Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berkat telepon

Mbah kasan dimakamkan di sitinggil, tempat yang dihormati. penduduk desa tidak setuju, tapi tak dapat berbuat apa-apa karena pemakaman itu atas telepon "bapak" dari jakarta. (ina)

26 Juni 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TELEPON dari seorang "bapak" di Jakarta ternyata memang bisa berkuasa dan menentukan sekali. Buktinya? Rakyat Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto (Jawa Timur) bisa bercerita banyak, berkat "pengalaman" mereka. Alkisah, 23 Mei lalu mBah Kasan Ulomo, penduduk desa tersebut meninggal karena sakit tua. Maklum umurnya konon 116 tahun. Almarhum dimakamkan di Sitinggil, tempat yang dihormati bahkan dikeramatkan banyak orang. Banyak yang percaya Sitinggil adalah tempat makam Prabu Brawijaya I alias Raden Wijaya, Raja Majapahit yang pertama. Esoknya desa berpenduduk lebih 2.300 jiwa itu ribut begitu mengetahui mBah Kasan dikuburkan di Sitinggil. Mereka tidak bisa menerima hal itu karena Sitinggil bukan tempat pemakaman umum. "Padahal kami sudah mempersiapkan lubang kubur di pemakaman umum di desa buat almarhum," ujar Moh. Adnan Idris, Kepala Desa Bejijong. Sewaktu mBah Kasan masih hidup, ia memang telah berusaha memperoleh izin agar ia nanti bisa dimakamkan di Sitinggil, tapi ditolak Kepala Desa. Penduduk pun protes, menuntut agar kubur mBah Kasan digali dan dipindahkan ke pemakaman umum. Dua kali penduduk dan aparat desa berembuk untuk memindahkannya. Tapi apa daya, usaha mereka terbentur tembok: izin pemakaman mBah Kasan di Sitinggil ternyata datang dari atas, dari seorang bapak di Jakarta yang berpengaruh. Kabarnya instruksi dari Jakarta ini kemudian diteruskan ke Gubernur Jawa Timur yang kemudian meneruskannya ke Bupati dan akhirnya sampai ke Camat Trowulan. Almarhum mBah Kasan datang dari Magelang, Jawa Tengah. Ia konon jurukunci sebuah makam keramat di Gunung Tidar. Awal tahun 1960-an ia sering mengunjungi Trowulan dan kemudian menetap di Bejijong sejak 1971. Selama dua tahun ia menetap di Sitinggil, daerah seluas 190 hektar yang dianggap bekas pusat Kerajaan Majapahit dan kini menjadi milik Desa Bejijong. Banyak penziarah yang kemudian menganggap mBah Kasan orang keramat dan minta berkah padanya. Malah sebagian pengikutnya percaya usia orang tua itu 340 tahun. Apalagi ia dikisahkan sebagai bekas prajurit Kerajaan Mataram. Banyak tamu dari Jakarta yang menemuinya. "Yang kami takutkan akan terjadinya syirik dikemudian hari," ujar Adnan. Siapa tahu kemudian hari muncul tulisan seperti: Di sini beristirahat mBah Kasan, usia 340 tahun, Laskar Mataram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus