TELEPON dari seorang "bapak" di Jakarta ternyata memang bisa
berkuasa dan menentukan sekali. Buktinya? Rakyat Desa Bejijong,
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto (Jawa Timur) bisa
bercerita banyak, berkat "pengalaman" mereka.
Alkisah, 23 Mei lalu mBah Kasan Ulomo, penduduk desa tersebut
meninggal karena sakit tua. Maklum umurnya konon 116 tahun.
Almarhum dimakamkan di Sitinggil, tempat yang dihormati bahkan
dikeramatkan banyak orang. Banyak yang percaya Sitinggil adalah
tempat makam Prabu Brawijaya I alias Raden Wijaya, Raja
Majapahit yang pertama.
Esoknya desa berpenduduk lebih 2.300 jiwa itu ribut begitu
mengetahui mBah Kasan dikuburkan di Sitinggil. Mereka tidak bisa
menerima hal itu karena Sitinggil bukan tempat pemakaman umum.
"Padahal kami sudah mempersiapkan lubang kubur di pemakaman umum
di desa buat almarhum," ujar Moh. Adnan Idris, Kepala Desa
Bejijong. Sewaktu mBah Kasan masih hidup, ia memang telah
berusaha memperoleh izin agar ia nanti bisa dimakamkan di
Sitinggil, tapi ditolak Kepala Desa.
Penduduk pun protes, menuntut agar kubur mBah Kasan digali dan
dipindahkan ke pemakaman umum. Dua kali penduduk dan aparat desa
berembuk untuk memindahkannya. Tapi apa daya, usaha mereka
terbentur tembok: izin pemakaman mBah Kasan di Sitinggil
ternyata datang dari atas, dari seorang bapak di Jakarta yang
berpengaruh. Kabarnya instruksi dari Jakarta ini kemudian
diteruskan ke Gubernur Jawa Timur yang kemudian meneruskannya ke
Bupati dan akhirnya sampai ke Camat Trowulan.
Almarhum mBah Kasan datang dari Magelang, Jawa Tengah. Ia konon
jurukunci sebuah makam keramat di Gunung Tidar. Awal tahun
1960-an ia sering mengunjungi Trowulan dan kemudian menetap di
Bejijong sejak 1971. Selama dua tahun ia menetap di Sitinggil,
daerah seluas 190 hektar yang dianggap bekas pusat Kerajaan
Majapahit dan kini menjadi milik Desa Bejijong.
Banyak penziarah yang kemudian menganggap mBah Kasan orang
keramat dan minta berkah padanya. Malah sebagian pengikutnya
percaya usia orang tua itu 340 tahun. Apalagi ia dikisahkan
sebagai bekas prajurit Kerajaan Mataram. Banyak tamu dari
Jakarta yang menemuinya.
"Yang kami takutkan akan terjadinya syirik dikemudian hari,"
ujar Adnan. Siapa tahu kemudian hari muncul tulisan seperti: Di
sini beristirahat mBah Kasan, usia 340 tahun, Laskar Mataram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini