Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka berlangsung kilat di tangan pimpinan baru KPK.
Bukti yang menjerat Hasto sudah kuat sejak 2020.
KPK berani menjerat Hasto karena ada jaminan keamanan secara politik.
MASA tugas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2024 tinggal hitungan jam saat mereka menggelar rapat ekspose bersama Kedeputian Penindakan dan Eksekusi pada Kamis siang, 19 Desember 2024. Sebab, esoknya mereka harus menyerahkan jabatan kepada pimpinan baru. Rapat berlangsung dengan agenda pemaparan perkembangan penyidikan kasus suap yang menyeret Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi rapat itu hanya berujung wejangan pimpinan. Mereka tak bisa mengambil keputusan karena rapat hanya dihadiri Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Johanis Tanak. Ketua KPK Nawawi Pomolango dan Wakil Ketua KPK kala itu, Alexander Marwata, absen. “Rapat itu tak bisa memutuskan apa pun karena pimpinan tak memenuhi syarat kuorum,” kata Ghufron kepada Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal rapat itu penting karena akan memutuskan status hukum Hasto. Di rapat itu, penyidik kembali berupaya meyakinkan pimpinan bahwa KPK punya cukup bukti baru untuk merekomendasikan penetapan Hasto sebagai tersangka. Penelusuran kasusnya jalan di tempat sejak KPK menggelar operasi tangkap tangan terhadap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, pada 8 Januari 2020 yang dituduh menerima suap. Sebagian besel diduga berasal dari Hasto.
Dua orang yang mengetahui perkara ini sejak 2020 mengatakan Nawawi dan Alex diduga tidak hadir karena tak mau mengambil keputusan besar di detik-detik akhir masa jabatan mereka. Mereka memilih menyerahkan “bola panas” kasus Hasto kepada penggawa baru KPK, Komisaris Jenderal Polisi Setyo Budiyanto. Mereka juga beralasan undangan rapat ekspose pada Kamis itu terkesan mendadak.
Penyidik menunjukkan barang bukti uang hasil operasi tangkap tangan Wahyu Setiawan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 9 Januari 2020. Tempo/Imam Sukamto
Alex membenarkan kabar mengenai adanya undangan rapat ekspose pada Kamis itu. Dia membantah dugaan bahwa ia tak muncul dalam rapat guna menghalau penyidikan kasus Hasto. Tapi ia mengaku memang sengaja tak hadir. “Tidak elok jika menjelang memasuki masa pensiun tiba-tiba dijadwalkan rapat ekspose,” ujarnya pada Jumat, 3 Januari 2025. Nawawi Pomolango juga berkomentar. Tapi ia meminta jawabannya tidak dikutip.
Nama Hasto sebenarnya sudah muncul saat KPK menangkap Wahyu Setiawan. Hasto diduga menyuap Wahyu untuk memuluskan jalan calon legislator di Sumatera Selatan, Harun Masiku, menggantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Nazarudin Kiemas, yang meninggal. Hasto dan Harun sebenarnya juga akan diciduk pada hari itu. Tapi keduanya lolos dan Harun Masiku menjadi buron hingga kini. Hasto juga dituduh membantu Harun kabur.
Selama bertahun-tahun, penyidik mengais bukti-bukti baru. Dengan cara itu, tim Kedeputian dan Penindakan KPK merekomendasikan kembali Hasto sebagai tersangka di pengujung periode pimpinan lama KPK.
Seorang penyidik mengatakan, sebelum menghadap pimpinan KPK dalam rapat ekspose Kamis, 19 Desember 2024, mereka menggelar rapat berjenjang dari tingkat bawah. Rapat ekspose sebelumnya juga pernah digelar sehingga tak ada alasan untuk tak menyetujui hasil penyidikan terhadap Hasto. Tapi mereka terganjal syarat pengambilan keputusan yang menyebutkan dari empat pemimpin setidaknya harus ada tiga yang hadir untuk menyetujui penetapan tersangka.
Nawawi Pomolango dan ketiga wakilnya menyerahkan jabatan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat pagi, 20 Desember 2024. Setelah dilantik di Istana Negara pada Senin, 16 Desember 2024, Setyo Budiyanto resmi menjabat Ketua KPK. Selama lima tahun ke depan, ia akan didampingi empat wakil ketua, yaitu Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, Agus Joko Pramono, dan Johanis Tanak.
Rupanya, mereka langsung tancap gas. Menjelang Jumat sore, 20 Desember 2024, kelima pemimpin menggelar rapat ekspose di gedung KPK untuk membahas kasus Hasto. Di hadapan pimpinan anyar, ketua satuan tugas penyidikan kasus Hasto, Rossa Purbo Bekti, memaparkan temuan timnya. Ia juga menyampaikan terbitnya laporan pengembangan penyidikan nomor 23, 24, dan 25 yang diteken pada Rabu, 18 Desember 2024, sebagai petunjuk peran Hasto dalam kasus suap dan perintangan penyidikan. Anggota tim hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah, juga direkomendasikan menjadi tersangka.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan (ketiga dari kanan) setelah terjaring operasi tangkap tangan di gedung KPK, 10 Januari 2020. Tempo/Imam Sukamto
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Inspektur Jenderal Polisi Rudi Setiawan mengatakan penyidik memperoleh petunjuk keterlibatan Hasto dan Donny di tengah proses perburuan Harun Masiku. “Banyak data baru yang kami peroleh yang mengungkap keterlibatan pihak lain,” ucapnya tanpa mau merinci petunjuk tersebut.
Seseorang yang mengetahui detail kasus ini mengatakan setidaknya ada sembilan petunjuk yang mengungkap peran Hasto. Di antaranya salinan percakapan WhatsApp dan rekaman suara. Penyidik memperoleh alat bukti tersebut tak lama setelah menyita telepon seluler Hasto dan ajudannya, Kusnadi, dalam pemeriksaan pada Juni 2024. Hasto juga ditengarai mengetahui aktivitas Harun Masiku saat menjadi buron.
Rapat ekspose penyidik bersama pimpinan baru berlangsung kilat karena nyaris tak ada perdebatan. Kelimanya langsung menyetujui rekomendasi penetapan Hasto dan Donny sebagai tersangka. Sebagai proses administrasi, Hasto resmi dijadikan tersangka lewat dua surat perintah penyidikan yang ditandatangani pimpinan KPK pada Senin, 23 Desember 2024.
Keesokannya, KPK langsung menggelar konferensi pers untuk mengumumkan status Hasto. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan Hasto ditengarai berupaya mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan Harun Masiku. KPK juga mengantongi cukup bukti soal peran Hasto dalam kasus suap Wahyu Setiawan. “Suap bertujuan memuluskan penempatan Harun Masiku sebagai anggota DPR,” tutur Setyo.
Kabar penetapan Hasto sebagai tersangka membikin gaduh penghuni kantor Dewan Pimpinan Pusat PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Saat itu Hasto juga sedang berada di sana. Ia tengah memimpin rapat persiapan ulang tahun partai dan gugatan sengketa pemilihan kepala daerah ke Mahkamah Konstitusi. Ia buru-buru mengakhiri rapat dan langsung menghadap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. “Ibu hanya berpesan kepada saya agar mencermati perkembangan kasus itu,” kata Hasto.
Hasto membantah dugaan terlibat suap dan melindungi Harun Masiku. Menurut dia, tak ada keuntungan menyuap komisioner KPU atau menghalangi penangkapan Harun. Persidangan para terdakwa juga tak pernah menyebutnya ikut menyediakan uang suap. “Semua sudah menjadi fakta di persidangan,” ujarnya.
Dalam salinan putusan Wahyu Setiawan, uang suap memang disebut hanya berasal dari Harun Masiku. Nama Hasto hanya muncul dalam urusan surat-menyurat PDIP ke Komisi Pemilihan Umum.
•••
PENYIDIK Komisi Pemberantasan Korupsi sebenarnya sudah mengantongi bukti yang akan menjerat Hasto Kristiyanto setelah menangkap Wahyu Setiawan di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Rabu, 8 Januari 2020. Dalam perjalanan menuju gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Wahyu “bernyanyi” soal peran Hasto. Selanjutnya, penyidik bersiap mencokok Hasto dan Harun Masiku yang ditengarai sedang berada di Jakarta. Tapi rencana itu ambyar.
Gara-garanya, Ketua KPK kala itu, Firli Bahuri, langsung menggelar konferensi pers tak lama setelah mendapat laporan penangkapan Wahyu. Kepada wartawan, ia menyampaikan bahwa KPK tengah menggelar operasi tangkap tangan atau OTT dan menangkap seorang anggota Komisi Pemilihan Umum berinisial WS. Padahal penyidik masih berjibaku di lapangan.
Biasanya OTT baru diumumkan setelah tim penyidik sudah menciduk semua pihak dan menggelar rapat ekspose. Itu sebabnya sejumlah penyidik awal kasus ini yang ditemui Tempo menduga Firli sengaja membocorkan OTT lewat cara yang seolah-olah resmi. “Dia sepertinya sengaja merusak rencana penangkapan,” kata seseorang yang pernah ikut menyidik kasus ini.
Cara Firli memang jitu. Hasto dan pihak lain yang ikut terseret kasus suap langsung beres-beres. Tim penyidik mendeteksi perintah Hasto lewat orang kepercayaannya agar Harun Masiku merendam telepon selulernya. Ia juga mengutus seseorang untuk menjemput Harun dan mengurus rencana pelariannya ke Singapura. Hasto dan Harun berhasil melenggang bebas.
Seorang mantan penyidik menyebut Firli sebagai batu ganjalan dalam kasus ini. Pelindungan kepada Hasto dan Harun berlanjut dalam rapat internal KPK. Pada Januari itu, pimpinan KPK tak kunjung menyetujui Hasto menjadi tersangka. Padahal barang bukti sudah berlapis-lapis.
Ketua KPK Nawawi Pomolango (tengah) memberikan keterangan mengenai Kinerja Periode 2019-2024 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, 17 Desember 2024. Antara/Muhammad Adimaja
Firli bahkan merombak susunan tim penyidik untuk melanjutkan penyidikan suap Wahyu Setiawan. Firli juga menolak menandatangani surat panggilan kepada Hasto sebagai saksi. Bisik-bisik di Gedung Merah Putih KPK lantas menyebutkan keengganan Firli dan pemimpin lain menjerat Hasto karena memiliki hubungan dekat dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Saat itu partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri tersebut adalah partai penguasa kursi Dewan Perwakilan Rakyat yang menjadi penyokong utama pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Firli tak bisa dihubungi lewat sambungan telepon ketika dimintai konfirmasi soal tudingan itu. Nomor telepon yang pernah ia gunakan tak lagi aktif. Tempo juga berupaya menghubungi pengacara Wahyu, Alvon Kurnia Palma. Alvon tak kunjung menyambut panggilan telepon. Pertanyaan yang dikirim lewat WhatsApp seputar pengakuan Wahyu tentang Hasto pun tak kunjung dibalas.
Di tengah kesibukan penangkapan Wahyu dan konferensi pers Firli, tim penyidik lain memburu Hasto Kristiyanto pada Rabu sore, 8 Januari 2020. Hasto menumpang mobil Toyota Alphard. Penguntitan berlanjut saat Hasto diketahui memasuki kompleks Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian—dulu bernama Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian—di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Penyidik ikut masuk ke kompleks, tapi dicegat seorang perwira menengah. Mereka ditahan lantaran dituduh sebagai pengguna narkotik. Tim penyidik akhirnya dilepas menjelang Kamis subuh, 9 Januari 2020. Dalam proses “penyanderaan” ini, tak ada pemimpin KPK yang turun tangan langsung.
Ogah-ogahannya pimpinan KPK juga terlihat saat rapat ekspose digelar sehari setelah OTT. Seorang penyidik yang hadir dalam rapat itu mengatakan pimpinan KPK malah mengusulkan hanya menetapkan staf Hasto, Saeful Bahri, dan Harun Masiku sebagai tersangka. Hasto hanya diusut jika ditemukan bukti baru. “Usulan itu janggal karena menghilangkan peran pemberi dan penerima suap,” tuturnya.
Anehnya, peran Hasto juga tak dicantumkan saat jaksa penuntut menyusun dakwaan untuk tersangka lain. Akibatnya, nama dan peran Hasto tak mencuat saat persidangan para terdakwa.
Wakil Ketua KPK kala itu, Nurul Ghufron, mengakui ada perdebatan dalam rapat ekspose kasus Hasto pada 2020. Tapi ia membantah dugaan bahwa pimpinan menghalangi penetapan Hasto sebagai tersangka. Nama Hasto dan Harun Masiku tetap muncul dalam rapat-rapat ekspose lanjutan. Mereka juga sudah berupaya memburu Harun. “Dulu memang ada perdebatan internal pimpinan. Saya mengatakan supaya lanjut memotong jalur logistik Harun Masiku, tapi ada yang mengatakan Harun ditangkap dulu,” ujarnya.
Jika diungkap secara tuntas, kasus suap Hasto dan Harun Masiku ditengarai akan membuka skandal yang lebih besar. Seseorang yang ikut mengawal penyidikan kasus itu mengatakan penyidik sudah mengantongi petunjuk lain bahwa uang suap juga ditujukan untuk menyelesaikan skandal di balik sengketa kursi PDIP di salah satu provinsi di Pulau Kalimantan dalam Pemilihan Umum 2019.
Ada lagi informasi lain. Dua hari sebelum OTT KPK berlangsung, Harun Masiku diketahui berada di Singapura. Ia diduga menemui seseorang yang tengah terbelit perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Petunjuk soal itu turut diperkuat oleh berkas yang disita penyidik di mobil Harun yang terparkir di apartemen Thamrin Residence, Jakarta. Kepingan petunjuk itu diperlukan untuk mengetahui alasan PDIP ngotot meloloskan Harun Masiku lewat Hasto sebagai anggota DPR.
Baru-baru ini KPK sebenarnya sudah mengendus keberadaan Harun Masiku. Ia terdeteksi berada di sebuah rumah di kawasan Cijantung, Jakarta Timur. Ia dikawal sejumlah orang. Namun informasi soal rencana penangkapannya bocor karena sehari sebelum diciduk ia sudah bergeser ke tempat lain. Rentetan peristiwa itu terjadi sebelum KPK menyita ponsel Hasto dan Kusnadi pada Juni 2024.
Aktivis mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Hasto Kristiyanto di gedung KPK, Jakarta, 16 Januari 2020. Tempo/Imam Sukamto
Ketua Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional PDIP Ronny Talapessy, yang juga pengacara Hasto, membantah tudingan kliennya terlibat suap kepada Wahyu Setiawan dan melindungi Harun Masiku. Ia menegaskan, peran Hasto tak pernah terungkap di persidangan para terdakwa. Ia malah menduga penetapan Hasto sebagai tersangka kental bermuatan politik lantaran terjadi setelah PDIP memecat Joko Widodo dan anggota keluarganya sebagai anggota partai. Surat pemecatan tertanggal 4 Desember 2024 tersebut diumumkan pada 16 Desember 2024 atau empat hari sebelum rapat ekspose KPK yang menetapkan Hasto sebagai tersangka.
Ronny mengklaim sinyal itu makin kuat lantaran sejak 4 Desember 2024 setidaknya ada tiga orang yang mengaku diminta menyampaikan pesan kepada Hasto. Isi pesannya adalah permintaan agar PDIP tak memecat Jokowi dan tak menyinggung urusan pribadi keluarga Jokowi. “Pesan lain adalah meminta Hasto segera mengundurkan diri sebagai Sekretaris Jenderal PDIP,” katanya.
Ronny juga meyakini pimpinan KPK anyar bergerak cepat menetapkan Hasto sebagai tersangka lantaran didukung pimpinan Komisi III atau Komisi bidang Hukum DPR. Dukungan ini penting karena Komisi bidang Hukum membidangi urusan KPK. Mereka pula yang memilih pimpinan KPK saat ini, Setyo Budiyanto dan kawan-kawan. “Sejumlah anggota Fraksi PDIP di parlemen juga mendeteksi adanya intervensi dari sejumlah anggota Komisi bidang Hukum untuk mempercepat penanganan kasus ini,” ujarnya.
Ketua Komisi bidang Hukum Habiburokhman membantah kabar tersebut. Dia menjelaskan, anggota DPR tak memiliki kewenangan mempercepat penanganan perkara di KPK. Usai KPK mengumumkan status Hasto, ia memang menyilakan KPK memproses kasus Hasto karena menghormati proses hukum di KPK. Tapi ia juga menghargai upaya Hasto membela diri. “Kalau ini dianggap urusan politik, sampai kiamat kita tidak akan pernah selesai berdebat,” ucapnya.
Seorang mantan pemimpin KPK mengakui ada pihak luar yang memberi order agar segera “membungkus” kasus Hasto. Permintaan itu bahkan sudah lama disampaikan. Tapi ia enggan menyebutkan siapa pihak yang cawe-cawe itu. “Saya dan kolega lain tidak mau bekerja atas orderan,” katanya.
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengatakan penyidikan Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah tak hanya mengandalkan bukti dari penanganan kasus empat tahun lalu. KPK juga menemukan sejumlah petunjuk dan saksi baru. Namun Tessa membantah anggapan ada intervensi pihak luar dalam kasus ini. “Rapat-rapat ekspose sudah lama diagendakan,” tuturnya. ●
Mohammad Khory Alfarizi, Fajar Pebrianto, Septia Ryanthie, dan Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Cawe-cawe Memburu Hasto