Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bukan 'All Jokowi's Men'

Tarik-ulur yang melibatkan Jokowi, Kalla, Mega, dan sejumlah tokoh terjadi pada penyusunan kabinet. Peta berubah-ubah tergantung calon yang diajukan.

27 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEGAWATI Soekarnoputri berkukuh pada sikapnya hingga malam larut pada Rabu pekan lalu. Kepada dua tamu VVIP yang datang ke rumahnya di Jalan ­Teuku Umar, Jakarta Pusat, yakni Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu meminta Rini Mariani Soemarno dan Komisaris Jenderal Budi Gunawan tetap dimasukkan ke kabinet.

Rini dan Budi termasuk dalam lingkaran dekat Megawati. Memimpin Tim Transisi Pemerintahan bentukan Jokowi, Rini merupakan orang kepercayaan mantan presiden itu. Dalam wawancara dengan Tempo, Agustus lalu, Rini mengaku sering mengatur perjalanan Mega ke luar negeri. Adapun Budi, kini Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian, merupakan ajudan sewaktu Mega menjadi presiden pada 2001-2004.

Jokowi dan Kalla berkeras tak bisa memenuhi keinginan Mega. Mereka merujuk pada rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, yang diminta menelusuri sejumlah calon menteri. Dua lembaga itu, menurut sejumlah sumber, memberi tanda kuning dan merah pada Rini dan Budi—yang artinya besar kemungkinan terlibat dalam perkara korupsi.

Andi Widjajanto, mantan Deputi Tim Transisi, yang juga hadir di rumah Mega saat pertemuan, menolak memberi konfirmasi. "Apakah saya harus menceritakan pertemuan tertutup itu?" katanya kepada Tempo, Jumat pekan lalu. Pada malam itu, Rini dan Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto juga berada di tempat yang sama.

Jokowi dan Kalla datang ke rumah Mega beberapa saat setelah "pembatalan" pengumuman kabinet di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pada Rabu petang, Istana menyediakan bus buat para jurnalis menuju lokasi. Di sana, panggung dengan lampu warna-warni telah disiapkan. Belasan helm proyek tertata, yang menurut sejumlah petugas disiapkan untuk para calon menteri.

Sejumlah orang dekat Jokowi telah berada di sekitar Tanjung Priok. Begitu juga anggota Pasukan Pengamanan Presiden. Namun, ketika Rabu semakin malam, acara itu dibatalkan. Belakangan, Jokowi menyatakan tidak berencana mengumumkan kabinet pada malam itu. "Kami menyiapkan tempat kok dibilang membatalkan," ujarnya.

Seorang politikus yang mengetahui pertemuan di rumah Mega menuturkan, tuan rumah berkeras Rini dan Budi harus masuk kabinet. Mega bahkan mempertanyakan langkah Jokowi dan Kalla yang meminta komisi antikorupsi dan pusat analisis transaksi menelusuri jejak para calon tanpa setahu dia. Menjawab gugatan itu, menurut sang politikus, Kalla meyakinkan Mega bahwa PDIP tetap akan mendapat jatah yang pantas di kabinet meski Rini dan Budi dicoret dari pencalonan.

Masih menurut politikus itu, Jokowi dan Kalla menyampaikan janji untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih. Hasil penelusuran dua lembaga yang kredibel itu layak dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan. Ia juga menyebutkan sikap Mega dalam hal Rini dan Budi merupakan masalah utama dalam penyusunan kabinet.

Andi Widjajanto menganggap cerita soal itu hanya bualan. "Luar biasa gosipnya," katanya. Hasto Kristiyanto juga membantah kabar bahwa pertemuan di Teuku Umar itu dilakukan karena reaksi Mega atas pencoretan Rini dan Budi. "Tidak benar Bu Mega marah," ujarnya.

Perdebatan di Teuku Umar itu merupakan puncak ketegangan dalam penyusunan kabinet, yang sebenarnya telah dilakukan sejak akhir September lalu. Presiden Jokowi membagikan 16 pos untuk perwakilan partai politik pendukungnya. PDIP dijatah enam menteri, Partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa masing-masing tiga kursi, Partai Hanura dua pos, sementara Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia satu pos. Belakangan bergabung Partai Persatuan Pembangunan, yang dijatah satu posisi.

Di berbagai kesempatan, sebelum dilantik oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Senin pagi pekan lalu, Jokowi mengatakan hendak mengumumkan kabinetnya paling lambat sehari setelah ia resmi menjadi presiden. Kenyataannya, berbagai tarik-menarik membuat niat itu tak bisa diwujudkan.

l l l

KETEGANGAN muncul pada Ahad, sehari sebelum pelantikan presiden, ketika KPK dan PPATK menyerahkan hasil pengecekan atas 43 calon menteri. Daftar itu dikirimkan utusan Jokowi-Kalla dua hari sebelumnya. Pusat analisis transaksi menemukan tiga nama dalam daftar yang memiliki transaksi mencurigakan.

Data negatif juga disampaikan komisi antikorupsi, yang menyebutkan 17 orang di dalam daftar berpotensi terjerat kasus korupsi, ditandai dengan label merah dan kuning. "Perumpamaannya, yang merah paling lama setahun lagi. Kalau kuning, dua tahun lagi," ujar Ketua KPK Abraham Samad. Abraham menolak menyebut nama-nama. Tapi, menurut keterangan sejumlah sumber, Budi Gunawan diberi label merah dan Rini Soemarno ditandai kuning.

Presiden Jokowi memastikan ada delapan calon yang masuk kategori merah sehingga tak dimasukkan ke kabinet. "Tidak bisa saya sampaikan namanya," katanya di Istana, Kamis pekan lalu.

Menurut Andrinof Chaniago, mantan anggota tim finalisasi di Tim Transisi, pendapat dari PPATK dan KPK menjadi legitimasi keseriusan kerja pemerintah mendatang. Orang dekat Kalla, Rian Andi Soemarno, memastikan hasil penelusuran dua lembaga itu menjadi acuan dalam penyusunan kabinet. Baik Rian maupun Andri­nof membenarkan, langkah itu juga merupakan teknik Jokowi-Kalla menyingkirkan sejumlah "orang bermasalah".

Wajah Jokowi terlihat keruh setelah kedatangan Jusuf Kalla ke rumah dinas Gubernur Jakarta, Jalan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, tempatnya tinggal sebelum pindah ke Istana Presiden, pada Ahad itu. "Kami membahas kabinet," ujar Kalla setelah pertemuan. Tempo juga melihat Rini dan Andi di sana.

Setelah mengikuti geladi bersih pelantikan di kompleks MPR, Senayan, Jokowi menemui Megawati dan mantan Kepala Badan Intelijen Negara A.M. Hendropriyono di ­Teuku Umar. Malamnya, sekitar pukul 20.30, Jokowi mendatangi kantor KPK. "Pak Jokowi tidak didampingi siapa-siapa," kata Deputi Pencegahan KPK Johan Budi S.P.

Jokowi kembali ke Teuku Umar. Sampai tengah malam, mantan Gubernur Jakarta ini membahas nama-nama itu bersama Mega dan Hendropriyono. Jokowi dan Kalla direncanakan menemui Mega lagi pada Selasa siang pekan lalu. "Tapi tak ada kabar kesediaan Bu Mega menemui mereka sampai sore," tutur orang dekat Jokowi.

Sepanjang siang itu Jokowi terlihat beberapa kali berbicara via telepon dengan Kalla, yang sedang berada di rumah dinas, Jalan Diponegoro. Malamnya, sekitar pukul 20.00, Kalla mendadak dipanggil Jokowi untuk menyiapkan bahan sebelum bertemu dengan Mega. Kalla segera meninggalkan acara syukuran di rumah dinasnya meski tetamu masih berjubel. Selepas pukul 21.00, Presiden Jokowi menuju Teuku Umar. "Pertemuan batal karena Bu Mega sudah tidur," kata seseorang yang mendampingi Jokowi.

Ketegangan menyelimuti Teuku Umar dan Istana memasuki Rabu pekan lalu. Presiden tiba-tiba mengungkapkan rencana pengumuman kabinet. "Jamnya nanti diberitahukan. Kalau tidak di Pluit, di Tanah Abang, mungkin di Tanjung Priok," ujar Jokowi. "Ini serius, bisa sore atau siang."

Rombongan wartawan diberangkatkan dengan bus dari Istana pukul 16.00 menuju lokasi pengumuman di Pos Bitung, Dermaga 303, Terminal III, Pintu 9, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sedianya acara dihelat pukul 19.00. PT Pelindo II, yang dipimpin Richard J. Lino, sudah menyiapkan panggung, ruang pers, dan ruang VIP sejak Sabtu dua pekan lalu. "Total menghabiskan biaya Rp 500-700 juta," kata seorang karyawan Pelindo II di lokasi.

Ternyata acara batal. Menurut orang dekat Kalla, sekitar pukul 19.00, Presiden menghubungi Kalla untuk mengajak ke Tanjung Priok. Ajakan ditolak dengan alasan anggota kabinet belum genap. Iring-iringan mobil Presiden pun balik badan sebelum sampai pintu gerbang Istana.

Menurut Kalla, label merah dari KPK harus menjadi pertimbangan dalam memilih menteri. Dia juga tak setuju pengumuman kabinet di Tanjung Priok, karena pidato Jokowi setelah Komisi Pemilihan Umum memastikan pasangan Jokowi-Kalla sebagai pemenang pemilihan presiden pada 22 Agustus juga diadakan di Jakarta Utara. "Pengumuman di Istana, dong," kata Kalla di Istana Wakil Presiden pada Rabu malam itu.

l l l

Kabar pelantikan pada Rabu malam pekan lalu rupanya mengusik Megawati. Sekitar pukul 20.30, Mega mengundang Jokowi dan Kalla ke Teuku Umar. Ketika keduanya tiba, sudah ada beberapa orang, termasuk Rini, Andi, dan Hasto. Terjadilah pertemuan tertutup Mega dengan Presiden dan Wakil Presiden yang seru mempersoalkan bakal tercoretnya nama Rini dan Budi. "Tapi sudah clear sekarang," kata orang dekat Kalla, Kamis pekan lalu.

Masih ada persoalan lain. Menurut sejumlah elite di kalangan PDIP dan Kalla, Mega tak sreg dengan mantan Menteri Perindustrian Luhut Binsar Panjaitan, yang dianggap terlalu mempengaruhi Jokowi. Presiden dekat dengan Luhut, mantan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, sejak ia memimpin Solo, Jawa Tengah. Luhut disebut-sebut selalu menyodorkan dua calon untuk setiap posisi di kabinet. "Kalau bisa, semua diambil sama dia," ujar politikus PDIP.

Faktor Luhut menyatukan Mega dan Kalla. Keduanya menganggap pensiunan jenderal bintang tiga itu terlalu dominan atas Jokowi. Menurut sejumlah politikus, Kalla, yang tadinya tidak terlalu ngotot, mulai bangkit melihat dominasi Luhut. "JK keluar sifat aslinya: dia menggugat Jokowi," kata seorang mantan pejabat yang dekat dengan Kalla.

Jokowi awalnya berkeras memplot Luhut untuk posisi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Dalam daftar bertulisan tangan yang dilihat Tempo, namanya berada di urutan pertama, di atas Jenderal Purnawirawan Wiranto, mantan Panglima TNI dan Ketua Umum Partai Hanura. Kalla segera mendekat ke Mega untuk mematahkan skenario ini. "Megawati setuju Wiranto jadi Menko Polhukam," ujar sumber di lingkaran Jokowi. Terpental di pos awal, pada Jumat lalu Luhut ditempatkan sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

Kepada Tempo, Luhut mengatakan ia tak mungkin mendominasi Presiden Jokowi. Ia mengaku jarang bertemu dengan Jokowi karena "sibuk bekerja sehingga tak bisa setiap waktu bertemu atau berbincang melalui telepon". Mengenai Mega, ia menyebutkan tak pernah ada urusan. "Tapi saya tetap menghormati beliau sebagai mantan presiden," katanya Jumat pekan lalu.

Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo menghindar ketika ditanyai soal perseteruan Mega-Luhut. "Saya tak tahu-menahu soal komposisi kabinet," ujarnya. Sedangkan Andi, melalui pesan pendek di telepon seluler, hanya menyatakan, "Liar… liar… liar."

Peta berubah begitu menyangkut Rini Soemarno. Kalla berseberangan sikap dengan Mega. Label kuning dari KPK membuat Kalla punya alasan kuat mendepak Rini, yang juga dinilai banyak mempengaruhi Jokowi. Kalla pernah mengkritik Tim Transisi pada awal September lalu karena memutuskan arsitektur kabinet tanpa konsultasi dengan dia.

Andi tak yakin Jokowi ingin mendepak Rini. "Yang keukeuh Rini masuk justru Pak Jokowi. Coba tanya ke Presiden, Rini mewakili PDIP atau bukan?" katanya. Adapun Rian Soemarno membantah kabar bahwa Kalla punya masalah dengan Luhut. "Itu masalah internal Pak Jokowi dan PDIP," ujarnya.

Mega juga "bertempur" dengan Kalla dalam perebutan Menteri BUMN. Karena Rini terganjal label, Kalla segera menyodorkan Sofyan Djalil untuk mengisi pos itu. "Dia termasuk calon," kata ipar Kalla, Aksa Mahmud. "Pembicaraan tentu ada," ujar Sofyan ketika dimintai konfirmasi, Kamis pekan lalu.

Karena sejumlah nama tidak lolos saringan komisi antikorupsi dan pusat pelaporan transaksi, Jokowi-Kalla mengajukan calon baru ke dua lembaga itu. Hasilnya pada Jumat pekan lalu diserahkan kembali. Menurut Kalla, tidak ada masalah pada calon yang diajukan. Namun, hingga Jumat tengah malam, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Kalla belum mengumumkan anggota kabinetnya.

Jobpie Sugiharto, Agustina Widiarsi, Rusman Paraqbueq, Linda Trianita, Raymundus Rikang, Tri Suharman, Sundari, Fransisco Rosarians, Ira Guslina S., Dewi Suci R., Prio Hari Kristanto


Tarik-Ulur dan Kompromi

Presiden Joko Widodo harus menerima kompromi untuk menentukan kabinetnya. Empat penjuru menyodorkan calon: Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, Rini Soemarno, dan Luhut Panjaitan. Celakanya, sebagian bermasalah dan kemudian gagal mendapat tempat. Berikut ini sebagian nama dan posisi awal yang diusulkan.

Jokowi

Letnan Jenderal Purnawirawan Luhut Panjaitan, 67 tahun
Menteri Perdagangan 1999-2001 Kepala Staf Kepresidenan

Andrinof Chaniago, 51 tahun
Pengamat Politik
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Kuntoro Mangkusubroto, 67 tahun
Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan 2009-2014
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

Anies Baswedan, 45 tahun
Rektor Universitas Paramadina
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah

Pratikno, 52 tahun
Rektor Universitas Gadjah Mada
Sekretaris Negara

Megawati dan PDIP

Jenderal Purnawirawan Ryamizard Ryacudu, 64 tahun
Kepala Staf Angkatan Darat 2002-2005
Menteri Pertahanan

Puan Maharani, 41 tahun
Ketua Fraksi PDI Perjuangan
Menteri Sosial

Pramono Anung, 51 tahun
Anggota Fraksi PDI Perjuangan
Sekretaris Negara

Tjahjo Kumolo, 56 tahun
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan
Menteri Dalam Negeri

Yasonna Laoly, 61 tahun
Anggota Fraksi PDI Perjuangan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Rini Soemarno, 56 tahun
Ketua Tim Transisi
Menteri BUMN

Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, 49 tahun
Wakil Gubernur Bali 2008-2013
Menteri Pariwisata

Susi Pudjiastuti, 49 tahun
Pemilik Susi Air Aviation
Menteri Kelautan dan Perikanan

Luhut Panjaitan

As'ad Ali
Wakil Ketua Umum PBNU
Kepala Badan Intelijen Negara

Indra Djati Sidi, 61 tahun
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 1998-2005
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Kalla

Sofyan Djalil, 61 tahun
Menteri BUMN 2007-2009
Menteri Koordinator Perekonomian

Komaruddin Hidayat, 61 tahun
Rektor Universitas Islam Negeri Hidayatullah
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Rini Soemarno

Amran Sulaiman
Direktur Tiran Group
Menteri Pertanian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus