Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bintang Lama Penjaga Anggaran

Sri Mulyani Indrawati dipilih menjadi Menteri Keuangan karena dianggap piawai mengelola anggaran negara. Berani berkata "tidak" kepada presiden.

1 Agustus 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEPUK tangan para petinggi Direktorat Jenderal Pajak dan ratusan kepala kantor pelayanan pajak membahana di aula Istana Negara saat Sri Mulyani Indrawati tiba, Kamis pekan lalu. Sambutan serupa tidak diberikan kepada menteri lain yang hadir dalam pertemuan tersebut. Siang itu Sri Mulyani, yang baru dua hari dilantik sebagai Menteri Keuangan menggantikan Bambang Brodjonegoro, memang menjadi bintang. "Terima kasih... terima kasih," katanya sembari tersenyum.

Para kepala kantor pajak itu diundang ke Istana untuk mendengarkan arahan Presiden Joko Widodo tentang program pengampunan pajak atau tax amnesty. Bergulir sejak 18 Juli lalu, program ini ditargetkan pemerintah memberi pemasukan dana Rp 165 triliun. "Ini harus berhasil tax amnesty," ujar Jokowi saat memberikan arahan kepada Sri Mulyani dalam rapat kabinet gabungan beberapa jam setelah pelantikan para menteri baru hasil perombakan kabinet jilid kedua, Rabu pekan lalu.

Dalam rapat kabinet itu, Jokowi meminta Sri Mulyani mengumpulkan kepala kantor pelayanan pajak keesokan harinya. Selain Sri Mulyani, menteri yang hadir dalam acara pengarahan tax amnesty itu antara lain Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro. Tampak juga Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo, serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Muhammad Yusuf.

Terpilihnya Sri Mulyani menjadi angin segar bagi para pegawai pajak yang dibebani target tinggi. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016, pemerintah mencanangkan penerimaan pajak Rp 1.539 triliun. Kendati kenaikannya hanya 5 persen dari tahun lalu, target ini terbilang berat. Tahun lalu saja penerimaan pajak hanya 81,5 persen dari target. Karena alasan ini, Sigit Priadi Pramudito mengundurkan diri sebagai Direktur Jenderal Pajak. Yang mencemaskan, hingga akhir Juni lalu, realisasi setoran pajak baru mencapai Rp 518,4 triliun dari target di APBN Perubahan 2016 sebesar Rp 1.539 triliun atau hanya 33,7 persen.

Harapan besar memang tengah digantungkan di pundak mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu. Dari rekam jejaknya ketika menjadi Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005-2010, Sri Mulyani terbilang sukses mengawal penerimaan pajak. Bahkan pada 2008, yang tengah dibayangi krisis ekonomi global karena runtuhnya pasar properti Amerika Serikat, realisasi penerimaan pajak pemerintah tercatat Rp 658 triliun atau di atas target Rp 609 triliun. Ini salah satunya berkat program sunset policy atau pemberian fasilitas perpajakan dalam bentuk penghapusan sanksi bunga.

Sofjan Wanandi, pengusaha yang kini menjadi penasihat Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengatakan Sri Mulyani terpilih menjadi Menteri Keuangan karena punya kemampuan mengelola penerimaan dan belanja negara. Namun, kata Sofjan, Sri tidak boleh bergantung hanya pada tax amnesty dalam mengejar target pajak. "Tantangan dia adalah mengejar target penerimaan pajak di tengah lesunya ekonomi dunia karena harga komoditas anjlok," ucap Sofjan.

Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal kementerian Keuangan Anggito Abimanyu sepakat bahwa Sri Mulyani orang yang tepat menjadi Menteri Keuangan di tengah turunnya penerimaan pajak dan masih suramnya ekonomi dunia. Anggito, yang merupakan bekas anak buah Sri Mulyani, mengatakan mantan bosnya itu akan cepat menyelesaikan permasalahan fiskal yang menjadi titik lemah perekonomian Indonesia saat ini. Pembenahan, kata dia, harus dimulai dari sektor pajak. "Dia tinggal melanjutkan reformasi pajak yang sudah dibangunnya sejak menjadi Menteri Keuangan pada 2005," ujarnya.

Tantangan yang dihadapi Sri Mulyani saat ini, kata dia, berbeda dengan krisis 2008. Ketika itu, menurut Anggito, pertumbuhan Cina, yang menjadi negara tujuan ekspor komoditas Indonesia, mencapai 10 persen. Harga komoditas di pasar dunia sedang meroket. Adapun saat ini, Anggito menuturkan, ekonomi Cina tengah mengalami perlambatan ekonomi, dan harga komoditas, terutama batu bara, sangat anjlok.

Sebagai gambaran, pada semester pertama tahun ini, ekonomi Cina hanya tumbuh 6,7 persen. Pada 2012, ekonomi Negeri Panda masih bisa bertumbuh 7,8 persen. Dampaknya pada Indonesia cukup signifikan. Serapan Cina terhadap ekspor Indonesia terus menurun seiring dengan pelemahan ekonomi negara itu. Pada 2012, Cina menyerap 14,2 persen ekspor Indonesia, tapi pada semester pertama tahun ini angkanya tinggal 9,6 persen. Selain itu, pada 2012, Cina menduduki peringkat pertama negara tujuan ekspor. Tahun ini Cina berada di posisi ketiga.

Selain soal pajak, menurut Sofjan, Sri Mulyani harus menjaga secara ketat belanja pemerintah yang terus membengkak. Jika tak dikendalikan, kata dia, defisit anggaran bisa terus melebar dan melebihi batas 3 persen yang diatur Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sofjan berharap Sri Mulyani tetap keras dalam mengontrol pengeluaran pemerintah, termasuk presiden. Ini, kata dia, sudah dipraktekkan Sri ketika menjadi menteri Susilo Bambang Yudhoyono. "Hanya dia yang bisa bilang kata 'tidak' untuk menjaga stabilitas anggaran, termasuk ke presiden," ujar Sofjan. "Ia piawai mengawal anggaran."

Pada saat krisis global 2008, Sri Mulyani bisa menjaga defisit anggaran sampai di level 0,08 persen dari produk domestik bruto (PDB). Defisit anggaran seperti ini didukung penerimaan pajak yang naik secara signifikan pada tahun itu. Untuk 2016, menurut Sofjan, yang paling realistis adalah Sri Mulyani memperketat anggaran karena penerimaan pajak diprediksi tidak mengalami lonjakan drastis. "Dia harus bekerja sama dengan menteri lain untuk benar-benar menggunakan anggaran secara efektif dan efisien," katanya.

Menurut Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan Anggaran sampai 30 Juni 2016, penerimaan dan belanja negara masih jomplang. Realisasi defisit anggaran telah mencapai 1,83 persen dari PDB atau Rp 276,6 triliun. Nilainya hampir mendekati target defisit dalam APBN Perubahan 2016 sebesar Rp 296,7 triliun atau 2,35 persen dari PDB. Menurut laporan itu, kondisi tersebut dipengaruhi pertumbuhan domestik yang masih lesu, tren perlambatan ekonomi global sehingga laju ekspor dan impor rendah, penurunan permintaan dari negara maju, serta rendahnya harga komoditas dunia, terutama batu bara.

Menteri Keuangan, kata Anggito Abimanyu, tak bisa sendirian mengawal anggaran. Menurut dia, Presiden harus mau diajak diskusi oleh Menteri Keuangan. "Dulu presidennya mau mendengar Menteri Keuangan sehingga Indonesia bisa keluar dari krisis." Dia berharap Presiden Jokowi melakukan hal yang sama.

Sri Mulyani mengatakan pekerjaan besarnya yang paling dekat adalah memelototi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 yang telah disusun menteri sebelumnya, Bambang Brodjonegoro. Menurut dia, APBN adalah dasar untuk memperbaiki perekonomian nasional. "Prioritas adalah koordinasi di dalam APBN dari sisi perencanaan anggaran, juga detail sisi pembiayaan dan belanja."

Anton Aprianto, Putri Adityowati, Istman M.P.


Pengaruh Ekonomi Cina terhadap Ekspor Indonesia ke Cina

 2012 2013 2014 2015 2016
Ekspor Cina ke Indonesia terhadap
total ekspor Indonesia
13,6% 14,2% 11,3% 9,9% 9,6%
Pertumbuhan ekonomi Cina 7,8% 7,6% 7,64% 6,9% 6,7%

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus