Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SOSOK Budiman Sudjatmiko memantik perhatian setelah dia menyatakan dukungannya kepada calon presiden Prabowo Subianto pada akhir Agustus 2023. Beberapa hari kemudian, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memecat pria 53 tahun itu. Partai banteng moncong putih menganggap Budiman membelot karena tak mendukung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Di kalangan aktivis 1998, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PDIP periode 2009-2019 itu juga dituduh sebagai pembelot karena mengusung Prabowo yang disebut sebagai produk Orde Baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budiman beralasan seorang tentara, intelijen, dan aktivis memiliki pandangan strategis dan visioner untuk Indonesia. Ia mengklaim menemukan figur itu pada Prabowo. Ia juga mengaku tak memiliki dendam terhadap rezim yang pernah memenjarakannya pada 1996. Dukungan kepada Prabowo, kata dia, bukan karena uang. Berikut ini petikan wawancara Budiman dengan wartawan Tempo, Aisha Shaidra, Avit Hidayat, dan Egi Adyatama, di Tebet, Jakarta Selatan, pada 27 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah Anda mendukung Prabowo karena kepentingan pragmatis?
Sangat tidak pragmatis! Justru sangat ideologis dan strategis. Saya dan teman-teman yang lain tidak berjuang untuk menjadikan Indonesia negara liberal. Jadi, setelah 25 tahun melewati demokrasi, agenda bangsa harus mengubah prioritas. Agenda keadilan dan kemajuan harus ditempatkan di depan. Toh, tidak mengorbankan kebebasan. Kecuali kalau memang ada yang mau kembali ke otoritarianisme, itu kami tolak.
Bukankah Anda aktivis 1998 yang menentang Prabowo di masa lalu?
Kalau dikatakan saya mewakili aktivis, secara ofisial saya tidak mewakili siapa-siapa. Saya warga negara biasa, bukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, bukan perwakilan partai. Tidak ada surat keputusan yang menyatakan saya ikon aktivis 1998. Saya hanya bagian anak sejarah.
Lantas apa alasan Anda memilih Prabowo?
Ada agenda lain yang lebih mendesak untuk diselesaikan. Kita butuh agenda hilirisasi, agenda Indonesia menjadi negara industri. Hal itu enggak bisa ditawar-tawar. Kalau saya pragmatis, bisa saja ke partai besar. Saya juga sudah banyak berdiskusi dengan Ibu Megawati Soekarnoputri dan dikasih panggung.
Apakah PDIP tidak menampung gagasan Anda?
Saya sering berdiskusi dengan Bu Mega. Beliau sering mengatakan soal kepemimpinan strategis. Tapi kemudian saya bisa pahami karena PDI Perjuangan adalah partai yang besar dari tradisi populisme agraris. Kenapa kemudian Pak Joko Widodo pada 2014 diterima oleh publik? Karena merepresentasikan tokoh populis, belum sebagai tokoh industrialis strategis. Baru pada 2019, periode kedua, dia melakukannya.
Apa yang membuat Anda tiba-tiba mendukung Prabowo?
Tentu Pak Prabowo bukan yang ideal, tapi dia mendekati itu. Waktu itu saya ketemu dengan Pak Prabowo di Kertanegara pada 18 Juli 2023. Saya belum berpikir mendukung dia. Secara politik, beliau bagus dan sudah jadi bagian dari pemerintahan Pak Jokowi di periode kedua. Pak Ganjar juga bagus, ini sayang kalau keduanya bertarung. Semestinya dijadikan satu saja, untuk memastikan mandat keberlanjutan, kepemimpinan strategis visioner mendapat margin suara yang tebal dalam pemilihan presiden 2024. Caranya adalah menyatukan kekuatan PDI Perjuangan dengan Partai Gerindra, dan mungkin Golkar, NasDem, atau partai lain.
Anda menilai program Prabowo bagus. Bukankah program food estate di Kementerian Pertahanan bermasalah?
Itu enggak apa-apa, dibuka saja nanti dalam debat calon presiden, enggak ada masalah. Kalau Pak Prabowo kan tidak mau ya buka soal kasus Wadas, soal e-KTP, atau soal Formula E.
Benarkah Anda bergabung ke kubu Prabowo karena sedang terlilit utang?
Jangan Anda menembak Budiman dengan masalah uang. Tindakan politik saya tidak pernah dimotivasi uang. Saya dua kali menjadi anggota DPR, apakah punya rumah pribadi? Tidak. Mungkin lebih kaya Anda.
(Catatan: Laporan harta kekayaan Budiman ke KPK pada 2018 mencantumkan kekayaannya mencapai Rp 1,79 miliar. Di antaranya tanah dan bangunan seluas 187/250 meter persegi di Jakarta Timur.)
Apakah Anda ditugasi mengajak aktivis 1998 lain mendukung Prabowo?
Banyak yang diajak. Yang secara khusus saya ajak adalah mereka yang jadi korban penculikan. Saya justru berdiskusi dengan orang-orang ini.
Ada pihak yang mencibir sikap Anda karena menyokong Prabowo. Apa tanggapan Anda?
Ada sebagian orang yang ingin melihat kami sebagai lukisan indah di ruang kaca berdebu. Melihat sebagai kisah heroisme, romantisisme, dan idealisme. Lu enggak usah ikut jadi sapu atas ruang kotor. Enggak, kami tidak mau jadi ikon. Kami mau jadi sapu karena ini ada skenario orang-orang yang ingin menjadikan kami sebagai lukisan yang indah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Motif Saya Bukan Uang"