Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dari "RI-1" untuk Texmaco

5 Desember 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari ini minta, besok cair. Itulah nasib baik yang dinikmanti Texmaco. Kelihaian Marimutu Sinivasan memanfaatkan kedekatan dengan bekas "RI-1" membuat konglomerat keturunan India itu berhasil mengeruk devisa negara dalam jumlah besar. Tentu saja tanpa prosedur yang berbelit. Melalui tiga bank "plat merah"—BNI, BRI, dan Bank Exim—mengalir dana US$ 816 juta plus Rp 450 miliar untuk Texmaco.
TAHAP I

September 1997
Direksi Texmaco meminta bantuan likuiditas US$ 370 juta kepada BI melalui BNI.

14 Oktober 1997
BI memberi fasilitas rediskonto pre-shipment ("rencana ekspor"). Biasanya, fasilitas ini atas dasar post-shipment ("realisasi ekspor").

30 Oktober 1997
Menperindag Tunky Ariwibowo merekomendasikan Texmaco kepada Gubernur BI Soedrajad Djiwandono agar diberi fasilitas penjualan wesel ekspor pre-shipment. Hari itu juga, BI memberi fasilitas rediskonto devisa hasil ekspor pre-shipment bagi Texmaco.

4 November 1997
Direksi BI mengeluarkan SK jual-beli devisa hasil ekspor pre-shipment yang sebelumnya hanya bisa untuk post-shipment. SK ini memungkinkan Texmaco mendapat dana.


TAHAP II

24 Desember 1997
Texmaco terancam cross default dari berbagai pihak di luar negeri. Untuk mencegahnya, BI menempatkan deposito US$ 100 juta di BNI.

5 November 1997BNI mengucurkan fasilitas rediskonto devisa hasil ekspor pre-shipment US$ 276 juta kepada Texmaco.

29 Desember 1997
Dirut Texmaco Marimutu Sinivasan mengirim surat kepada Soeharto. Isinya, meminta fasilitas kredit 100 persen pre-shipment. Seharusnya, maksimum kredit 50 persen.

Desember 1997
Soeharto memberi disposisi kepada Mensesneg Moerdiono yang diteruskan kepada Soedrajad Djiwandono. "Sesneg, apa yang telah dilaporkan dan saya setujui belum juga teratasi," kata Soeharto.

12 Januari 1998
Dirut Texmaco mengajukan fasilitas rediskonto wesel ekspor pre-shipment kepada BNI sebesar US$ 340 juta.

13 Januari 1998
BNI menyetujui seluruh permohonan Texmaco.

15 Januari 1998
Texmaco menerima kucuran dana US$ 240 juta dari BNI. Deposito US$ 100 juta dari BI untuk Texmaco diperpanjang.


TAHAP III

11 Februari 1998
Soeharto mengunjungi pabrik Texmaco di Subang, Jawa Barat.

12 Februari 1998
Marimutu mengirim surat ke Gubernur BI. Isinya menerangkan bahwa Soeharto telah berkunjung ke pabrik Texmaco dan setuju untuk membiayai proyek-proyek Texmaco.

23 Februari 1998
Marimutu kembali mengirim surat kepada Soeharto dan Gubernur BI. Isinya, minta bantuan dana mendesak US$ 200 juta (lewat BRI) dan Rp 450 miliar (lewat BNI).

24 Februari 1998
”Sesneg, setuju BI menyelesaikannya” kata Soeharto dalam disposisi yang diteruskan ke Soedrajad Djiwandono.

3 dan 5 Maret 1998
Bank Exim mencairkan dana US$ 60 juta untuk Texmaco.

12 Maret 1998
BI menempatkan deposito US$ 40 juta dan SBPU khusus Rp 1,02 triliun (setara US$ 100 juta) kepada Texmaco di BRI. Melalui BNI, BI memberikan fasilitas rediskonto devisa ekspor pre-shipment Rp 450 miliar.

3 Juni 1998
BNI meminta fasilitas rediskonto pre-shipment Texmacodiperpanjang karena perusahaan mengalami penurunan kinerja.

15 Juni 1998
Marimutu menyurati Gubernur BI untuk meminta penjadwalan cicilan utang. Alasannya, ekspor terganggu dan rencana utang US$ 750 juta dari kreditur asing dibatalkan

20 Juli 1998
BI menyetujui permohonan Texmaco. Bunga karena keterlambatan pelunasan dihapus.

29 November 1999
Dalam hearing dengan Komisi IX DPR, Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN, Laksamana Sukardi, membeberkan kasus Texmaco.

30 November 1999
Di hadapan anggota DPR, Marimutu mengaku telah meminta bantuan Soeharto untuk mencairkan kredit.

2 Desember 1999
Jaksa Agung Marzuki Darusman menetapkan Presdir Texmaco, Marimutu Sinivasan, sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi.


Aktor SkandalTexmaco

Bekas Presiden Soeharto

  • Melakukan penyalahgunaan jabatan dengan membuat disposisi yang menguntungkan Grup Texmaco, meski group tersebut nyaris di-default oleh berbagai pihak di luar negeri.

Bekas Gubernur BI Soedradjad Djiwandono

  • Mengucurkan dana US$ 816 juta dan Rp 450 miliar kepada Texmaco melalui tiga bank pemerintah—BNI, BRI, dan Bank Exim—hanya berdasar disposisi Soeharto tanpa mempertimbangkan kemampuan Texmaco untuk membayar utang.
  • BI melanggar aturan pengucuran kredit. Semestinya KLBI dikucurkan melalui bagian urusan kredit, bukan melalui bagian urusan luar negeri dan urusan operasi pengendali moneter.
  • BI tidak melaksanakan prinsip pengelolaan cadangan devisa secara benar.

Bekas Menperindag Tunky Ariwibowo

  • Merekomendasikan Texmaco ke BI untuk mendapat utang yang melampaui kesanggupannya untuk membayar.

Presdir Grup Texmaco Marimutu Sinivasan

  • Melakukan mark-up proyeksi ekspor.
  • Menggunakan pendekatan kekuasaan untuk memperoleh kredit dari BI.
  • Menyalahgunakan kredit ekspor: US$ 300 juta untuk membayar utang jangka pendek dan sisanya untuk ekspansi usaha.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus