HUJAN yang turun terus menerus hari 2 malam sejak 21 Januari
kemarin, menambah jumlah air yang menggenangi kota Semarang
sejak 2 hari sebelumnya. Lima kecamatan di Kotamadya Semarang
pun rata dilanda banjir. Hingga tak kurang dari 12.000 jiwa
harus meninggalkan rumahnya yang kemasukan air setinggi sampai 2
meter. Dan penderitaan penduduk makin bertambah karena rusaknya
instalasi air minum di tepi Kaligarang. Hingga rakyat yang
kelebihan air karena banjir, jadi sebaliknya kekurangan air
minum. Juga tak kurang dari 23 ribu jiwa yang biasa menerima 60
ribu meter kubik air ledeng jadi kelabakan karena pecahnya pipa
di Wungkalkasab lantaran ketiban tanah longsor.
Yang lebih parah ialah penderitaan penduduk di kawasan antara
Semarang-Pekalongam Desa Mangkang-wetan Kecamatan Tugu Kabupaten
Kendal, 15 kilometer dari Semarang, tergenang air. Harta
kekayaan 3908 jiwa pun dihanyutkan air. Bantuan datang dari
Residen Semarang berupa uang Rp 300 ribu, yang oleh Kepala Desa
M. Hartono tak langsung dibagikan, karena dirasanya kurang
tepat. Tapi sang kepala desa mengambil kebijaksanaan lain
dengan menyediakan beras 1,6 ton dan membeli ketela 1 ton untuk
dibagi-bagikan. "Siapa yang harus membayar, belum terfikirkan.
Yang penting penduduk dapat bantuan", katanya. Dan atas
inisiatif Tan Tjong Pik dan Oom Lok dibuka dapur umum untuk
memasak beras yang terendam air sekedar untuk sarapan para
pengungsi.
Sementara Terjamin
Dihitung-hitung seluruh kerugian akibat muntahnya sungai kecil
Bringin selama 6 jam pada 22 Januari itu cukup berat juga: 25
rumah roboh di antaranya sebanyak 12 hanyut dan 90 rumah rusak.
Dan pondok pesantren Luhur hanyut dan hanya tinggal fondasinya.
Juga tambak ikan seluas 164 hektar tergenang dan menimbulkan
kerugian sekitar Rp 7 juta. Dan 26 ton pupuk Pusri berikut 100
liter obatnya yang masih di dalam gudang BUUD desa amblas.
Untuk sekedar meringankan kerugian, uang bantuan residen
Semarang tadi, Rp 100 ribu diserahlan kepada pesantren sedang
sisanya dibelikan beras lalu dibagikan kepad para korban.
Sayang, sampai Minggu 25 Januari pak Bupati setempat belum
sempat melongok yang terkena musibah. "Mungkin terhalang
genangan air dekat Gambilangu", tutur Hartono agak lesu.
Ternyata air juga menggerayangi daerah Demak. Mengakibatkan lalu
lintas antara Semarang dan Surabaya jadi macet. Dan pasar serta
stasiun KA Sayung yang biasanya tak terendam, kali ini sudah
berubah jadi pangkalan perahu biduk dan rakit batang pisang. Dua
puluh ribu jiwa pun terpaksa mengungsi. Sedang orang-orang yang
dalam perjalanan menuju Kudus dari Semarang, sesampainya di
Sayung, mesti naik batang pisang dengan membayar Rp 100 per
kilometernya. Untuk mengunjungi desa-desa perlu sedia uang cukup
banyak karena jarak antar desa sedikitnya 5 kilometer. Sampai
Minggu 5 Jnuari, Sayung masih terendam air sedalam setengah
meter. Bis-bis belum berani jalan dari Demak sampai Kudus.
Sementara yang akan menuju Demak dari Buyaran tak tersedia
kendaraan bermotor. Meski sudah berpayah-payah dengan perahu
dari desa Daleman sampai Buyaran.
Gedung-gedung di kota Demak ramai diserbu pengungsi. Sedikitnya
1000 jiwa. Syukurlah Bupati segera mengirim bekas 4 kwintal dan
uang Rp 50 ribu. Juga dari Gubernur Jateng ada sumbangan sebesar
Rp 2 juta dan 1 ton beras dari Pertiwi Jateng. Tentu saja Pemda
Demak sendiri tak ketinggalan mendrop 20 ton beras. Sedang
sumbangan Residen Semarang berupa uang sebesar Rp 300 ribu.
"Banjir kali ini memang luar biasa, mas", tutur seorang
pengungsi. "Tapi kami sudah terbiasa. Dan memang sudah
siap-siap menghadapinya". Dan konon bagi kebanyakan mereka
banjir merupakan hikmah. Karena dengan begitu justru, katanya,
hidupnya sementara jadi "terjamin", berkat mengalirnya bantuan.
Karena memang kebanyakan mereka hidupnya sehari-hari melarat,
tapi tetap enggan bertransmigrasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini