Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Daeng Roga Masih Disukai

Bemo dan daihatsu sebagai angkutan penumpang dalam kota ditambah rutenya menjadi lima. Pembagian rute kurang ditaati. Penumpang masih suka naik roga (becak).

1 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KE mana tujuan bemo dan daihatsu kecil itu? Dulu hanya untuk pinggir kota selatan dan utara. Sejak dua bulan ini rute kendaraan angkutan penumpang, dalam kota telah ditambah. Selain rutenya yang telah menjadi lima, juga frekwensi dan jumlah kendaraannya telah bertambah banyak. Tapi rupanya penduduk Ujung Pandang masih lebih suka naik roga alias roda tiga bin becak daripada naik bemo. Terutama untuk jarak dekat, meskipun diliwati oleh si bemo. "Enak, tidak berdesakan", kata dua orang bakul jamu dari Jawa, "tapi pulangnya saya naik bemo, sudah tidak membawa beban berat", tambahnya. Sebelum ini, Ujung Pandang juga mempunyai taksi dalam kota, dengan puluhan sedan Toyota Corona, milik Morante. Corona boleh dihentikan dan disuruh ke mana saja di dalam kota, hanya dengan biaya Rp 25/Rp 50 waktu itu per orang. Keengganan memakai jasa kendaraan motor beroda empat di dalam kota ini masih berlangsung sampai sekarang. Mobil Morante kini tinggal beberapa biji karena sebagian besar ditarik ke daerah lain yang menguntungkan. Yang adapun tidak lagi melayani jauh dekat Rp 25/Rp 50 itu tapi mengurus penumpang ke mana saja dengan harga tawar menawar. Tidak beda dengan taksi gelap yang jumlahnya ratusan di Ujung Pandang. Daihatsu kecil muncul, jumlahnya sudah sekitar tiga ratusan. Penumpang masih ogah-ogahan. Supirnya mengeluh. "Pajak setoran Rp 3.500 per hari tapi pemasukan tidak sampai sekian. Lumayan bila punya Daihatsu sendiri", keluh salah seorang supir yang dulunya aktif kuliah. Pembagian trayek tidak dipatuhi lagi. Para supir mengambil rute seenaknya, pokoknya ada penumpang, ke sanalah kendaraan ditujukan. Terhadap kebebasan ini rupanya fihak penertib belum mengambil tindakan, barangkali - dengan pertimbangan Pancasila yang mempunyai peri-kemanusiaan itu. Rute Sepi Rute yang nampaknya ingin membantu angkutan mahasiswa Unhas yaitu rute yang menyinggung kompleks Unhas, Jl. Masjid Raya, Jl. Sunu sampai ke Tello. Rute ini sepi. Kurang jelas, apakah para mahasiswa yang enggan ataukah bemonya yang masih malu-malu. "Jaraknya cukup dekat tapi dengan Rp 50 juga. Bila berdua lebih enak naik becak dengan Rp 100. Ongkos sama atau mungkin lebih murah tapi tenang", kata seorang mahasiswa. Kendaraan-kendaraan kecil itu berangkat dan pulang bermula dan berakhir di stasiun bemo, di sebelah stasiun bis dekat Pasar Sentral. Sebuah papan besar sengaja dipasang untuk menunjukkan pengelompokan trayek baru yang lima itu. Tarifnya hampir rata-rata Rp 50 per orang jauh dekat. Hanya satu yang bertarif Rp 75, yaitu yang terus menerobos ke kabupaten Cowa, Sungguminasa. Alhasil, trayek yang paling laris masih tetap seperti dahulu, yaitu yang menjangkau daerah selatan dan utara. Akan halnya yang ke Jongaya, Cenderawasih dan Tello, kurang mendapat perhatian. Untuk menjalani rute yang sepi ini, para supir pun berfikir ekonomis. Banyak bensin habis tapi penumpang tak ada. Belum lagi kalau petugas LLAJR suka main-main berdiri di pinggir jalan. Ada juga yang mengatakan bahwa pembagian trayek ini belum waktunya. Orang masih suka memakai becak dengan pengeluaran uang-yang dapat ditawar sedang bemo jauh dekat dengan tarif yang sudah pasti. Tentu-akan menjadi lain nantinya bila sudah ada pembebasan jalanan dari daeng roga hingga mereka terpaksa mengayuh, hanya pada jalanan tertentu di pinggir kota. Harap maklum, jumlah roga yang sekitar 20 ribu sudah melebihi jumlah yang pantas buat Ujung Pandang. Mereka enak saja menjelajahi jalanan besar meskipun sudah disediakan jalur tersendiri di bagian pinggir jalanjalan tertentu. Rupanya masing-masing, bemo, roga, penumpang dan pengatur lalulintas, masih saling tenggang rasa. Itulah repotnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus