Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo mendengar secara langsung kegagalannya mendapat rekomendasi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk maju dalam pemilihan kepala daerah Solo 2020 dari Presiden Joko Widodo.
Politikus partai berlambang banteng moncong putih itu dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Negara, kemarin.
Jokowi mengabarkan bahwa ia gagal mendapat rekomendasi PDIP untuk maju menjadi calon Wali Kota Solo yang diusung partainya.
JAKARTA — Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo mendengar secara langsung kegagalannya mendapatkan rekomendasi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk maju dalam pemilihan kepala daerah Solo 2020 dari Presiden Joko Widodo. Politikus partai berlambang banteng itu dipanggil Presiden ke Istana Negara, kemarin.
Menurut Purnomo, awalnya ia dihubungi oleh salah seorang anggota staf Istana bahwa Presiden akan meneleponnya pada Rabu lalu. Namun, setelah menunggu, rupanya Presiden meminta Purnomo datang ke Istana keesokan harinya. Kemarin, Purnomo terbang ke Jakarta dan langsung menuju Istana. "Ditemui oleh Pak Jokowi. Kami kan memang sudah bersahabat sejak lama," kata Purnomo di Solo, kemarin.
Purnomo mengatakan persamuhan di Istana Negara itu membahas soal pemilihan kepala daerah Solo 2020. Sambil makan siang, kata dia, Jokowi mengabarkan bahwa Purnomo gagal mendapatkan rekomendasi PDIP untuk maju menjadi calon Wali Kota Solo yang diusung partainya.
Jokowi menyampaikan bahwa anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dan Teguh Prakoso yang mendapat rekomendasi PDIP. "Saya tidak kaget. Sudah saya perkirakan jauh sebelumnya," ujar Purnomo.
Obrolan mengalir. Setelah membahas pilkada Solo, Purnomo mengajukan permohonan agar Jokowi membantu pembiayaan pembangunan masjid di kompleks Sriwedari. Permohonan bantuan yang diajukan ketua pembangunan masjid tersebut sebesar Rp 100 miliar. Menurut Purnomo, Jokowi menyetujuinya.
Ia membantah bila dikatakan permohonan bantuan itu adalah kompensasi kekalahannya dalam berebut rekomendasi dengan Gibran. "Andai kata saya yang dapat rekomendasi, permohonan itu akan tetap saya sampaikan," katanya.
Di sela kesempatan, Jokowi menawari Purnomo untuk berkarier di Ibu Kota setelah tidak lagi menjabat Wakil Wali Kota Solo. "Tapi ini bukan tawaran jabatan lho, ya, hanya membicarakan kemungkinan atau alternatif. Hanya obrolan selingan sembari makan," kata Purnomo. Dia menolak tawaran itu karena mengklaim tidak tertarik untuk tinggal di luar Kota Solo.
Jauh sebelum Jokowi mengabarkan soal kekalahannya, Purnomo sudah mengira tak akan mendapat rekomendasi dari PDIP setelah Gibran turut mendaftar sebagai calon Wali Kota Solo dari partai yang sama. Meski telah mengantongi restu Dewan Pimpinan Cabang PDIP Solo, Purnomo sempat menyatakan mundur dari pencalonan karena ingin berfokus menangani wabah Covid-19 yang melanda kotanya. Namun pengunduran diri itu ditolak. Kemarin, PDIP mengumumkan secara resmi akan mengusung Gibran menjadi calon Wali Kota Solo 2020.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko tak membalas upaya konfirmasi Tempo mengenai pertemuan Jokowi dan Purnomo. Adapun Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan enggan berkomentar. “Saya tidak dalam kapasitas menjawab itu,” kata dia.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai cawe-cawenya Jokowi dalam pencalonan kader PDIP di pilkada Solo bertujuan mendinginkan suasana. Ia berpendapat Jokowi turun tangan agar pencalonan putra sulungnya sebagai Wali Kota Solo tak diwarnai gejolak di lingkup internal partai. Selain itu, ia berkepentingan untuk memikirkan nasib kawan lamanya tersebut setelah gagal maju menjadi kepala daerah di Solo.
Akan tetapi, menurut Adi, pembahasan mengenai pilkada Solo di Istana Negara antara Presiden Jokowi dan Purnomo tidak pantas dilakukan. Istana Negara, kata dia, adalah tempat yang sakral dan tidak boleh disalahgunakan untuk membahas hal-hal di luar kenegaraan, apalagi membahas ihwal politik elektoral.
"Harus dicek betul itu. Kalau diundang atas nama kader partai lalu ngomongin pilkada di sana, tentu ini tontonan yang kurang bijak. Jangan sampai Istana Negara digunakan untuk membicarakan hal di luar kenegaraan," ucap dia.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai ikut campurnya Jokowi dalam pilkada Solo 2020 menunjukkan ambisinya untuk menciptakan dinasti politik. Jokowi, kata dia, tengah mencari ruang untuk menghindari risiko politik, seperti penolakan kader atas terpilihnya Gibran dan manuver politik ketika Gibran melakukan kampanye.
Namun, senada dengan Adi, Arya menilai bahwa upaya meredam gejolak dalam pemilihan kepala daerah tingkat kota seharusnya bisa diselesaikan selevel pimpinan partai. “Untuk rekomendasi pilkada seperti ini, kurang tepat kalau Presiden langsung turun tangan,” katanya.
ACHMAD RAFIQ | MAYA AYU PUSPITASARI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cawe-cawe Jokowi buat Pencalonan Gibran
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo