Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA hari berturut-turut, Rektor Universitas Jenderal Soedirman atau Unsoed, Akhmad Sodiq, mendatangi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Menemui pejabat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada 29-30 April 2024, Sodiq dan stafnya berdiskusi soal kenaikan uang kuliah tunggal (UKT). Kala itu para mahasiswa universitas negeri di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, tersebut sedang gencar menolak kenaikan UKT.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sodiq menjelaskan bahwa kenaikan UKT untuk mahasiswa baru tertuang dalam peraturan rektor yang ditekennya pada Kamis, 4 April 2024. Menurut Wakil Rektor Unsoed Bidang Akademik Noor Farid, petinggi Kementerian meminta perbedaan kenaikan UKT antarkategori tak terlalu jauh. “Sehingga antarlevel lebih landai,” kata Noor kepada Tempo, Kamis, 23 Mei 2024.
Pertemuan itu dihadiri oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Abdul Haris serta Sekretaris Direktorat Jenderal Tjitjik Sri Tjahjandarie. Tjitjik membenarkan cerita Noor. Guru besar kimia organik Universitas Airlangga, Surabaya, itu menilai kenaikan UKT di Unsoed untuk kategori di atas 1 dan 2 cukup tinggi. “Begitu kategori 3 dan 4, naik dua kali lipat,” ucapnya.
Rektorat Universitas Jenderal Soedirman memperluas golongan UKT dari kelompok 1 sampai 6 menjadi hingga 8. Kelompok 1 dan 2 merupakan pembayar uang kuliah dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Makin tinggi kelompok, makin besar biaya kuliah yang harus dibayar. Kenaikan UKT bahkan bisa mencapai 500 persen dari biaya semula.
UKT di fakultas hukum, misalnya, naik dari Rp 3 juta menjadi Rp 14,5 juta. Di jurusan teknik sipil biayanya meroket dari Rp 3 juta menjadi Rp 14 juta. Kenaikan UKT disampaikan kepada mahasiswa baru setelah mereka lolos seleksi. “Mereka seperti ditodong,” ujar Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsoed Maulana Ihsanul Huda kepada Tempo, Senin, 20 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Audiensi mahasiswa UNSOED dengan Rektor UNSOED Akhmad Sodiq (kedua dari kanan) mengenai kenaikan UKT Universitas Jendral Soedirman, di Pruwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, 26 April 2024. LPM Sketsa/Lili Amaliah
Dua pejabat Kementerian Pendidikan bercerita, kenaikan UKT di Unsoed sebenarnya telah disetujui lembaga mereka sebelum aturan rektor terbit. Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri menyatakan kenaikan UKT di kampus berstatus badan layanan umum (BLU) dan satuan kerja harus mendapat persetujuan Kementerian Pendidikan.
Adapun perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH) cukup berkonsultasi dengan Kementerian Pendidikan sebelum menaikkan uang kuliah tunggal. Universitas Jenderal Soedirman kini masih berstatus PTNBLU. Situs Unsoed menyebutkan bahwa pengelola kampus berharap bisa naik status menjadi PTNBH.
Dengan status badan hukum, Unsoed bisa mengelola sendiri keuangannya. Konsekuensinya, subsidi dari pemerintah akan berkurang menjadi sekitar 30 persen. Dari 184 kampus negeri, baru 21 universitas berstatus PTNBH. Unsoed terakhir kali menaikkan UKT pada 2013.
Edi Subkhan, penulis buku Pendidikan Kritis: Kritik atas Praksis Neo-Liberalisasi dan Standardisasi Pendidikan, mengatakan kampus yang ingin menjadi PTNBH harus menyiapkan pundi-pundi berisi setidaknya Rp 100 miliar. Sejumlah universitas lantas menaikkan UKT dan menerima lebih banyak mahasiswa dari jalur mandiri. “Kampus berstrategi menaikkan penghasilan,” kata Edi.
Seusai pertemuan di Kementerian Pendidikan, Rektor Unsoed merevisi aturan kenaikan UKT. Sejumlah UKT pun turun. Biaya kuliah di program studi kedokteran, misalnya, turun dari Rp 33,5 juta menjadi Rp 30 juta. “Ada juga yang turun antara Rp 250 ribu dan Rp 2,1 juta,” ujar Wakil Rektor Unsoed Bidang Akademik Noor Farid.
Badan Eksekutif Mahasiswa Unsoed tak puas atas revisi tersebut. Presiden BEM Unsoed Maulana Ihsanul Huda mengatakan revisi belum memenuhi tuntutan mahasiswa, yakni tak ada kenaikan UKT.
Kenaikan UKT juga mengepung mahasiswa baru di kampus lain. Universitas Riau (Unri) memperbanyak kelompok UKT dari 6 menjadi 12 kategori dan menaikkan biaya kuliah. Seperti Unsoed, Unri yang berstatus PTNBLU telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada 25 Maret 2024 untuk menaikkan biaya kuliah.
Mahasiwa Universitas Riau (UNRI) berunjuk rasa mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) di depan Gedung Rektorat UNRI, Riau, 14 Mei 2024. Tempo/Karunia Putri
Demonstrasi mahasiswa Unri membuat rektorat kampus itu berkonsultasi dengan petinggi Kementerian Pendidikan. Belakangan, kampus yang berada di Kota Pekanbaru itu menurunkan jumlah kelompok UKT menjadi 7. “Komposisi UKT ada yang turun ke level UKT 5, 6, dan 7,” tutur Kepala Subkoordinator Humas Unri, Evi Surianti, Senin, 20 Mei 2024.
Para pengurus BEM dan mahasiswa baru di kampus negeri yang ditemui Tempo menilai penurunan UKT masih setengah hati. Mereka merasa nilai UKT baru masih mencekik mahasiswa dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Dalam rapat kerja dengan Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 21 Mei 2024, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim menyatakan akan mengevaluasi kebijakan kampus menaikkan UKT. “Kami akan turun ke lapangan dan mengevaluasi kenaikan-kenaikan yang tidak wajar,” ujar pendiri perusahaan startup bidang transportasi, GoJek, ini.
•••
MENTERI Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menandatangani Peraturan Nomor 2 Tahun 2024 pada 19 Januari lalu. Peraturan ini membuka peluang universitas menaikkan UKT dengan persetujuan Kementerian Pendidikan.
Ketentuan itu merupakan revisi peraturan sebelumnya yang ditandatangani Nadiem pada 2020. Dua pejabat Kementerian Pendidikan bercerita, lembaga mereka meminta pendapat berbagai akademikus dari sejumlah perguruan tinggi negeri. Aturan baru membuka peluang kampus untuk menghitung UKT setelah Kementerian Pendidikan menetapkan biaya kuliah tunggal.
Dengan peraturan baru, kampus mendapat kelonggaran untuk menghitung beban biaya operasional mahasiswa di setiap jurusan. Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 2 Tahun 2024 hanya mengatur biaya kuliah UKT kelompok 1 dan 2, masing-masing Rp 500 ribu dan Rp 1 juta per semester.
Sedangkan UKT kelompok lain mempertimbangkan jenis program studi, indeks kemahalan wilayah, dan capaian standar nasional pendidikan tinggi. “Aturan itu implementasi Undang-Undang (Sistem Pendidikan Nasional),” kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Abdul Haris dalam rapat dengan Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 21 Mei 2024.
Empat anggota Komisi Pendidikan DPR bercerita, aturan baru itu keluar karena pemerintah gagal mengegolkan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Draf revisi undang-undang itu masuk ke Senayan pada 2022. Tapi, pada Agustus tahun itu, revisi Undang-Undang Sisdiknas mental dari program legislasi nasional.
Anggota Badan Legislasi DPR, Ledia Hanifa, bercerita, salah satu ketentuan yang menjadi sorotan adalah pasal yang mengatur partisipasi masyarakat dalam pendanaan satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah. “Seharusnya partisipasi pendidikan, bukan pendanaan,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera yang juga duduk di Komisi Pendidikan DPR itu.
Menurut Ledia, DPR ogah membahas draf revisi lantaran membuka peluang kampus menaikkan uang kuliah melalui partisipasi masyarakat. Adapun seorang pemimpin Komisi Pendidikan mengatakan revisi ditolak karena Nadiem Makarim ngotot memasukkan pasal yang memunculkan pungutan dan iuran di luar UKT.
Anggota Komisi Pendidikan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Andreas Hugo Pareira, tak membantah alasan itu. “Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional akhirnya batal dilanjutkan di Komisi Pendidikan,” kata Andreas.
Tempo berupaya meminta keterangan Nadiem Makarim seusai rapat dengan Komisi Pendidikan DPR. Namun ia enggan berkomentar. “Mohon maaf,” ucapnya. Surat permohonan wawancara yang dikirimkan oleh Tempo ke salah satu staf khususnya juga tak direspons hingga tenggat tulisan ini.
Rapat di DPR diadakan setelah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri berunjuk rasa menolak kenaikan UKT. Sebelum rapat, sejumlah pemimpin dan anggota Komisi Pendidikan mengajak Nadiem berdiskusi di ruang tunggu naratama. Mereka meminta Nadiem mengevaluasi aturan kenaikan uang kuliah tunggal. Namun Nadiem tak memberikan jawaban pasti.
Dalam rapat, sejumlah anggota Komisi Pendidikan kembali meminta pencabutan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 2 Tahun 2024. Tapi Nadiem menyatakan akan memastikan kenaikan UKT dilakukan secara rasional dan masuk akal. “Kami punya peran yang sangat kuat,” kata peraih master administrasi bisnis dari Harvard Business School, Amerika Serikat, itu.
Sejumlah anggota Komisi Pendidikan DPR yang ditemui Tempo bercerita, ada kegusaran bahwa Nadiem berupaya mengkomersialkan pendidikan tinggi dengan membuat aturan yang membuka peluang kenaikan UKT. Caranya adalah mengurangi subsidi negara dan melimpahkan beban itu kepada orang tua mahasiswa.
Ketua Komisi Pendidikan Syaiful Huda mengaku pernah berdiskusi dengan Nadiem soal komersialisasi kampus negeri. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu menyarankan Nadiem tak berprinsip pendidikan yang berkualitas harus mahal. “Pendidikan harus murah, terjangkau, dan berkualitas,” tutur Huda kepada Tempo, Selasa, 21 Mei 2024.
Mahalnya biaya kuliah itu juga terjadi karena porsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk pendidikan tak penuh dikelola Kementerian Pendidikan. Meskipun alokasi dana pendidikan dalam APBN diwajibkan sebesar 20 persen, pengelolaannya dipecah ke sejumlah kementerian dan lembaga.
Dalam APBN 2024, total anggaran pendidikan Rp 665,02 triliun. Tapi dana yang dikelola Kementerian Pendidikan hanya 15 persen atau sekitar Rp 98,7 triliun. Itu pun harus dibagi dengan pendidikan tingkat dasar dan menengah.
Alih-alih mencegah kenaikan UKT, pemerintah malah mengkaji program pinjaman untuk mahasiswa atau student loan buat membiayai kuliah. Konsep ini meniru cara Amerika Serikat. Namun, di Negeri Abang Sam, banyak mahasiswa kemudian kesulitan mengembalikan pinjaman tersebut selama bertahun-tahun. “Kami masih membahasnya secara internal,” kata Nadiem.
Pada Agustus 2023, kerja sama dengan pihak ketiga untuk pembayaran UKT mulai dijalankan oleh Institut Teknologi Bandung. Kala itu ITB bekerja sama dengan perusahaan penyelenggara pinjaman online, Danacita. Meski kebijakan itu menuai protes mahasiswa, ITB terus melanjutkan program tersebut.
Kebijakan Nadiem Makarim yang membuka peluang bagi perguruan tinggi negeri menaikkan UKT tentu saja mendapat dukungan kampus. Sejumlah universitas negeri tetap memberlakukan kenaikan uang kuliah tunggal terhadap mahasiswa baru. Dampaknya, sebagian calon mahasiswa memilih mundur karena keberatan terhadap nilai UKT baru.
Kampus pun tak segan menekan mahasiswa lawas yang menolak kenaikan UKT. Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Farras Raihan, mengaku seorang petinggi kampus itu mengancam akan mencabut Kartu Indonesia Pintar atau KIP Kuliah-nya jika terus mengkritik kenaikan uang kuliah tunggal.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 21 Mei 2024. Tempo/M Taufan Rengganis
Wakil Ketua BEM UNY Raihan Ammar mendapat intimidasi serupa. Seorang petinggi UNY menyampaikan pesan bahwa kampus bisa menaikkan UKT para pengkritik. Kampus pun bisa mengeluarkan mahasiswa yang menolak kenaikan UKT serta membekukan kepengurusan BEM.
Farras Raihan kemudian melaporkan intimidasi itu kepada Ombudsman Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta serta Syaiful Huda, Ketua Komisi Pendidikan DPR. Huda, politikus Partai Kebangkitan Bangsa, menunjukkan pesan Farras kepada Tempo. “Sudah saya teruskan pesan ini ke Kemendikbud agar mahasiswa yang memprotes tidak ditakut-takuti,” ucap Huda.
Sekretaris Direktorat Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni UNY Guntur membantah jika pejabat rektorat disebut mengancam mahasiswa yang mengkritik kenaikan uang kuliah tunggal atau UKT. Ia mengklaim UNY hanya mengingatkan mahasiswa penerima beasiswa KIP Kuliah agar tak memiliki indeks prestasi kumulatif atau IPK di bawah standar. “Kami wajib mengawal agar beasiswa ini tepat sasaran,” kata Guntur.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Francisca Christy Rosana, Hendri Yaputra, dan Intan Setiawanty berkontribusi pada artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dompet Tebal Kampus Negeri"