Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Air Keramat Melawan Wereng

Usaha pemberantasan hama wereng di Bali dengan segala cara telah dilakukan. Mulai dari air keramat sampai obat anti hama, serta menenggelamkan seekor kerbau, tapi tidak ada yang mempan.

14 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

I Ketut Karda bersama isterinya Ni Wayan Wedri 12 Desembe 1975 bersembahyang di Pura Desa Tandeg desa Canggu. Tiba-tiba keduanya kaget: Barong Rentet yang disimpan dalam Pura itu dan dikeramatkan (tidak seperti Barong to night -- acara untuk turis) mengeluarkan air dari jenggotnya. Seketika itu pula keduanya melaporkan pada Pemangku Pura itu. Pemangku Pura cepat datang, air yang menetes kecil itu ditampung dan kemudian diisi air biasa lagi, supaya banyak. Ini memang biasa terjadi. Para petani yang mendengar berita ini mengalihkan perhatian, karena mereka percaya air suci itu adalah lambang kemakmuran. Air dibagi-bagikan, dipercikkan ke sawah untuk mengusir wereng. Entah bagaimana hasilnya, belum nampak. Namun Kelihan Sekehe Barong I Wayan Keplug semakin sibuk membagikan air suci itu. Semakin banyk saja petani yang memintanya. Di Kecamatan Kediri, upacara "tektekan" juga dirangkaikan dengan pemberantasan wereng. Di Rijasa, anggota DPRD Bali Cok Ngurah Gede yang kebetulan saja bekas keturunan Raja Tabanan masih diusung ke pematang sawah. Namun wereng ternyata masih jahanam, tidak mampu diusir secara halus. Namun dalam keputus-asaan ini --petani-petani terus mencari akal. Kapal terbang, mist blower, sprayer, diazinon, furadan, sivin, obat-obat anti hama, semuanya tidak rempan. Maka petani di desa Timpag menggunakan minyak tanah. Minyak tanah disiramkan ke tengah sawah, kemudian pohon padi digoyang-goyang agar wereng jatuh. Belum berhasil. Dicoba teknik baru: diazinon dicampur dengan air cabai (lombok) agar reaksinya semakin panas. Campuran ini disemprotkan. Hasilnya? Seperti yang nampak sekarang, petani-petani di desa itu menyerah kalah, dan desanya tetap ditimpa bencana kekurangan pangan. Namun Sedahan Agung Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Badung bersama Departemen Agama dan Parisadna Hindu Dharma memikirkan juga dari segi kerohanian. Adanya bencana wereng adalah pertanda, umat belum cukup berkorban terhadap "Dewi Ulun Danu" -- dewi yang memberi kemakmuran. Setelah pemuka agama diajak berunding, diputuskanlah korban akan diberikan pada Purnama Sasih Kepitu di Danau Beratan Bedugul. Upacara ini telah dikerjakan 17 Januari lalu, disaksikan pejbat-pejabat pemerintahan, dan umat yang memenuhi pinggiran danau Beratan. Seekor kerbau yang kedua tanduknya dilapisi emas, dibawa ke tengah danau untuk ditenggelamkan, dalam suatu upacara besar, yang khidmad. Semoga bencana tidak ada lagi dan Bali kembali dalam keadaan normal, makmur dan sejahtera. Tapi usaha inipun belum menunjukkan hasil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus