Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dari Mandiri Duit Mengalir

Adelin diduga mencuci uang hasil pembalakan liar. Ratusan transaksi dilakukan lewat dua bank.

18 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENCUCI uang hasil kejahatan bisa jadi segampang mencuci pakaian. Taruhlah di bank, transfer ke beberapa rekening orang lain untuk disamarkan, atau kirim ke Cayman Island. Uang haram pun ”bersih” seketika, dan bisa langsung dipakai untuk membeli apartemen, hotel, pulau, atau investasi di pasar uang.

Itu pula yang diduga dilakukan Adelin Lis, tahanan kepolisian dalam kasus pembalakan liar. Meski begitu, Direktur Keuangan PT Keang Nam Development Indonesia ini asetnya kini tak lagi aman. Hartanya terancam disita setelah perusahaannya dinyatakan terlibat penebangan hutan secara ilegal karena merambah kawasan hutan Taman Nasional Batang Gadis, Mandailing, Sumatera Utara.

Polisi menyergap sejumlah karyawannya dalam Operasi Hutan Lestari III, Januari lalu. Adelin pun buron sebulan kemudian. Tapi transaksi keuangannya terus berjalan. Penelusuran Tempo menemukan ada ratusan transaksi keuangan di rekening penerus bisnis raja kayu Medan, Acik Lis, ini sepanjang awal Januari 2005 hingga akhir Februari lalu.

Transaksi dilakukan dalam dua rekening di Bank Mandiri dan satu rekening di Bank Lippo Cabang Medan senilai total Rp 40 miliar. Setiap transaksi rata-rata Rp 200 juta, tapi ada juga yang mencapai Rp 1 miliar. Selain PT Keang, rekening atas nama PT Mujur Timber dan PT Inanta Timber—dua perusahaan kayu lain milik keluarga Lis.

Pada rekening Bank Mandiri milik PT Keang, tercatat telah terjadi penarikan sebesar Rp 28,4 miliar, sedangkan setoran pemasukannya cuma Rp 8,3 miliar. Sedangkan di rekening Bank Lippo, selama periode Januari-Juli 2005 ada transaksi debet giro valas US$ 21.034 (Rp 200 juta) dan pemasukan US$ 14.296. Saat ditutup 4 Juli 2005, saldonya tinggal US$ 970,25. Rekening ini milik PT Mujur, tempat Adelin menjadi komisaris.

Satu rekening di Bank Mandiri lainnya milik PT Inanta Timber. Di rekening ini bahkan terdapat aliran duit berupa kredit modal kerja sebesar Rp 2,5 miliar. ”Itu kredit lama sejak 1980 yang diperpanjang setiap tahun,” kata Kepala Humas Bank Mandiri, Mansyur Nasution. Ia pun membenarkan bahwa perusahaan keluarga Lis adalah nasabah bank pemerintah ini. Sementara itu, manajemen Lippo tak bersedia memberikan komentar ihwal temuan ini.

Dari rekening-rekening itulah duit tersebut kemudian mengalir ke ratusan rekening atas nama pribadi dan perusahaan, baik di dalam maupun luar negeri. Nama yang sering muncul dari banyak transaksi itu adalah Susilo Setiawan, Adenan Lis, dan Arsyad Lis—dua nama terakhir adalah kakak Adelin.

Pengacara Adelin, Sakti Hasibuan, mengakui Susilo tak lain adalah Manajer Operasional PT Keang Nam yang tertangkap dalam penyergapan polisi, Januari lalu. Pengadilan Sumatera Utara telah memvonis laki-laki 41 tahun itu delapan bulan penjara pada 27 Juli lalu.

Dari rekening Susilo inilah polisi kemudian melacak jejak Adelin. Transaksi awal Februari menunjukkan bahwa raja kayu Medan ini berkeliaran di Cina. Lelaki 49 tahun ini akhirnya tertangkap setelah menyanggong ke kantor Kedutaan Besar Indonesia di Beijing.

Tapi Sakti menyergah jika transaksi keuangan kliennya itu disebut upaya pencucian uang. Menurut dia, transaksi itu wajar dalam sebuah perusahaan. ”Susilo diberi uang untuk bayar gaji karyawan atau beli logistik lainnya di camp,” kata pengacara yang sudah bekerja untuk keluarga Lis selama 30 tahun ini.

Bagi Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Yunus Husein, apa pun alasannya, transaksi yang dilakukan keluarga Lis sudah berbau pencucian uang. ”Syarat disebut kejahatan money laundering cukup,” katanya, ketika Tempo meminta konfirmasi soal aliran duit itu.

Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang memang disebutkan: uang hasil kejahatan tetap dikategorikan money laundering jika masuk dalam sistem keuangan seperti bank. Pembalakan liar termasuk jenis kejahatan inti tindak pidana ini.

Jika dari bank itu duit ditransfer lagi ke rekening lain yang berbeda-beda, syarat kedua terpenuhi, yakni pengaburan. Sebuah kejahatan pencucian uang paripurna jika duit itu terus mengalir hingga berwujud aset fisik atau investasi di pasar modal. ”Seluruh hartanya langsung terindikasi pencucian,” kata Yunus, ”tak peduli kapan si pelaku ditetapkan sebagai tersangka.”

Buat para pengusaha kayu haram, modus pencucian uang sesungguhnya bukan barang baru. Sedari dulu praktek ini kerap dilakukan lewat bank-bank kecil. Tak jarang mereka pun mempunyai bank, seperti diungkap Yenti Ganarsi, ahli hukum pidana pencucian uang Universitas Trisakti, dalam disertasinya. ”Bisa juga mereka menawarkan dananya kepada bank yang mau bangkrut,” katanya. Lewat bank itulah duit haram dibersihkan. Trik ini marak sejak izin mendirikan bank dipermudah pada 1988.

Menurut Yenti, melacak transaksi keuangan sangat efektif untuk mencokok para pelaku kejahatan. Apalagi Indonesia sudah menjalin kerja sama timbal balik dengan beberapa negara yang menjadi langganan tempat persembunyian puluhan koruptor, seperti Cina dan Hong Kong.

Itu sebabnya, polisi kini juga akan memakai data transaksi di bank sebagai senjata utama dalam melacak keberadaan Direktur Utama dan Manajer PT Inanta: Adenan dan Lee Suk Man, warga Korea Selatan. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka, namun hingga kini masih buron. ”Nilai duitnya lumayan besar,” kata Kepala Polda Sumatera Utara, Inspektur Jenderal Bambang Hendarso Danuri, di Jakarta, Kamis malam pekan lalu.

Adenan kini bermukim di luar negeri. Pekan lalu ia menelepon Sakti dan berniat menyerahkan diri ke polisi. ”Asal tak ditahan,” katanya memberi syarat, seperti dikutip Sakti. Negara terakhir yang dikunjungi Adenan tahun lalu adalah Amerika Serikat, untuk operasi jantung. Sakti mengaku tak tahu di mana kliennya itu kini berada, karena sewaktu menelepon Adenan memakai nomor khusus pribadi.

Untuk Adelin dan para tersangka lainnya, polisi kini telah menyiapkan tiga lapis pasal tuntutan. Menurut Bambang Danuri, selain dakwaan pembalakan liar dan korupsi, mereka pun bakal dijerat pasal pencucian uang.

Sejauh ini, menjerat pembalak liar dengan dakwaan pencucian uang memang belum pernah dilakukan jaksa di pengadilan. Padahal, untuk itu, bukti-bukti dakwaan bisa diambil dari transaksi-transaksi keuangan para pelaku.

Di pengadilanlah, kata Yunus, terdakwa nantinya akan diminta membuktikan: mana duit dari hasil kejahatan, mana yang bukan. Lewat cara ini, diharapkan kerugian negara dari praktek pencucian uang, yang diperkirakan mencapai Rp 45 triliun setahun, bisa mulai dibendung.

Bagja Hidayat, Hambali Batubara (Medan), Dimas Adityo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus