HARUS diakui: Marcos cemerlang. Ia hebat. Bukan saja karena ia kampiun memainkan suara baritonnya dalam berpidato, tapi otaknya pun encer. Ditambah satu kelebihan lagi: Imelda. Seorang "Dewi Supraba" berukuran 36-23-35. Wanita jelita dari Leyte, tenggara Filipina, ini dilahirkan pada pada tanggal 2 Juli 1929. Ayahnya seorang duda bernama Vicente Orestes Romualdez, yang menikahi Remedios Trinidad. Pada tahun 1952, Imelda nekat pergi ke Manila hanya berbekal sebuah kopor kecil dan uang lima peso. Ia tinggal di rumah pamannya, Daniel Romualdez, seorang politikus yang disegani waktu itu. Setelah menetap di Manila, Imelda, yang dilahirkan sebagai warga Visayan -- terkenal gemar pesta, hidup mewah, dan main cinta tumbuh subur. "Meldy", demikian panggilannya, punya hobi menyanyi, membaca, nonton, dan surat-menyurat. Aktris pujaannya: Ingrid Bergman. Tarian favorit: rumba. Sedang kesukaannya: main cinta. Karena bakat menyanyinya, Imelda diterima sebagai penyanyi di toko musik milik P.E. Domingo. Ia juga harus memperagakan kebolehannya main piano bagi para calon pembeli. Meldy juga sempat menjadi klerk di bank sentral sebelum kemudian terpilih menjadi ratu Manila. Untuk bisa menjadi ratu, Meldy harus berjuang keras. Antara lain dengan mengadakan pendekatan pribadi dengan menangis di hadapan wali kota Manila waktu itu. Padahal, seorang wanita lain telah terpilih sebagai ratu, karena kemampuannya lebih tinggi ketimbang Meldy. Sebagai salah satu bidadari di Manila, Imelda banyak memikat perjaka. Di antaranya kakak kelasnya ketika masih di SMP. Namanya, jangan kaget, Benigno (Ninoy) Aquino, yang kemudian menjadi musuh bebuyutan Marcos dan terbunuh pada 21 Agustus 1983. Pada awal tahun 1950-an Ninoy selalu menjemput Imelda dari toko musik Pak Domingo. Dari sana mereka berdua kia-kia menikmati udara sore hari, menuju Luneta Park. Selalu tampak asyik menyusuri jalan setapak di taman, sambil makan sandwich, sebelum mengakhirinya duduk di pantai Selat Manila, menikmati matahari tenggelam. Belakangan Ninoy menghindar, mengatakan tak lagi berpacaran dengan Imelda karena gadis itu terlalu tinggi. Imelda-lah yang patah hati lantaran Ninoy tertarik pada Corazon Cojuangco pada tahun 1954. Ia sering mengadu pada teman-temannya mengapa Ninoy pergi: karena Cory anak orang kaya. Pertemuan Imelda dengan Marcos berlangsung pada suatu malam di gedung MPR/DPR. Waktu itu Marcos sedang melepaskan lelah di kantin, sementara Imelda bersama seorang kawannya sedang menunggu Paman Daniel Romualdez, yang waktu itu menjadi ketua DPR. Marcos begitu terkesan pada penampilan Imelda, walaupun saat itu Imelda hanya berpakaian sederhana, bersandal, dan makan buah semangka. Marcos sudah mengenal wajah gadis itu lewat sebuah koran yang menampilkan Imelda dengan wajah serius sedang menulis pada selembar kertas. Singkat kata, bibir merah dan alis mata tebal Meldy membuat Marcos pusing. Ia pun meminta agar wanita itu berdiri, lalu Marcos berdiri di belakangnya. Setelah yakin tubuhnya lebih tinggi -- walaupun kenyataannya Imelda setengah inci lebih tinggi -- Marcos berlari menemui salah seorang koleganya. "Aku mau kawin," teriaknya dengan mata berbinar. Hanya sebelas hari setelah pertemuan malam itu, Marcos menghadiahkan sebentuk cincin berhiaskan 11 permata. Belakangan pasangan itu percaya bahwa angka 11 dan 7 adalah angka keberuntungan. Tepat tanggal 1 Mei 1954, Ferdinand Marcos yang telat kawin -- ia hampir berusia 37 tahun -- menikahi Imelda yang baru berusia 24 tahun. Mereka kemudian mempunyai tiga anak: Irene Marcos, Ferdinand Jr. atau Bong Bong, dan Imee Marcos. Imelda yang cantik itu selalu menjadi kebanggaan dan kesayangan Marcos. "Akan saya berikan segalanya yang Saudara pinta," katanya berulang-ulang dalam sebuah kampanye, "kecuali istri saya." Luneta Park, 30 Desember 1965. Taman di pusat kota Manila, yang baru saja ditanami rumput segar itu, dipenuhi pengunjung yang datang berduyun-duyun sejak dinihari. Payung berwama-warni menambah semarak upacara pengambilan sumpah Ferdinand Edralin Marcos menjadi presiden keenam Filipina. Luneta Park pun gemuruh ketika sebuah limousine tiba di depan podium kehormatan. Mengenakan baju barong yang sejuk dan celana hitam, Marcos keluar dari mobil. Sambil tersenyum dan mengacungkan tanda V, ia menuju panggung kehormatan. Yang lebih mencolok adalah kehadiran istrinya. Mengenakan rok bordiran warna cerah dengan lengan kupu-kupu, Imelda Marcos keluar dari mobil. Tangannya yang lembut dilapis kaus, menggenggam seikat bunga. Jepretan kamera wartawan langsung menyambarnya tatkala mengacungkan tanda V. Sambil menuju ke kursi kehormatan, ia mampir mencium jemari tangan Kardinal Santos tanpa berlutut. Upacara hari itu mengingatkan orang akan pengangkatan John F. Kennedy sebagai presiden AS beberapa tahun sebelumnya. Imelda Marcos berperan sebagai Jackie Kennedy, yang kebetulan lahir pada bulan dan tahun yang sama dengan Imelda. Anak-anaknya pun hadir di sana. Malah Bong Bong, anak lelakinya, sempat membuat pusing petugas keamanan, karena tiba-tiba minta dibelikan permen karet. Sekali lagi Ferdinand Marcos menunjukkan kebolehannya dalam penobatan yang disebutnya sebagai "sebuah mandat untuk kebesaran". Lebih dari setengah jam Marcos berpidato. Sesekali tangannya diacungkan ke udara. "Setiap bentuk kemewahan dan pemborosan sangat bertentangan dengan kepentingan umum," katanya. Tepuk tangan dan teriakan gemuruh menyambutnya. Selama itu, ia tak sempat lagi menengok teks pidato yang telah dipersiapkannya. Ada yang menghitung, Marcos mendapat sambutan tepuk tangan sampai sembilan belas kali. "Ia memang benar-benar seperti magnet," kata Jack Valenti, mengenang. Valenti, asisten khusus Presiden AS Lindon B. Johnson, itu memang sahabat karib Marcos. Hampir setiap kesempatan ia diundang orang kuat Filipina itu. Sampai-sampai sehari sebelum pelantikannya, Marcos masih mengajak Valenti main golf. "Maaf, Pak, besok 'kan upacara pelantikan Anda menjadi presiden," tanya Valenti. keberatan. "Ya, saya tahu, kalau begitu, kita mulai main golf pada pukul enam pagi, bagaimana?" jawab Marcos. Benar. Pagi-pagi benar, sementara seluruh rakyat Filipina berdoa untuk kesejahteraan presiden barunya, Marcos dan Valenti menyusuri jalan-jalan sepi di Wack Golf dan Country Club. Sebagai putra Ilocano yang menjadi presiden Filipina, Marcos senantiasa memperhatikan provinsi tempat asalnya. Jalan-jalan raya yang menghubungkan ibu kota Laoag dengan kota-kota kecil, seperti Batac dan Sarrat, diperhalus. Sebuah hotel internasional pun dibangun untuk menampung para turis. Tak jauh dari situ, sebuah lapangan golf terbesar di Filipina dibangun di dekat sana. Supaya lebih afdal, sebuah istana yang diberi nama Malacanang of the North dibangun di dekat Danau Paoay. Di sinilah biasanya keluarga Marcos menghabiskan waktu akhir pekannya. Sementara keluarganya beristirahat di dalam istana yang mempunyai beberapa kamar tamu plus ruang tidur khusus, Ferdinand Marcos acap tampak bermain ski air. Marcos merupakan salah seorang presiden di dunia yang bertubuh atletis. Selain tak merokok maupun minum minuman keras, ia -- yang mempunyai berat sekitar 60 kg ini -- gemar berolahraga apa saja. Tak heran bila dalam kamarnya selalu tersedia besi pemberat untuk latihan tangan. Bahkan, "Pada hari terakhirnya di Malacanang, di meja kerjanya ditemukan alat pegas penggenggam tangan (alat seperti tang yang diremas-remas untuk memperkuat tangan itu, lho) dan sebuah New Balance tergolek di bawah meja," tutur pemandu wisata di Istana Malacanang. Bagi anak-anaknya, Marcos dan Imelda adalah orangtua yang baik. Mereka begitu memperhatikan anak-anaknya. Tatkala Imee Marcos menikah dengan Gregorio Araneta III, anak pengusaha real estate, keluarga Marcos mengadakan pesta besar-besaran di Sarrat -- kampung kelahiran Marcos. Di desa kecil ini Imelda menyulap gubuk-gubuk di seluruh desa dengan rumah kayu yang dicat rapi. Gereja tempat pernikahan itu pun direnovasi. Lampu gantung raksasa dan peralatan penerangan diboyong dari gedung PICC -- Philippines International Cultural Centre -- Manila. Bunga-bunga segar dipesan Imelda dari luar negeri. Di halaman gereja ditanam pohon bunga yang diharap akan mekar pada hari pernikahan Imee, 14 Agustus 1983. Tapi, sayang, bunga-bunga itu belum juga mekar. Imelda lalu memerintahkan guru-guru desa setempat untuk membuat bunga kertas, dan meletakkannya pada tangkai bunga di halaman gereja itu. Tepat seminggu setelah pesta pernikahan itu berlangsung, terjadilah pembunuhan Benigno "Ninoy" Aquino. Kabarnya, begitu berita pembunuhan Aquino sampai ke Malacanang, Imelda kontan panik dan menghampiri suaminya untuk menyampaikan berita buruk itu. Marcos, yang baru pulih dari operasi ginjalnya, marah besar, sampai melemparkan sesuatu ke arah istrinya. Bagian bawah mata kanan Imelda memar, sehingga tak mau tampil di depan umum selama berhari-hari. Imelda pun dikabarkan ikut marah-marah: memecahkan barang-barang antik di kamarnya yang berharga sampai ribuan dolar. Hari-hari terakhir Marcos dilalui dengan kepedihan. "Era Marcos sudah berakhir," kata Philip Habib, veteran diplomat yang terkenal mampu menyelesaikan berbagai masalah. Departemen Luar Negeri AS mengadakan pertemuan rahasia selama beberapa hari dan memutuskan agar Marcos langsung hengkang dari Filipina. Bekas sekretaris eksekutif Marcos, Alejandro Melchor, dipanggil dan diberi pesan bahwa Presiden Reagan tak mau menelepon Marcos karena dua alasan. Pertama, kalau ditelepon Marcos pasti akan ngotot bahwa ia yang memenangkan pemilu. Alasan kedua, dikhawatirkan rencana untuk mengungsikan Marcos akan menemui kegagalan. Pada jam tiga pagi, hari Selasa, Marcos menelepon Senator Paul Laxalt di AS dan menawarkan dua usulan. Yakni bahwa Nyonya Aquino boleh duduk di kursi kepresidenan nanti setelah Marcos menghabiskan masa jabatannya sampai tahun 1987. Lalu, bila Aquino menjadi presiden, Marcos agar tetap diperbolehkan tinggal di Filipina. Senator Laxalt pun menjanjikan akan menelepon kembali keesokan harinya. Padahal, semua senator, termasuk Laxalt, telah dibriefing Departemen Luar Negeri mengenai keputusan pemerintah AS: Marcos harus hengkang dari Fllipina. Pukul lima pagi di Manila, Laxalt menelepon Malacanang. "Bagaimana? Apakah Presiden Reagan setuju usul saya?" tanya Marcos. Laxalt berbelit-belit, mengatakan bahwa Reagan sedang sibuk, belum ada jawaban. "Kalau Anda jadi saya, apa yang Anda lakukan?" tanya Marcos. "Kalau saya, saya akan meninggalkan Filipina," jawab Laxalt. Tak ada suara dari Manila dalam beberapa saat. Tapi napas Marcos masih terdengar satu-satu. "Mister Marcos, apakah Anda mendengar saya?" tanya Laxalt. "Ya. Wah, saya benar-benar kecewa," jawab Marcos dengan suara lemah. Tepat jam 21.05, tanggal 28 Februari 1986, empat helikopter AS menggeram meninggalkan pelataran Istana Malacanang. Di dalamnya Ferdinand Marcos bersama istri dan ketiga anaknya, serta keluarga Fabian Ver. Dari lantai atas kedutaan besar AS di Manila, Dubes Bosworth dan beberapa stafnya memperhatikan keempat helikopter itu menembus gelapnya malam. Ia buru-buru menuju pesawat telepon dan memutar nomor rumah Nyonya Corazon Aquino. "Selamat malam, Nyonya Presiden."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini