Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LIMA bulan meringkuk di penjara sungguh tak pernah terpikirkan oleh Hao Wu. Dia bukanlah aktivis yang biasa berteriak di ja-lanan. Wu memang sedikit sebal pada pemerin-tah-nya, Cina, namun berdemo di jalan bukanlah ”panggungnya”. Pemuda bertubuh tambun itu lebih suka menuangkan kekesalannya dan ”curhat” pada berlembar-lembar halaman blog. Eh, tak dinyana, curahan perasaan di blog itu dinilai berbahaya oleh pemerintah Cina. Kesalahannya? Nah, ini yang membuat para blogger di seantero jagat gusar, negeri bertangan besi itu tak menyebutkan pangkal kesalahan Wu.
Wu sebenarnya sosok lelaki impian Cina modern. Dia punya dua gelar, pascasarjana di bidang biologi molekuler dari Universitas Brandeis, Massachusetts, dan master administrasi bisnis dari Universitas Michigan. Gelar sarjana biologi diraihnya dari Universitas Sains dan Teknologi di Heifei, Anhui, sebuah provinsi di Cina Timur. Hobi Wu, uniknya, tak berkait dengan gelar formalnya: membuat film dokumenter. Filmnya yang berjudul Beijing or Bust diputar pada perhelatan San Diego Asian Film Festival, 2005.
Arkian, bertahun-tahun di negeri orang membuatnya rindu kampung halaman. Maka, sejak Juni 2005, Wu membuat blog bertajuk Beijing or Bust, sesuai dengan judul filmnya, cermin bagi rasa nestapanya mengingat Cina. Di buku harian maya itu, ia menuliskan kisah ”gado-gadonya”. Sekali waktu dia menulis tentang pertikaiannya dengan sang ibu. Lain waktu dia menulis soal konsep waktu di Beijing atau filsafat utak-atik tentang sebuah gaya furnitur yang berhubungan dengan kepribadian bangsa. Aroma kritik sangat kental dalam setiap tulisannya dan bisa membuat merah kuping pemerintah.
Tak dinyana, pada 22 Februari 2006, ketika Wu berlibur mengunjungi guru SMA-nya di Chengdu untuk perayaan Tahun Baru Cina, bahaya mengintai. Segera setelah ia mempublikasikan tulisan yang berisi pertemuan dan obrolannya dengan Guru Chen di blog—lagi-lagi lengkap dengan kritiknya terhadap pemerintah—Wu ditahan. Tak jelas tuduhan yang ditimpakan, apakah karena tulisan-tulisannya yang kerap pedas atau karena pekerjaannya di Glo-bal Voices, sebuah lengan dari Harvard Beckman Center for Internet and Society yang meneliti blogosphere (jagat seputar blog). Untung, Wu punya bos seperti Ethan Zuckerman yang membuat sebuah blog baru khusus berisi seruan bagi pembebasan Wu. Alhasil, meski penangkapan Wu tak terekam dalam arus deras media cetak utama, kabar pengerangkengannya justru bertalu-talu dari satu blog ke blog lain, sampai ia dibebaskan pada 11 Juli silam.
Cina memang punya ”sejarah khusus” dengan kaum blogger. Negeri itu bahkan mampu mendesak Microsoft agar memindahkan blog seorang jurnalis Cina yang sangat vokal dari server MSN (Microsoft Network). Kisah mengejutkan ini dibuka oleh mantan reporter CNN, Rebecca McKinnon, pada awal tahun 2006. Lucunya, blog yang dikelola oleh Zhao Jing, yang dikenal oleh komunitas blogger sebagai Michael Anti, justru disimpan di pusat komputer di Amerika Serikat, bukan di Cina. Jadi, mengapa Microsoft yang kebakaran jenggot?
Rupanya, perusahaan peranti lunak terbesar di dunia itu merasa wajib menghormati hukum lokal- Cina—pasar besar yang kini diperebutkan para kong-lomerat Internet seperti Yahoo!, Google, dan Mic-ro-soft. ”Banyak negara yang mempunyai hukum dan peraturan-peraturan yang mensyaratkan perusaha-an penyedia jasa online menjamin agar isi mereka- aman bagi pengguna lokal, seperti di Cina,” ujar se-orang petinggi Microsoft seperti dikutip ZDNet.
Kisah pahit blogger seperti Wu tak hanya terjadi di Cina. Di negeri-negeri Barat—yang konon merupa-kan surga untuk kebebasan berpendapat—para pe-ngelo-la blog pun bisa kena batunya. Mei 2006 lalu, pemilik klub basket NBA Dallas Maverick, Marc Cuban, didenda US$ 200 ribu (sekitar Rp 1,8 miliar) akibat mencemooh sistem penyelenggaraan pertandingan di blognya. Padahal, di dunia cyber, pria berusia 48 tahun ini bukan orang sembarangan. Ia dicatat oleh Guinness Book of Records sebagai pelaku ”transaksi e-commerce tunggal terbesar” dalam sejarah—setelah ia membeli secara online pesawat jet Gulfstream V seharga US$ 40 juta (Rp 360 miliar) pada Oktober 1999. Cuban juga seorang selebriti. George Clooney pernah menggandengnya sebagai produser eksekutif film Good Night, and Good Luck. Toh, semua ketenaran itu tak membuatnya kebal bersuara di blog.
Sementara ganjalan blog tak berpengaruh bagi Mark Cuban, hal serupa sempat membuat limbung Ellen Simonetti, 32 tahun, mantan pramugari Delta Air Lines. Di kalangan blogger, Ellen dikenal sebagai ”Ratu Angkasa (The Queen of the Sky)”, nama blognya dulu. Namanya meroket pada akhir 2004 setelah ia dipecat oleh Delta karena memamerkan foto-foto dirinya di dalam kabin pesawat yang sedang kosong. Pada lima foto yang terpampang, selain kaki jenjangnya yang berstoking cokelat terlihat sampai ke pangkal paha, ada juga foto yang memperlihatkan secuil lembah dadanya dalam seragam Delta! Itu yang bikin Delta berang.
Tak terima dengan pemecatan Delta yang dianggapnya -diskriminatif, Ellen menggugat ke pengadilan pada 2005. Namun, pada Juni 2006, pengadilan memutuskan kasusnya masih dalam kondisi pending. Ellen mengubah nama blognya menjadi ”Diary of A Fired Flight Attendant” (Catatan Seorang Pramugari yang Dipecat) dan dalam persiapan untuk merilis novelnya, Diary of a Dysfunctional Flight Attendant: The Queen of Sky Blog.
Di antara kisah orang-orang yang tersandung blog, tak ada yang lebih sensasional dalam sejarah blog selain terjungkalnya Dan Rather, 75 tahun, pembawa acara CBS Evening News selama 24 tahun (1981-2005). Kisah tragis ini bermula pada 8 September 2004 ketika Rather mewartakan penemuan sejumlah dokumen kesehatan Letnan (kini presiden) George W. Bush. Menurut Rather, dokumen itu ditemukan dalam arsip Letnan Kolonel Jerry B. Killian bertarikh 1972, kala ia menjadi atasan Bush pada Garda Pertahanan Udara Texas. Isinya adalah Letnan Bush tidak bisa mengudara karena gagal memenuhi perintah untuk mengikuti tes fisik. Killian tak bisa dikonfirmasi karena sudah meninggal pada 1984. Rather bersikukuh mengatakan dokumen itu asli, sembari merahasiakan asal-muasal sumber memo. Sementara itu, bekas sekretaris Killian, Marian Carr Knox, membantah pernah mengetik memo seperti itu.
Kontroversi pecah di media massa terkemuka, cetak dan audio-visual. Misteri keaslian dokumen Killian akhirnya terpecahkan di blog Free Republic, lewat pesan #47 yang dikirimkan seseorang bernama ”Buckhead”. Lelaki itu mengajukan bukti-bukti bahwa jenis huruf dalam memo tak sesuai dengan jenis mesin ketik yang lazim dipakai pada tahun 1970-an. Pe-nulis yang jatidirinya misterius itu juga menyebut bahwa memo Killian sengaja difotokopi belasan kali untuk mendapat efek naskah tua.
Keberhasilan ”Buckhead” meng-ungkap salah satu skan-dal politik domestik Ame-rika itu kemudian membuat pu-blik dan media massa ber-lomba-lomba mem-bu-ka siapa pemilik nama itu. Belakang-an terbukti, ”Buckhead” adalah Harry W. MacDougald, kini 48 tahun, se-orang pengaca-ra Atlanta yang memiliki ikat-an kuat de-ngan kubu Re-publik. Ia yang me-nulis petisi agar Mahkamah Agung Arkansas me-makzulkan mantan presiden Bill Clinton me-nyusul terbongkarnya skan-dal Monica Lewinsky. Blog akhirnya menjadi pisau peng-ungkap kebenaran seperti halnya koran, televisi, juga radio.
Akmal Nasery Basral
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo