Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pencairan bantuan sosial berbentuk bantuan pangan nontunai atau BPNT berubah menjadi kekecewaan.
Telur BPNT itu busuk dan tidak layak konsumsi, serta rasa buah kecut di mulut.
Terindikasi ada penyelewengan dalam penyaluran dan pencairan BPNT.
BOGOR – Kegirangan Samsudin, 46 tahun, warga Wangun, Desa Karang Tengah, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, setelah mencairkan bantuan sosial berbentuk bantuan pangan nontunai atau BPNT berubah menjadi kekecewaan. Bantuan pangan seharusnya berkualitas baik, tapi yang diterima Samsudin justru sebaliknya. Telur BPNT itu busuk dan tidak layak konsumsi. Rasa buah pun kecut di mulut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rabu lalu, Samsudin bersama warga lainnya berkumpul di kantor Desa Karang Tengah. Mereka antre dan bergiliran menggesek kartu BPNT mereka. Bantuan senilai Rp 200 ribu per bulan itu hendak ditukarkan dengan bahan konsumsi yang sudah disiapkan agen penyuplai. Tidak memiliki kecurigaan, warga yang sudah menerima bantuan pun pulang membawa “bingkisan” ke rumah masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sesampai di rumah, Samsudin kaget bukan kepalang setelah membuka paket BPNT yang ia peroleh. Jumlah timbangan beras yang ia terima jauh lebih rendah dari yang diterima warga penerima manfaat lainnya. Selain itu, kacang hijau dan buah jeruknya terasa kecut. Artinya, BPNT yang ia terima tidak sesuai dengan ekspektasinya serta aturan undang-undang yang mengatur tentang penyaluran bantuan sosial.
Lebih kaget lagi saat ia mencium bau busuk di tempat telur. Awalnya Samsudin berpikir bahwa bau itu berasal dari pecahan telur lain karena ditumpuk. “Eh, pas saya pecahin salah satunya, ternyata telurnya busuk. Warnanya sudah agak kebiruan. Bukan satu, tapi ada empat yang kondisinya sama busuk di dalam wadah saya,” kata Samsudin, kemarin.
Hal yang sama dikatakan Panji Riswaya, 30 tahun. Ia mengatakan saudaranya yang menerima BPNT di kantor desa mendapat bantuan sosial yang tidak layak konsumsi, sama seperti Samsudin. Bahkan, Panji menyebutkan, ketua rukun tetangga (RT) di kampungnya juga menerima BPNT yang tidak layak konsumsi.
Karena merasa dirugikan dan kecewa, keluarga penerima manfaat (KPM) mengembalikan BPNT ke kantor desa. Namun, menurut Panji, warga hanya ditenangkan serta diberi janji barang akan diganti dengan yang lebih baik dan layak konsumsi.
Padahal, kata Panji, masalahnya bukan diganti atau lainnya. Tapi penyaluran BPNT ini janggal. Seharusnya KPM bisa menentukan agen atau e-warung dan memilih barangnya sendiri, bukan didrop kolektif seperti ini. “Itu kan tiap bulan (kartu ATM BPNT KPM) diisi Rp 200 ribu per KPM. Nah, biarkan warga memilih warungnya supaya bisa mendapatkan barang yang sesuai dengan kebutuhan. Jangan digiring seperti ini,” ucap Panji.
Bantuan telur dalam program bantuan pangan nontunai (BPNT), 20 Januari 2022. Istimewa
Pengamat dari Lembaga Pengamat Kebijakan Publik (LPKH), Rahmatullah, menyebutkan ada indikasi penyelewengan dalam penyaluran dan pencairan BPNT itu. Sebab, menurut dia, KPM memiliki hak mencari dan mentransaksikan kartu BPNT-nya di e-warung mana pun di seluruh Indonesia.
Rahmat mengatakan pencairan BPNT secara kolektif dan dilakukan di kantor pemerintah tentu harus memiliki alasan kuat. Selain itu, barang konsumsinya harus memiliki standar lebih baik dari agen e-warung. Sebab, lembaga pemerintah harus menjamin BPNT yang diterima KPM baik, bersih, dan lebih dari layak untuk dikonsumsi sesuai dengan harga pasarannya.
Ihwal kasus BPNT ini, kata Rahmat, sebetulnya sudah banyak KPM yang mengeluh. Dari barang yang tidak layak, buruknya kualitas barang, serta timbangan dan harga yang tidak sesuai. Nah, yang paling parah adalah temuan telur busuk ini.
Menurut dia, hal ini akan kacau jika terus dibiarkan. Sebab, masyarakat hanya sebatas melapor dan tidak ada tindak lanjut. “Saya berharap kejadian telur busuk ini selesai dan tak terulang lagi. Apalagi sudah ada penyelidikan dari aparat penegak hukum. Ini akan selesai dan tidak lagi terulang,” kata Rahmat.
Ketua Barisan Monitoring Hukum, Irianto, mengatakan kasus ditemukannya telur busuk dalam BPNT ini harus menjadi perhatian prioritas organisasi perangkat daerah (OPD) ataupun kedinasan terkait. Menurut dia, penemuan telur busuk ini bukan hanya tanggung jawab dinas sosial. Dinas kesehatan serta dinas perindustrian dan perdagangan juga harus ikut bertanggung jawab membereskan permasalahan ini dan memastikan hal tersebut tidak terjadi lagi di kemudian hari. “Jangan sampai KPM, khususnya warga miskin penerima manfaat, yang menjadi korban. Jangan sudah ramai, baru pada sibuk klarifikasi,” kata Irianto.
Irianto mendorong aparat penegak hukum melakukan penyelidikan mendalam. Keberadaan agen dan penyuplai BPNT itu melibatkan Himpunan Bank Negara (Himbara), yang berwenang menentukan warung warga menjadi agen pencairan BPNT.
Kepala Seksi Pemerintah Desa Karang Tengah, Ade, mengatakan laporan adanya KPM yang menerima telur busuk berawal dari seorang ibu warga setempat yang mempertanyakan kenapa ada telur busuk dalam paket BPNT yang diterimanya. Ade mendapat pertanyaan itu setelah dia beserta petugas RW setempat mengecek warga-warga penerima BPNT. Bahkan, Ade mengklaim, pihaknya menyiapkan sekeranjang telur pengganti jika ditemukan ada telur yang busuk. “Sebelum-sebelumnya ini tidak pernah terjadi. Baru kali ini saja kami mendapat laporan adanya KPM yang menerima telur busuk,” kata dia.
Ade mengatakan di desanya ada sekitar 1.500 KPM yang menerima BPNT pada Rabu lalu. Menurut dia, KPM yang menerima telur busuk itu merupakan bagian dari penyaluran distributor PT AAM. Ade menyebutkan terdapat sekitar 1.000 KPM yang menerima BPNT melalui penyaluran PT AAM. “Dari penelusuran yang kami lakukan terhadap seribuan KPM itu, hanya ditemukan dua atau tiga KPM yang menerima telur busuk,” ujar Ade.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bogor, Mustaqim, mengatakan, setelah mendapat laporan adanya KPM yang menerima BPNT tidak layak konsumsi, pihaknya langsung turun ke lapangan dengan menggandeng aparat penegak hukum.
Mustaqim menyebutkan laporan tersebut langsung ditindaklanjuti dan dilaporkan langsung ke Kementerian Sosial. “Ini kan menjelekkan nama Dinsos, padahal tugas kami hanya memonitor dan menerima aduan jika ada KPM yang dirugikan,” kata dia.
M.A. MURTADHO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo