Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGGEREBEKAN diskotek MG International Club oleh Badan Narkotika Nasional pada Ahad dinihari pekan lalu seperti adegan di film laga. Dua puluhan petugas bersenjata laras panjang merangsek di bawah pendaran lampu warna-warni. Anjing pelacak menyalak, bersahut-sahutan dengan dentaman bas musik disko. Pengunjung berhamburan dikejar petugas BNN. Musik tak berhenti mengentak karena disc jockey ikut kabur tanpa sempat mematikannya.
Koordinator bagian keuangan MG, Syamsul Anwar, yang sedang makan di dekat meja resepsionis, mulanya berniat lari. "Tapi enggak jadi begitu melihat senjata," kata Syamsul kepada Tempo seusai pemeriksaan di kantor BNN di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Jumat pekan lalu. Adik ipar pemilik diskotek ini pasrah saat anggota BNN menggiringnya ke ruang utama yang bersebelahan dengan resepsionis untuk dites urine.
Dinihari itu, BNN pusat dan BNN DKI Jakarta mengerahkan 150-an personel ke diskotek di Jalan Pangeran Tubagus Angke, Jakarta Barat, tersebut. Sejak tiga bulan lalu, BNN mencium tempat hiburan malam milik Agung Ashari alias Rudi itu mengedarkan narkotik jenis baru. "Ini sabu dalam bentuk cair," kata Kepala BNN DKI Jakarta Brigadir Jenderal Johny Pol Latupeirissa, Selasa pekan lalu.
Dua personel BNN yang sudah berbulan-bulan mengintai MG terus mengabarkan kondisi di dalam diskotek. Ingin meminimalkan perlawanan, tim penyergap baru masuk setelah mendapat informasi bahwa para pengunjung sudah mabuk berat akibat menenggak narkotik cair.
Sekitar pukul 02.00, tim tiba di lokasi. Begitu turun dari truk, mereka menyebar. Lima belas orang mengepung pintu belakang yang bersisian dengan perumahan di Jalan Wijaya. Sedangkan sisi yang bersebelahan dengan Jalan Perdana Kusuma diblokade 20 personel.
Dua petugas pengamanan MG tak berkutik oleh serbuan kilat ini. Sepuluh personel K-9 BNN masuk bersama anjing pelacak. Tugas tim ini mencari tempat penyimpanan sabu cair- belakangan diralat BNN menjadi amfetamin cair- di dalam diskotek. Gonggongan anjing jenis gembala Jerman itulah yang kemudian membuat pengunjung diskotek kocar-kacir. "Mereka yang lemas karena pengaruh obat mendadak bangun dan lari-lari," ujar Johny.
Tim K-9 dan 20-an personel BNN mengabaikan kegemparan di lantai bawah. Mereka langsung naik ke lantai dua karena ada informasi narkotik cair disimpan di sana. Ternyata nihil. Bilik-bilik di lantai itu kosong. Demikian pula gudang yang berada di sudut lantai itu.
Mereka kemudian naik ke lantai tiga. Tapi petugas kembali membentur tembok. Lantai itu berantakan karena sedang direnovasi. Mereka lalu melanjutkan pencarian di lantai empat, lantai teratas gedung diskotek. Di sana, ada tiga bilik berbentuk "L". Di pintu ruang yang paling dekat dengan tangga terpacak tulisan "Manajemen". Di pintu bilik di sampingnya tertulis "Personalia dan "Accounting".
Salakan anjing pelacak justru makin nyaring saat mendekati ruang ketiga yang berukuran kecil di ujung "L". Bilik enam meter persegi itu terkunci. Tim BNN kemudian memecahkan kaca bilik dan masuk ke ruang tersembunyi itu. "Ternyata tebakan BNN meleset," ujar Johny. "Diskotek itu tidak hanya menjual, tapi membuat narkoba."
Di ruangan itu, BNN menemukan 80 botol air mineral ukuran 330 mililiter berisi amfetamin cair siap edar, bahan-bahan pembuatnya, termasuk cairan pestisida, serta alat cetak pil ekstasi. Narkotik cair tersebut dijual Rp 400 ribu per botol.
Sementara tim di lantai empat mengumpulkan barang bukti, Syamsul bersama 12 karyawan MG lainnya dikumpulkan bersama 170 orang pengunjung diskotek untuk menjalani tes urine. Hasilnya, 120 pengunjung positif mengkonsumsi amfetamin. Sedangkan semua karyawan, termasuk Syamsul, negatif. Mereka dipulangkan.
Sehari setelah penggerebekan, BNN menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Wastam, Mislah, Fadly, Ferdiansyah, dan Dedi Wahyudi. Semuanya pegawai MG. BNN juga mengumumkan Agung Ashari dan Syamsul Anwar sebagai buron. Lewat media, Kepala BNN Komisaris Jenderal Budi Waseso mengultimatum keduanya agar menyerahkan diri. "Mudah-mudahan tertangkap dalam keadaan hidup," kata Budi Waseso. "Kalau melawan, ya sudah, tahu sendiri risikonya, bisa mati."
Syamsul, yang mendengar berita tersebut, kalang-kabut. Pria 32 tahun ini akhirnya mendatangi BNN pada Rabu pekan lalu. "Saya merasa tidak tahu apa-apa soal narkoba itu," ujar Syamsul. Ia mengatakan kakak iparnyalah yang menjalankan bisnis narkotik di MG. Syamsul mengaku hanya mengurus keuangan diskotek.
SUDAH empat tahun ini, sejak pertengahan 2013, Agung Ashari melarang semua karyawannya naik ke lantai empat diskotek. "Kami hanya boleh sampai lantai dua," ujar Syamsul, yang sudah bekerja di bagian keuangan sejak tempat itu dibuka pada 2007. Layaknya Walter White dalam film seri Breaking Bad, Agung Ashari sendirian meracik narkotik jenis baru di ruang rahasianya di lantai empat.
Pada mulanya, Syamsul dan beberapa pegawai MG memiliki ruang kerja di lantai empat. Tapi, dengan alasan ingin memperluas bangunan, Agung memindahkan semua karyawannya ke lantai paling bawah. Rupanya, bukan renovasi tujuan Agung mengosongkan lantai empat. Ia malah membangun pabrik narkotik cair. Jauh sebelum menjadi peracik narkotik, Agung pengusaha tempat hiburan biasa.
Menurut Syamsul, tidak ada yang tahu bagaimana Agung meracik narkotik. Jangankan membuat, karyawan pun tidak diizinkan menurunkan botol yang sudah berisi narkotik cair dari lantai empat. Sang bos akan turun membawa botol-botol tersebut dan meletakkannya di lantai dua.
Metode tersebut berlangsung mulus selama empat tahun hingga BNN mulai menciumnya sekitar tiga bulan lalu. Johny Pol Latupeirissa mengatakan penemuan narkotik cair ini berawal dari penangkapan seorang pengedar sabu. Si bandar kemudian bernyanyi bahwa ada sabu cair yang beredar di beberapa diskotek di Ibu Kota.
Setelah mendapat laporan awal dari BNN DKI Jakarta, Budi Waseso meminta anak buahnya mengumpulkan bukti permulaan. Dalam bulan pertama penyelidikan, BNN mendapati narkotik jenis ini mudah ditemukan di sejumlah diskotek di Jakarta. "Saya minta mereka mencari pengedar besarnya," kata Budi. "Jangan yang kecil saja."
Di lapangan, tim menemukan peredaran terbanyak ada di diskotek MG. Stok barangnya melimpah. "Yang beli banyak, tapi tak habis-habis," ujar Budi. BNN curiga ada penyuplai besar ke diskotek tersebut. Tapi tak mudah membeli narkotik itu di MG. Pembeli harus menjadi anggota tetap lebih dulu.
Untuk menjadi member juga tak gampang. Syamsul akan menyaring kelayakan calon anggota. Salah satu syaratnya adalah tingkat kehadiran calon member ke diskotek. Menurut Syamsul, jika sering datang, mereka makin mudah mendapat akses. Berdasarkan buku catatan diskotek, ada 750-an anggota tetap di klub malam tersebut.
BNN lalu menyusupkan informan ke diskotek MG. Tugas pertamanya menjadi member agar bisa membeli narkotik botolan. Agar tak mengundang curiga, sang informan kerap datang ke diskotek ditemani kawannya yang sudah menjadi anggota. Dalam waktu sekitar tiga pekan, informan itu menjadi anggota tetap dengan membayar uang pangkal Rp 600 ribu.
Tugas sang informan selanjutnya adalah menyelundupkan "air setan"- sebutan oleh para pemakainya- itu untuk diuji di laboratorium. Ini tidak mudah. Diskotek melarang pengunjung membawa tas. Apalagi ada dua pegawai MG, yakni Ferdiansyah dan Dedi Wahyudi, yang tidak hanya mengawasi transaksi, tapi juga terus-menerus memantau pengunjung.
Adapun tersangka Wastam, Mislah, dan Fadly bertugas menerima pembayaran dan mengambil barang. Syamsul mengatakan, setelah diskotek tutup, Wastam akan menyerahkan uang hasil penjualan narkotik kepadanya. "Siang harinya saya transfer ke Bos," ujarnya.
Syamsul mengatakan, dalam sehari, uang penjualan narkotik cair bisa mencapai Rp 8 juta. Angka ini naik di akhir pekan menjadi Rp 16-20 juta.
Sebagai koordinator bagian keuangan, Syamsul mengurus pemasukan dan pengeluaran diskotek. Tapi, menurut dia, duit hasil penjualan narkotik cair tidak pernah masuk ke kas MG- dipisahkan dari pembukuan.
Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Polisi Arman Depari menyangkal keterangan Syamsul. Menurut dia, omzet penjualan narkotik cair itu bisa sampai Rp 70 juta. Apalagi kapasitas produksi "dapur" MG mencapai 150-170 botol per hari.
Setelah memetakan "tokoh" dan perannya di dalam diskotek, BNN dan si informan menyusun rencana menyelundupkan narkotik keluar dari gedung. Pada malam pertengahan November lalu, informan itu berpura-pura "fly" setelah membeli sebotol narkotik. Ia menukar narkotik cair- yang saat itu dikira sabu cair- dengan air mineral biasa, lalu menyelipkan botolnya di kaus kaki.
BNN kemudian mengecek kandungan di dalam botol tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan di laboratorium, pabrik narkotik MG menggunakan campuran bahan seperti piperonal atau heliotropin, asam asetat murni (glacial acetic acid), benzokuinon, dan merkuri klorida. Belakangan diketahui, MG tidak hanya membuat amfetamin cair, tapi juga ekstasi cair. Prekursor atau bahan dasarnya sama.
Pada Ahad dinihari pekan lalu, BNN akhirnya menggerebek tempat tersebut. Sayangnya, Agung tak dapat digari.
Menurut Syamsul, Agung sebenarnya sempat datang ke diskotek sekitar pukul 00.30. Tapi, satu jam kemudian, ia pergi. Saat penggerebekan, BNN menemukan peralatan seperti kompor pemanas untuk membuat narkotik cair masih menyala. Selain itu, ada adonan amfetamin yang sedang dikeringkan.
BNN telah menggeledah rumah Agung di Perumahan Malibu Blok B-19, Cengkareng, Jakarta Barat. Tapi si empunya rumah entah di mana. Syamsul mengatakan tidak mengetahui keberadaan Agung.
Di rumah itu, BNN menemukan tulisan tangan Agung tentang cara membuat narkotik cair. Selain itu, ditemukan buku-buku kimia. Pria asal Makassar tersebut diduga belajar meracik narkoba secara otodidaktik.
Arman Depari menduga MG juga memproduksi ekstasi cair di luar diskotek. Sebab, tim BNN juga menemukan alat peracik. "Kami menemukan bahan yang sama di rumah Agung di Cengkareng," katanya.
Menurut Arman, tak tertutup kemungkinan ekstasi cair buatan MG itu juga beredar di luar diskotek. Indikasinya, ada ekstasi yang dikemas dalam botol ukuran 10 mililiter yang diduga biang narkotik cair.
Seorang aparat penegak hukum menduga kaburnya Agung bukan karena kebetulan. Agung disinyalir dekat dengan aparat. Sumber ini menuturkan, sekitar empat bulan sebelum penggerebekan oleh BNN, keberadaan narkotik cair di diskotek MG sebenarnya sudah terbongkar pada saat ada razia oleh aparat lain.
Dalam penggerebekan itu, aparat menemukan beberapa botol narkotik cair. Sejumlah pegawai sempat ditangkap. Tapi mereka dilepaskan setelah Agung ditengarai menyuap petugas sebesar Rp 1 miliar. Kasus pun menguap begitu saja.
Budi Waseso mengatakan tidak tertutup kemungkinan ada yang melindungi MG sehingga bisnis narkotiknya bisa bertahan selama dua tahun. Dugaan keterlibatan aparat, antara lain, terlacak dari prekursor yang ditemukan di "dapur" narkotik MG. Bahan kimia untuk pembuatan ekstasi dan sabu itu masuk Indonesia lewat jalur impor resmi.
"Ada tanda-tanda prekursor didatangkan secara legal," ujar Budi. "Kami sedang menelusuri oknum yang membantu jaringan MG."
Syailendra Persada, Linda Trianita, Caesar Akbar, Inge Klara Safitri, M. Julnis Firmansyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo