Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA hari sebelum kedatangan Presiden Joko Widodo di kebun milik PT Global Papua Abadi di Desa Ngguti Bob dan Sermayam Indah, Distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke, Papua Selatan, alat berat masih sibuk bekerja. Enam traktor bolak-balik menggemburkan tanah di lahan seluas 350 hektare yang menjadi tempat Presiden Jokowi menanam tebu perdana untuk proyek strategis nasional (PSN) penghiliran perkebunan tebu, pabrik gula, dan bioetanol tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para pekerja yang menyiapkan tenda dan panggung di bagian depan lahan perkebunan juga tak kalah sibuk. Panggung itu berdiri dekat kanal yang di tepiannya berjejer bendera perusahaan. “Panggung masih proses pemasangan ketika saya ke sana pada Sabtu kemarin,” kata seorang misionaris warga Sermayam Indah yang enggan disebutkan namanya pada Ahad, 21 Juli 2024. Calon pastor itu mengaku mencium bau busuk rawa yang menguar saat alat berat mengeruk kanal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lahan untuk penanaman tebu perdana itu semula adalah hutan dan rawa. PT Global Papua Abadi yang berdiri pada 30 April 2012 mendapatkan izin usaha perkebunan pada 2014 untuk area seluas 35.713 hektare di Merauke. Perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam ini merupakan salah satu investor PSN yang berupaya mencapai swasembada gula dan bioetanol dengan membangun perkebunan tebu seluas 2,29 juta hektare di Merauke.
“Kalau melihat lapangannya di sini datar, air juga melimpah, saya kira memang kesempatan untuk menjadikan lumbung pangan Indonesia di Merauke dan sekitarnya,” kata Presiden Jokowi setelah menanam tebu di kebun PT Global Papua Abadi itu pada Selasa, 23 Juli 2024.
Jokowi tak salah menyebutkan di sana terdapat air yang melimpah karena Kampung Ngguti Bob dan Sermayam Indah berada dalam bentangan daerah aliran Sungai Maro. Ngguti Bob berpenduduk sekitar 970 jiwa yang mayoritasnya petani padi. Adapun Sermayam Indah berpopulasi 1.045 penduduk. Berjarak 54 kilometer dari ibu kota kabupaten, kampung-kampung tersebut kini dicanangkan menjadi lokasi proyek percontohan food estate padi, juga swasembada gula dan bioetanol.
Ambrosius Zohe Mahuze, 50 tahun, Ketua Adat Suku Malind Anim, tidak rela bila pemerintah dan perusahaan sekonyong-konyong menyulap kampungnya, Ngguti Bob, menjadi perkebunan tebu. Sebab, perusahaan hanya menawarkan uang ganti rugi lahan sebesar Rp 300 ribu per hektare. “Kami meminta tanah marga-marga kami dihargai Rp 5 juta per hektare. Tapi justru ada nota penandatanganan yang dibuat sepihak, seolah-olah kami sudah setuju,” ucapnya.
Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat Franky Samperante mengungkapkan, penolakan masyarakat adat beralasan. Musababnya, konsorsium Global Papua Abadi terdiri atas belasan perusahaan dengan luas wilayah konsesi 508.571 hektare yang akan mengokupasi sejumlah distrik. “Saat ini sudah lebih dari 120 hektare dibuka untuk kebun tebu dan 200 hektare untuk sawah,” kata Franky. Jika lahan 2,29 juta hektare benar-benar terbangun, Franky khawatir hal itu bakal memicu deforestasi dan kerusakan lingkungan yang makin masif di Merauke.
Aktvitas alat berat di dalam kawasan PT Bintang Delapan Mineral Mas, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, 20 Juli 2024./Tempo/Didit Hariyadi
Peneliti senior Data dan Sistem Informasi Geografi Greenpeace Indonesia, Sapta Ananda Proklamasi, menceritakan deforestasi di Papua Selatan mulai meningkat pada 2015, yang luasnya mencapai 30 ribu hektare. Setahun berikutnya, deforestasi bertambah 33 ribu hektare. Jika dijumlahkan, luas deforestasi di masa sembilan tahun kepemimpinan Jokowi di provinsi yang baru seumur jagung itu mencapai 107 ribu hektare. “Di masa presiden-presiden sebelumnya hanya 90 ribu hektare dalam kurun 14 tahun,” tutur Sapta.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Papua Selatan Petrus Assem menjamin food estate dan perkebunan tebu tidak akan merusak lingkungan. Meski dia tak memungkiri Merauke memiliki lahan kritis, hal itu dapat diatasi melalui kajian lingkungan hidup strategis yang sedang digarap pemerintah pusat. Mitigasi kerusakan juga akan melalui perubahan rencana tata ruang wilayah provinsi.
Tempo berupaya meminta penjelasan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Namun panggilan telepon dan pesan WhatsApp yang dikirimkan sejak pekan lalu ke nomor telepon selulernya tidak direspons. Begitu pula juru bicara Menteri Investasi, Tina Talisa. Permintaan konfirmasi juga disampaikan melalui Wakil Menteri Investasi Yuliot Tanjung pada Senin, 22 Juli 2024. “Nanti akan saya hubungi lagi,” ujar Yuliot, yang mengaku sedang mengikuti rapat. Namun ia tak kunjung menghubungi.
•••
DALAM satu dekade kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo banyak membangun proyek lumbung pangan alias food estate. Program cetak sawah dimulai pada masa pandemi dengan dalih mengatasi paceklik pangan, tapi mengalami gagal panen dan mangkrak. Kini food estate dihidupkan Jokowi melalui Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati.
Pada 19 April 2024, Jokowi menunjuk Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, sebagai Ketua Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Merauke. Bahlil menjamin proyeknya tak akan gagal seperti Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). MIFEE merujuk pada megaproyek lumbung pangan seluas 2,5 juta hektare yang digagas presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono.
Sapta Ananda Proklamasi sangsi pada food estate lantaran memicu banyak kemudaratan. Ini terlihat dari kegagalan pengembangan lumbung pangan singkong di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, melalui anggaran Kementerian Pertahanan. Greenpeace tak menemukan kebun singkong di atas bentangan hutan dan lahan seluas 30 ribu hektare. “Justru pemerintah telah membabat hutan alam seluas 760 hektare dan menyebabkan pelepasan emisi karbon sebesar 60 ribu ton.”
Kegagalan PSN food estate juga terjadi pada program cetak sawah di kawasan Pengembangan Lahan Gambut Kabupaten Kapuas, Gunung Mas, dan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Proyek tersebut disinyalir mengakibatkan kerusakan 1.709 hektare lahan gambut. Deforestasi ratusan hektare juga terjadi pada proyek lumbung pangan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.
Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Nadia Hadad menemukan banyak proyek nasional yang bermasalah. Terutama di sektor energi dan pangan yang rakus lahan. “Salah satu masalah proyek strategis nasional saat ini adalah smelter Indonesia Weda Bay Industrial Park di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara,” ujarnya. “Pemerintahan sebelumnya tak kunjung memberinya izin karena alasan potensi kerusakan lingkungan. Misalnya kerusakan daerah aliran sungai, pembukaan tambang, dan potensi kerusakan suplai air bersih untuk masyarakat.”
Nadia menjelaskan, sepuluh tahun terakhir, kebijakan rezim Jokowi telah memicu deforestasi hutan alam lebih dari 4 juta hektare. Sebagian besar di antaranya terbuka oleh izin perkebunan sawit dan pertambangan serta akibat pembangunan PSN dalam banyak sektor. Di masa depan, Nadia mengimbuhkan, bahkan sudah ada alokasi 3,5 juta hektare dari 9,7 juta hektare hutan tersisa yang akan diberikan izinnya untuk perusahaan.
•••
SUDAH setahun belakangan Saharuddin, 37 tahun, dongkol karena pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) terus mengeluarkan debu ke udara. Debu bertebaran ke mana-mana, bahkan menyelimuti rumah-rumah warga. “Debunya warna hitam, itu mutlak debu batu bara,” kata Saharuddin saat ditemui di rumahnya di Desa Labota, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Sabtu, 20 Juli 2024.
Nasib sial dialami Saharuddin lantaran PLTU dibangun tepat di samping permukimannya, hanya terpisahkan pagar. Pada 19 Juli 2024, dia bersama warga lain yang jengkel menggelar unjuk rasa memprotes perusahaan. Warga meminta ganti rugi atas polusi udara yang ditimbulkan PLTU.
Selain timbul masalah debu, dia menerangkan, sungai di sekitar kampungnya tercemar dan dangkal akibat aktivitas perusahaan di kawasan IMIP. Masalahnya makin rumit karena masyarakat sulit mendapat air bersih dari pegunungan lantaran aliran sungai dibendung oleh perusahaan dan hanya diarahkan untuk menyuplai kawasan industri tersebut. Padahal dulu, Saharuddin menuturkan, air Sungai Lamorafu bisa langsung diminum.
Saban hari, ratusan truk hilir-mudik melintasi jalan Trans Sulawesi sejauh 10 kilometer menuju PT IMIP. Kawasan industri penghiliran nikel ini merupakan bagian dari proyek strategis nasional yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 9 Tahun 2022. Proyek ini dirancang sebagai upaya transisi energi bersih dengan cara menciptakan ekosistem industri baterai litium untuk kendaraan listrik.
Kawasan industri ini beroperasi sejak 2015. Di dalamnya terdapat berbagai perusahaan yang memproduksi campuran padatan hidroksida dari nikel dan kobalt atau mixed hydroxide precipitate, baja antikarat, besi, aluminium, kokas, benzena, hingga bahan baku baterai mobil listrik. Mereka dapat melakukan bongkar-muat hasil produksi mencapai 150 juta ton per tahun dan dibekali PLTU berbasis batu bara berdaya 5.319 megawatt dan 1.520 megawatt.
PT IMIP membangun kawasan industri itu pada lahan seluas 5.000 hektare di Desa Fatufia, Kecamatan Bahodopi. Saham PT IMIP di antaranya dimiliki oleh anak usaha Tsingshan Holding Group—perusahaan logam asal Cina—PT Sulawesi Mining Investment, dan PT Bintang Delapan Investama. PT Bintang Delapan turut memiliki tambang nikel seluas 20,765 hektare yang izinnya diterbitkan pada 2022 dan akan berakhir masa berlakunya pada 2027. Perusahaan tersebut beroperasi di antara Desa Bahomoahi, Lalampu Lele, Dampala, Siumbatu, Bahodopi, Keurea, dan Fatufia.
Timer Manurung, Ketua Yayasan Auriga Nusantara, bertandang ke kawasan industri PT IMIP pada Oktober 2023. Ia datang bersama periset Stichting Onderzoek Multinationale Ondernemingen dari Belanda untuk menengok praktik industri nikel di Pulau Sulawesi dan Maluku. “Namun yang kami lihat di Morowali sungguh menyedihkan. Hutan dikupas, bukit diratakan, semuanya oleh tambang nikel,” ucap Timer.
Bukan hanya itu, perairan pantai di banyak titik telah berubah warna menjadi merah, tercemar limbah tailing dan material dari tambang. Melongok lebih jauh, Timer menyaksikan semua permukiman di kawasan IMIP diselimuti debu akibat cerobong PLTU batu bara yang menyemburkan asap.
Temuan Timer tersebut dikuatkan hasil analisis citra satelit yang menunjukkan pembabatan hutan alam yang mencapai 2.478 hektare di wilayah IMIP. Deforestasi juga terpotret pada area pertambangan nikel pemasok IMIP yang mencapai 9.856 hektare. Penggangsiran sebesar itu hanya berlangsung delapan tahun atau selama 2015-2023. Penambangan ini lebih masif dibanding pada periode sebelum IMIP beroperasi, yakni 2.659 hektare pada 1997-2014.
Kerusakan lingkungan yang sedang berlangsung di kawasan IMIP hanya secuil dari total luas deforestasi akibat penghiliran industri nikel secara nasional. Auriga memotret pembabatan hutan alam yang luasnya mencapai 198.861 hektare sepanjang 2001-2023. Pembabatan ini disumbang oleh penambangan nikel seluas 193.830 hektare dan pembangunan smelter seluas 5.031 hektare. Deforestasi terluas terjadi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni 100.885 hektare.
Pada rezim Presiden Jokowi, Auriga juga mencatat peningkatan signifikan pembangunan smelter. Mereka menemukan sedikitnya 20 smelter yang beroperasi pada periode 2015-2024. Sebarannya, 13 unit di Sulawesi dan 7 di Maluku Utara. Pembangunan smelter ini inheren dengan masifnya pemberian izin tambang di dua pulau tersebut yang menjadi pemasok nikel. Hal ini mengakibatkan deforestasi atau pembabatan hutan alam yang mencapai 62 ribu hektare.
Tempo mengirimkan surat permohonan wawancara kepada investor PT IMIP. Direktur Komunikasi IMIP Emilia Bassar mengaku masih akan mempelajari pertanyaan yang dikirim kepadanya. “Setiba di kantor sore ini saya kirim jawabannya,” tutur Emilia pada Selasa, 23 Juli 2024. Sampai tulisan ini dibuat, Emilia belum mengirimkan jawaban.
Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjamin pemerintah telah melakukan mitigasi, verifikasi, dan evaluasi menyeluruh untuk mencegah kerusakan lingkungan. Namun dia tak memungkiri, dalam tiap pelaksanaan proyek, akan ada eksternalitas negatif yang timbul. “Akibat proses penyiapan dan pembangunan proyek, termasuk potensi konflik lingkungan-sosial, juga dampak terhadap lingkungan,” kata Susiwijono kepada Tempo pada Senin, 22 Juli 2024.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo