal ini lantaran investor (baik portofolio maupun investor langsung) lebih suka melakukan investasi di negara yang mempunyai prospek pertumbuhan lebih baik karena akan memberikan keuntungan lebih besar. Dengan prospek pertumbuhan lebih baik pada 2016, nilai tukar rupiah dapat bertahan pada level yang tidak jauh dari saat ini, di sekitar 13.700 rupiah per dolar (rata-rata satu tahun).
Sebenarnya, dilihat dari fundamentalnya, rupiah dapat menguat hingga di bawah 12 ribu per dolar. Tapi rasanya tahun depan hal itu sulit terwujud, mengingat masih adanya ketidakpastian pada perekonomian global, terutama dari prospek kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.
Yang Perlu Diwaspadai
Patut ditekankan di sini bahwa pertumbuhan yang lebih cepat tersebut tidak akan terjadi secara otomatis. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Yang pertama adalah pemerintah harus memastikan penyerapan anggaran tahun depan lebih baik dari tahun ini. Paket kebijakan yang sudah diumumkan pun harus dapat dijalankan dengan baik. Pendeknya, birokrasi harus dipecut agar dapat memberikan kinerja lebih baik.
Selain itu, daya beli masyarakat harus terus dijaga. Untuk itu, harga pangan (terutama beras) harus dikendalikan secara sungguh-sungguh. Harus dihindari terjadinya kelambatan penyaluran beras untuk masyarakat miskin ataupun keterlambatan memutuskan impor produk-produk tertentu (termasuk daging sapi). Bantuan lainnya untuk masyarakat miskin (termasuk bantuan uang tunai, bila ada) pun harus disalurkan tepat waktu.
Kenaikan suku bunga di Amerika pun harus direspons dengan cerdas. Bila BI ikut menaikkan BI Rate seiring dengan kenaikan bunga di Amerika, perekonomian kita justru akan bergerak lebih lambat daripada saat ini. BI sebaiknya konsisten menjalankan kebijakan inflation targeting, di mana penentuan suku bunga acuan utamanya ditentukan oleh tekanan inflasi yang terjadi di dalam negeri.
Jadi, dengan dukungan kebijakan pemerintah dan BI yang tepat, ruang bagi ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih baik pada 2016 akan terbuka lebar.
Pengamat Ekonomi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo