Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berobat Sambil Bertobat

Salat, doa, dan zikir terbukti secara ilmiah mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Namun masih banyak terapi ”alternatif” lain yang belum dilandasi penelitian.

8 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tempat itu dikenal sebagai Klinik Tahajud. Beroperasi di lantai dasar Masjid Al-Akbar, Surabaya, klinik ini, seperti namanya, memberikan pelayanan pengobatan dengan terapi salat tahajud.

Salat tahajud untuk terapi pengobatan? Ini bukan kecap dapur. Keilmiahannya telah dibuktikan dalam ujian doktoral Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Mohammad Sholeh, ”si penemu”, berhasil membuktikan bahwa terapi tahajud dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Cabang ilmu yang dia dalami bernama psikoneuroimunologi: ilmu kekebalan tubuh terkait dengan jiwa dan sistem saraf.

Ide risetnya berasal dari dirinya sendiri. Pria 47 tahun ini pernah menderita kanker kulit sejak 1982. Penyakit tersebut membuatnya menderita fisik dan psikis—karena mertuanya sampai meminta istrinya menuntut cerai. Tak ada cara bagi Sholeh selain berserah diri dengan salat tahajud. Tak dinyana, penyakitnya berangsur ringan dan sembuh sama sekali. Keluarganya tetap utuh. Gelar doktor pun dia raih.

Dalam penelitiannya, Sholeh mengambil beberapa contoh pasien. Mereka diminta mengerjakan salat tahajud dengan khusyuk selama sebulan. Ketika darah mereka dites, ternyata tingkat imunitasnya naik signifikan. Hal itu ditandai dengan meningkatnya hormon yang berfungsi mempertahankan kekebalan tubuh dan memperbaiki fungsi organ-organ tubuh, seperti makrofag, eusinofil, basofil, dan limfosit. Sedangkan kortisol, hormon yang menyebabkan stres, justru menurun (lihat ”Stres Vs Salat, Zikir, dan Doa”).

Semula Sholeh belum memanfaatkan ilmunya. Namun, setelah dia memaparkan hasil penelitiannya dalam seminar tentang salat sehat di Masjid Al-Akbar pada pertengahan 2003, hidupnya berubah. Karena tertarik, Direktur Masjid Al-Akbar Profesor Roem Rowi meminta Sholeh membuka klinik di masjid tersebut. Usahanya sukses hingga sekarang. Banyak orang ingin tahu metode ini sampai-sampai buku karangan Sholeh, Tahajud Menyembuhkan Segala Penyakit, dicetak ulang hingga 13 kali.

Sholeh mempraktekkan ilmunya dengan cermat. Dalam menangani pasien, dia terlebih dahulu menanyakan identitas pribadi, termasuk agama yang dianut. Bila pasien muslim, pertanyaan beranjak ke pola beribadah pasien: salat wajib dan sunah, zikir, baca Al-Quran, puasa Senin-Kamis. Baru kemudian si pasien ditanyai soal keluhan sakitnya dan sudah pernah berobat ke mana saja.

Lalu, Sholeh menjelaskan, sakit yang diderita seseorang disebabkan oleh pola pikir, makan, laku, dan lingkungan. ”Baru oleh kehendak Tuhan,” katanya. Sebaiknya orang menghadapi penyakit didasari pemahaman tersebut: melihat ke dalam diri sendiri terlebih dahulu. Untuk itu dibutuhkan kepasrahan total, yaitu melalui salat tahajud.

Menurut dia, tidak penting jumlah rakaat dalam salat tahajud. Yang penting khusyuk. Surat-surat yang dibaca juga terserah pada yang menjalankannya, meskipun Sholeh menyarankan membaca ayat Kursi. ”Prinsip dasar terapi ini adalah tawakal, sehingga tidak ada lagi kecemasan, ketakutan, dan kekhawatiran,” kata Sholeh.

Selain tahajud, Sholeh menambahkan terapi berupa senam tauhid dan tawakal. Senam tauhid intinya seperti gerak badan ringan, dengan menggerakkan kepala, tangan, kaki, dan pinggul. Hanya, senam ini diawali dengan doa. Gerakan terakhir adalah mengguncang-guncangkan telapak tangan diikuti dengan lafal ”Allah... Allah...” dengan lirih.

Sedangkan gerakan senam tawakal lebih meditatif. Sembari terus berdoa, pelaku membungkuk memegang mata kaki, sujud, dan duduk bertumpu pada lutut, masing-masing 10 menit. Menurut Sholeh, dengan menjalankan terapi lengkap dengan benar: salat tahajud serta senam tauhid dan tawakal, berbagai penyakit pun kabur.

Penyembuhan penyakit dengan menggunakan ibadah agama tidak hanya dilakukan Sholeh. Cukup banyak ragam ”terapi alternatif religius” yang beredar di masyarakat. Salah satunya yang tenar adalah terapi zikir dengan menggunakan medium air putih yang diterapkan Ustad Haryono. Dia disebut spesialis penyakit ganas: kanker, tumor, HIV, lever, kista, dan miom.

”Saya punya metode mematikan sel-sel kanker atau penyakit ganas,” kata pria 37 tahun kelahiran Pasuruan, Jawa Timur, itu. Menurut dia, doa dan zikir mengobati sakit psikis, sedangkan air putih memulihkan luka atau penyakit fisik. Haryono yakin, jika lafal zikir dibacakan pada air putih, ia akan mengeluarkan unsur positif yang menyembuhkan. ”Ini sudah diuji oleh lembaga kedokteran di Amerika Serikat,” katanya. Selain itu, air putih diyakini berkhasiat karena sudah digunakan sebagai sarana pengobatan sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

Kepada Tempo, Haryono mencontohkan cara mengobati kanker payudara. Telapak tangannya dia buka lebar sekitar lima sentimeter dari bagian tubuh pasien yang sakit. Dia melafalkan Al-Fatihah dan doa-doa lain, dan jemarinya bergerak perlahan sampai akhirnya mengepal erat.

Menurut dia, jika tangannya sudah mengepal, itu berarti penyakit sudah ada di dalam genggamannya. Dia tinggal mencabut kencang-kencang dari bagian tubuh tempat sel kanker bersarang. ”Dibersihkan pakai zikir, air putih yang sudah diberi lafal Al-Quran memulihkan luka kanker,” katanya dengan mimik serius. Namun, dia juga mengakui, pengobatan dengan cara yang dia terapkan ini sulit dipahami dengan nalar.

Benar, menurut Dr Ika Sri Nurtantri, belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan air yang didoakan bisa menyembuhkan penyakit, apalagi yang seserius kanker dan HIV. Ahli kesehatan jiwa dari Sanatorium Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, ini menyatakan mungkin pengaruh yang paling masuk akal dari air yang didoakan adalah keyakinan dari si pasien. ”Jadi air itu memberi sugesti,” katanya.

Lain dengan doa, zikir, dan salat. Untuk mereka, ada penjelasan ilmiahnya. Menurut Prof Dr dr Dadang Hawari, aktivitas beribadah terbukti mampu mendongkrak daya tahan. ”Ini disebut terapi psikoreligius,” kata psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu. Berbagai penelitian tentang tema ini telah melahirkan cabang ilmu baru: psikoneuroendokrinologi, yang menjelaskan hubungan faktor psikis, sistem saraf, dan kelenjar endokrin (sistem hormonal).

Menurut Ika, intinya, doa, zikir, dan salat memberikan efek tenang dan pasrah. Secara medis, kegiatan tersebut mirip proses relaksasi. ”Dalam kondisi tenang, pernapasan teratur, oksigen yang masuk ke tubuh lebih banyak, dan metabolisme tubuh menjadi lebih seimbang,” ujarnya.

Dadang dan Ika sepakat, pengobatan dengan doa, zikir, dan salat ini bersifat sebagai komplemen dari pengobatan medis. Dadang tetap menganjurkan orang berobat dulu ke ahli medis, baru dilengkapi yang religius. ”Intinya, berobat sambil bertobat,” kata Dadang.

Bina Bektiati, Nunuy Nurhayati, Hamluddin (Bekasi), Kukuh Setyo Wibowo (Surabaya)


Stres Vs Salat, Zikir, dan Doa

  • Bila stres mempengaruhi hypothalamus di otak dan menjalar ke kelenjar adrenal, akan terjadi produksi hormon kortisol, androgen, dan aldosteron secara berlebihan.
  • Aldosteron berpengaruh pada sistem kapiler pembuluh darah sehingga memicu gangguan kardiovaskuler, seperti penyakit jantung dan hipertensi.
  • Androgen berlebihan mengakibatkan kemandulan.
  • Daya tahan tubuh menurun menyebabkan mudah terkena penyakit.
  • Kortisol mengakibatkan stres dan mengganggu metabolisme glukosa, sehingga memicu diabetes.
  • Otak memproduksi hormon-hormon yang membuat relaks dan tenang, seperti seretonin, betaindofin, dan melatonin. Ketiga hormon ini menyebabkan efek negatif pada kesehatan mental dan fisik.
  • Melakukan salat, zikir, dan doa secara khusyuk dapat memicu produksi hormon dan zat-zat yang berguna bagi kekebalan tubuh untuk melawan dominasi hormon-hormon ”jahat” di atas.
  • Makrofag, sejenis sel yang memakan sel lain yang tidak normal karena racun yang masuk ke tubuh.

Zat-zat yang berguna menjaga kekebalan tubuh: eusinofil, basofil, dan limfosit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus