Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Tan Malaka yang Nge-Vlog

Daniel Rudi Haryanto membuat film dokumenter ringan tentang Tan Malaka dengan gaya vlog kekinian. Penayangannya disetop.

13 Mei 2018 | 00.00 WIB

Daniel Rudi Haryanto membuat film dokumenter ringan tentang Tan Malaka dengan gaya vlog kekinian. Penayangannya disetop.
Perbesar
Daniel Rudi Haryanto membuat film dokumenter ringan tentang Tan Malaka dengan gaya vlog kekinian. Penayangannya disetop.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

FILM Maha Guru Tan Malaka adalah sebuah napak tilas. Ia menggambarkan perjalanan Rolando Octavio Purba-biasa disapa Marko-menelusuri jejak Tan Malaka di Belanda. Pemuda 25 tahun asal Bandung itu mengunjungi Leiden dan Harleem, dua kota yang menyimpan sejarah tentang Tan Malaka di Negeri Kincir Angin. "Gaes, aku akan menemani kalian untuk menziarahi sejarah seorang pahlawan Indonesia yang barangkali kalian sudah kenal," kata Marko mengawali narasinya dalam film. "Siapa nama pahlawan kita itu? Dia adalah Bapak Tan Malaka."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Berdurasi sekitar 33 menit, Maha Guru Tan Malaka hampir seluruhnya berisi dokumentasi perjalanan Marko di Belanda. Diawali ketika Marko menumpang kereta api dari Paris, Prancis-tempat ia bersekolah keaktoran-menuju Harleem. Setiba di Harleem, Marko bertemu dengan Harry Albert Poeze, sejarawan Belanda yang menulis sejumlah buku tentang Tan Malaka. Keduanya lantas mengunjungi beberapa tempat di Harleem yang menjadi saksi keberadaan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka alias Tan Malaka (1897-1949). Pahlawan nasional asal Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, itu pernah menempuh pendidikan guru di Harleem pada 1913-1919.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Marko dan Poeze mendatangi gedung sekolah pertama Tan Malaka yang sudah berubah fungsi menjadi apartemen. Mereka juga mengunjungi gedung sekolah kedua dan melihat dari jauh tempat kos Tan Malaka di Jacobynestraat, Harleem. Adapun di Leiden, keduanya mampir ke Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde (KITLV) atau The Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies, lembaga ilmu pengetahuan Belanda yang menyimpan banyak arsip tentang sejarah Indonesia. Terakhir, Marko berkunjung ke rumah Poeze untuk melihat berbagai arsip dan dokumen tentang Tan Malaka, antara lain surat Tan Malaka kepada teman-temannya.

Maha Guru Tan Malaka merupakan film dokumenter ringan tentang Tan Malaka. Film itu sama sekali tak memuat "pemikiran berat" Tan Malaka tentang nasionalisme dan kebangsaan. Yang ada hanya dokumentasi perjalanan serta beberapa gambar kartun Tan Malaka dan digitalisasi sejumlah surat. Pada beberapa bagian, film itu bahkan menampilkan Marko yang berbicara di depan kamera seperti sedang nge-vlog, disertai sapaan "Gaes" kepada para penonton. Sutradara Daniel Rudi Haryanto agaknya ingin memperkenalkan sosok Tan Malaka kepada generasi milenial Indonesia. "Saya memang bikin film itu dengan perspektif generasi now," ucap Daniel, Kamis pekan lalu. "Prinsip saya dalam film ini: this is not ideology, just vlog."

Namun, ironisnya, penayangan Maha Guru Tan Malaka justru sempat dilarang. Pada 21 April lalu, acara nonton bareng di Komunitas Shelter Utara, Padang, batal lantaran ada intimidasi dari sejumlah pihak yang menganggap film itu berbau komunisme. Akhirnya pemutaran Maha Guru Tan Malaka masih bisa terlaksana meski lokasinya harus dipindahkan ke kantor Lembaga Bantuan Hukum Padang. "Saya enggak pernah menduga peristiwa itu terjadi di Padang, tanah airnya Tan Malaka," ujar Daniel.

Untuk proses produksi, Daniel mendapat bantuan dana dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 175 juta. Dia kemudian menghubungi Harry Poeze, sejarawan Belanda peneliti Tan Malaka. Poeze pun bersedia membantu meski Daniel hanya sanggup membayar 600 euro sebagai upah Poeze selama menemani produksi film, termasuk membukakan akses arsip tentang Tan Malaka di Leiden dan Harleem. Selain itu, Daniel menghubungi Marko, mahasiswa Indonesia di Paris, yang pernah membantunya menjadi penerjemah dalam sebuah festival film di kota itu pada 2015. "Saya meminta Marko menjadi host dalam film," ucap pria 40 tahun itu.

Maha Guru Tan Malaka pertama kali ditayangkan untuk publik pada 30 Maret lalu dalam peringatan Hari Film Nasional di Malang, Jawa Timur. Dari situ, Daniel, merancang road show pemutaran film itu sepanjang April-September 2018. Beberapa kota yang masuk rangkaian road show pemutaran Maha Guru Tan Malaka antara lain Jakarta, Lampung, Padang, Palembang, Bandung, Banda Aceh, Palu, Manado, dan Timika. Dalam perjalanannya, acara nonton bareng film itu sudah berlangsung di sejumlah tempat di Jakarta dan Lampung. Namun road show terhenti akibat insiden di Padang. Beberapa hari setelah insiden, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai penyandang dana utama meminta agar pemutaran film itu tak dilanjutkan. "Sekarang saya menunggu saja. Kalau Kementerian mau lanjut, ya, lanjut," ujar Daniel.

Prihandoko

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus