Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Kasus sengketa lahan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu memasuki babak baru setelah Ombudsman perwakilan Jakarta Raya menerbitkan Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan terhadap konflik tanah di Pulau Pari pada 9 April 2018.
Hasilnya, Ombudsman menemukan adanya maladministrasi pada penerbitan sertifikat tanah untuk dua pengembang di Pulau Pari, PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Griyanusa oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara. Walhasil, Ombudsman meminta agar peruntukan tanah dikembalikan ke warga.
Di tengah proses ini, datanglah Surat Undangan Bupati Kepulauan Seribu No.975/-1.71132 tertanggal 14 Mei 2018 yang ditujukan kepada warga Pulau Pari. Dalam surat itu, tercantum agenda pertemuan yaitu penjelasan tentang legalitas HGB (Hak Guna Bangunan) dan SHM (Sertifikat Hak Milik) di Pulau Pari.
Baca : Cara Bupati Kepulauan Seribu Akan Klarifikasi ke Warga Pulau Pari
17 pihak diundang untuk bertemu pada Kamis, 24 Mei 2018, mulai dari warga, Kantor Pertanahan, hingga pengembang PT Bumi Pari Asri. Sebagai bentuk protes, warga pun berencana untuk tidak hadir dalam pertemuan tersebut karena menganggap Bupati telah mengabaikan laporan Ombudsman.
Sebuah bangunan milik warga berdiri di atas tanah sengketa antara PT Bumipari Asri dan warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, Rabu, 9 Mei 2018. Tempo/Fajar Pebrianto
"Kami hanya ingin melakukan beberapa klarifikasi," kata Bupati Kepulauan Seribu Irmansyah saat dihubungi di Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018. Menurut dia, pertemuan bersifat terbuka dan setiap orang bisa menyampaikan fakta sesuai data yang dimiliki.
Saat ini, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu pun terus mematangkan konsep yang nanti dibicarakan. Kalau konsep dirasa belum matang, kata Irmansyah, kemungkinan pertemuan akan ditunda pekan depan.
"Lebih baik bahas rencana ke depan, kalau cuma bahas polemik, habis energi saja," tutur Irmansyah.
Kuasa hukum dari warga Pulau Pari, Nelson Simamora, menganggao surat dari Irmansyah aneh dan janggal. Salah satunya adalah tidak adanya wewenang dari Bupati untuk mengurusi soal sengketa tanah. "Yang berwenang, ya Kantor Pertanahan," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini