Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK seperti tahanan lain, Wawan Kurniawan tidak sekali pun mendapat jatah piket di Rumah Tahanan Salemba Cabang Markas Komando Brigade Mobil, Depok, Jawa Barat, sejak diterungku. Piket tersebut sebenarnya tak berat: hanya membersihkan sel atau mengambilkan air minum dan makanan dari petugas jaga untuk penghuni rumah tahanan. Penjaga biasanya menggilir rata tugas itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, karena dianggap bengal, Wawan tak dimasukkan ke daftar petugas piket. "Mungkin perilaku Wawan sudah mendapat catatan polisi," kata Faris, pengacara Wawan, Kamis pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wawan menghuni Rumah Tahanan Markas Komando Brimob sejak Oktober 2017 setelah Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap pria beralias Abu Afif itu di perumahan Pandau Permai, Pekanbaru. Polisi menangkap Wawan bersama Beni Samsu Trisno saat hendak pergi memasang instalasi listrik di sekitar Simpang Palas, Riau. Beni adalah tahanan yang tewas saat kerusuhan di Markas Komando Brimob sejak Selasa malam hingga Kamis pagi pekan lalu.
Bersamaan dengan penangkapan Wawan dan Beni, Densus juga menggulung Yoyok Handoko, Nanang Kurniawan, dan Handoko di lokasi yang berbeda di Pekanbaru. Lima sekawan ini dikenal sebagai "Jaringan Riau" dan terafiliasi dengan kelompok Jamaah Ansharud Daulah (JAD) yang dipimpin Aman Abdurrahman. Di Markas Komando Brimob, Wawan dan Beni mendekam di sebuah sel di Blok C, sedangkan Yoyok, Handoko, dan Nanang menghuni Blok B.
Asludin Hatjani, juga pengacara Wawan, mengatakan kliennya menjalani sidang sebelum kericuhan pecah di Markas Komando Brimob. "Dia didakwa atas kepemilikan senjata api dan merencanakan hijrah ke Suriah," ujar Asludin, Kamis pekan lalu.
Persinggungan Wawan dengan ideologi radikal berawal dari video Daulah Islam Irak yang diperoleh dari kawannya di Ikatan Ketua Masjid Indonesia Pekanbaru pada 2010. Ketika kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mulai bersemi, Wawan memutuskan berbaiat kepada Abu Bakar al-Baghdadi pada Juli 2014.
Pengucapan sumpah setia kepada pemimpin ISIS itu dilakukan seorang diri, tanpa disaksikan siapa-siapa, di kediaman Wawan di perumahan Taman Arengka Indah, Pekanbaru. "Saya mengangkat tangan kanan sambil mengucap kalimat baiat," kata Wawan seperti terungkap dalam dokumen persidangan.
Dua tahun setelah berikrar, Wawan "naik pangkat" menjadi amir Jamaah Ansharud Daulah Pekanbaru. Ia pun menyiapkan sejumlah rencana amaliyah. Wawan, misalnya, merencanakan hijrah dan menjadi kombatan di Suriah; Marawi, Filipina; dan Myanmar. Siasat jihad itu gagal karena berbagai alasan. Ia urung berangkat ke Suriah karena bokek dan tak kunjung menemukan "sponsor". Sedangkan rencana berkomplot dengan Isnilon Hapilon di Marawi batal lantaran Wawan tertipu seseorang bernama Hanzulah alias Ubaydilah.
Tak hanya merencanakan hijrah, Wawan juga bertekad menyerang markas Tentara Nasional Indonesia, Brimob, dan pos-pos polisi di Pekanbaru. "Tujuannya membunuh anshor taghut dan merebut senjatanya," ujar Wawan dalam dokumen persidangan.
Ia menggelar sedikitnya empat kali pelatihan militer untuk menyiapkan serangan terhadap aparat keamanan. Pelatihan diadakan di situs air terjun Batu Dinding, sekitar 75 kilometer barat daya Pekanbaru. Wawan mengisi pelatihan dengan pengajian; latihan memanah, menembak, dan silat; serta mendaki gunung. Sekali berlatih, ia bisa mengumpulkan sedikitnya 15 orang. "Setelah pelatihan, saya memimpin pembaiatan kepada pemimpin NIIS, Al-Baghdadi," katanya, masih dalam dokumen yang sama.
Di Indonesia, sedikitnya tujuh kelompok teroris berafiliasi dengan ISIS. Kelompok itu di antaranya Jamaah Ansharut Tauhid pimpinan Abu Bakar Ba’asyir, Mujahidin Indonesia Timur yang dikomandoi Santoso, dan Tauhid Wal Jihad pimpinan Aman Abdurrahman. Jamaah Ansharud Daulah yang diikuti Wawan adalah perubahan rupa dari Tauhid Wal Jihad.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menjelaskan bahwa kelompok JAD menganut doktrin takfiri. Bagi mereka, negara Indonesia itu kafir, sehingga siapa pun yang mendukungnya, termasuk polisi dan tentara, merupakan antek kafir atau tagut. "Polisi termasuk kafir harbi karena dianggap menyerang mereka," ujar Tito dalam wawancara dengan Tempo setelah peristiwa bom Kampung Melayu, Jakarta Timur, tahun lalu.
Menurut Tito, setelah Aman Abdurrahman dipenjara, kelompok JAD mengalami krisis kepemimpinan. Zainal Anshori sempat mengambil alih tongkat komando dari Aman. Tapi kepemimpinan Zainal cuma seumur jagung karena polisi keburu membekuknya pada April 2017 atas tuduhan penyelundupan senjata dari Filipina Selatan. "Maka JAD kembali ke pemimpin-pemimpin mudiriyah (wilayah)," kata Tito.
Di Markas Komando Brimob, penghuni rutan dari kelompok JAD bukan hanya Wawan dan jaringan Riau. Setelah bom Thamrin pada 2016, para tersangka teror yang sebagian besar berafiliasi ke kelompok Aman juga ditahan di sana. Seperti tiga anggota JAD Bogor, yakni Mulyadi, Abid Faqihuddin, dan Anang Rachman alias Abu Arumi, yang baru ditangkap polisi pada 4 Mei 2018-empat hari sebelum huru-hara di rutan meletus.
Ketiga terduga teroris itu merencanakan teror di Markas Komando Brimob Kedunghalang, Bogor, Jawa Barat. Mereka pun berniat menyerang polisi di pos Polisi Lalu Lintas Gadog, juga di Bogor, dengan cara membacok dan meledakkan bom bunuh diri di kantor Kepolisian Resor Bogor. "Mereka diduga akan membuat bom berdaya ledak tinggi," ujar juru bicara Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto.
Anggota JAD memenuhi Markas Brimob setelah peristiwa bom Thamrin pada 2016 dan bom Kampung Melayu tahun lalu. Polisi menangkap sedikitnya 36 terduga teroris dan sebagian besar dijebloskan ke Markas Komando Brimob Depok. Salah satunya Muslih Afifi Affandi alias Abu Niel, 43 tahun.
Muslih adalah anggota JAD Bandung Raya. Namanya sempat disebut Aman Abdurrahman dalam rekaman yang beredar di tengah kerusuhan di Markas Komando Brimob. Aman menyebut Muslih sebagai sesepuh di antara anggota JAD yang menghuni rutan Mako Brimob. "Ana bisa minta penjelasan orang yang dituakan di antara antum, Ustaz Muslih, Ustaz Alex Iskandar, atau yang lainnya," kata Aman dalam rekaman yang suaranya dibenarkan pengacara Aman, Asludin Hatjani.
Muslih baru saja divonis tujuh tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta karena dinilai mengetahui rencana teror bom Kampung Melayu. Pelaku peledakan bom bunuh diri Kampung Melayu, Ahmad Sukri dan Ichwan Nur Salam, disebut polisi menghadiri ceramah Muslih di Bandung, lima hari sebelum teror.
Adapun Alex Iskandar yang disebut Aman adalah pemimpin kelompok Bima, Nusa Tenggara Barat. Sama halnya dengan JAD, kelompok ini juga berafiliasi ke ISIS. Alex ditangkap tim Densus pada 2013 atas tuduhan membantu kegiatan terorisme. Sempat bebas pada 2015 setelah divonis dua tahun penjara, pria dengan nama alias Abu Qutaibah ini ditangkap pada Juni 2017 karena diduga terlibat bom Kampung Melayu.
Bekas napi teroris di Markas Komando Brimob, Sofyan Tsauri, mengatakan latar belakang tahanan yang homogen-sama-sama mendukung ISIS-merupakan penyebab tidak langsung terjadinya kerusuhan. Menurut Sofyan, tahanan kasus terorisme juga makin solid karena punya kesempatan bertemu rutin, terutama setiap jam olahraga. "Ideologi mereka makin mengkristal ketika bertemu dengan kawan-kawannya," ujar Sofyan, yang dipenjara karena terlibat pelatihan militer di Aceh.
Raymundus Rikang
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo