Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Biak 100% berpakaian

Kabupaten biak telah membangun daerahnya, seperti jalan raya, perumahan, angkutan kota dan masyarakat sudah berpakaian. yang belum mendapat perhatian ada lah tempat rekreasi. (lk)

14 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAWASAN Teluk Cendrawasih, Kabupaten Biak ternyata masuk daerah paling maju di seluruh Irian Jaya. "Seratus persen sudah mengenal pakaian", tutur Hendrik Wiradinata, Bupati Teluk Cendrawasih. Tentu saja Hendrik tak perlu menuturkan bahwa di pedalamannya penduduk masih belum mengerti uang, dagang atau bercocok tanam. Apalagi berbahasa Indonesia. Dan kebanyakan masih senang memilih hidup bak Tarzan dan berpindah-pindah. Meski rata-rata tak lagi bersifat buas dan primitif. Dan sebagai kota terminal, Biak jadi tempat lalu lintas berbagai jenis pesawat terbang. Ke segala jurusan. Dan meski belum punya bangunan bertingkat mungkin karena belum diizinkan -- pembangunan dan penataan kota lumayan menakjubkan. Model rumah-rumah di sana mengikuti contoh dari pemerintah. Taksi-taksi ke segala jurusan bertarif sama, Rp 50 per orang. Tersedia pula terminalnya. Dan kotanya bersih dari gelandangan. Bagaimana pelacuran? Ini "surga hitam" selalu saja ada di mana-mana. Juga di Biak, meski kebanyakan pendatang, toh penduduk asli tak kurang. Kabarnya sih, cuma karena kena iming-iming lembaran puluhan ribu. Dan lokasinya yang cuma beberapa ratus meter dari pelabuhan, kabarnya akan dihijrahkan. Tak jelas ke mana. Yang pasti di sana dianggap kurang pada tempatnya. Karena termasuk jalur lalu lintas kendaraan dinas para pejabat ke dan dari Kowilhan IV. Yang juga lumayan jempolan ialah jalan-jalan kotanya. Wajar, karena batu karang buat fundasi sudah disediakan alam (kawasan Teluk Cendrawasih penuh berbatu karang). Jadi tinggal gusur dan mengaspal saja. Sejak 1973 sudah ada jalan tembus sampai Biak Utara Memang dulu pun sudah akan jalan. Tapi cuma buat jalan kaki. Sekarang rata-rata meter lebarnya, sesuai by pass. Ini memberi rahmat buat para petani. Karena dengan taksi dan bis dari Kecamatan Korem ke Biak yang 45 kilometer itu dengan mudah mereka mengangkut sayur mayur yang mereka garap. Pendapatan petani pun meningkat, hingga gairah bercocok tanam pun meninggi. Aspal Ada cerita kurang sedap perihal itu jalan. Dimulai sejak Menteri PUTL berkunjung ke sana di bulan Juli 1974. Pak Menteri menilai pekerjaan Bupati itu sebagai positif. Dan karena dilihatnya belum beraspal, maka Menteri kontan menurunkan perintah mendrop 10.000 ton aspal Butas. Tapi anehnya sarmpai 1976 ini,bantuan aspal itu yang sampai ke sana cuma tak lebih 2700 ton. Di mana sisanya? Bupati Hendrik cuma geleng kepala waktu ditanya. "Pokoknya 2700 ton tok. Yang 7300 ton pasti belum sampai ke Biak' katanya. Sudah diurus? "Sudah", jawabnya. "Tentu dengan surat. Tapi belum nyampai-nyampai juga". "Pasti pak Sutami mengira jalan ini sudah jadi betul-betul berkat bantuan itu", tutur Bupati lagi. "Bayangkan sudah 2 tahun, Karena itu daripada menunggu-nunggu kami kerjakan dulu yang ada. Tahap demi tahap. Pertahap 3 Km". Dan beruntunglah sang Bupati. Karena rakyat di tepi jalan yang hidup beranak-pinak di pohon-pohon beramai-ramai turun ke tepi jalan dan membangun rumah di sana. Meskipun ini menambah kerepotan sang Bupati, tentunya cukup menggembirakan. Maka tak segan-segan bantuan pun diberikan berupa seng dan paku. Sedang kayu cukup mereka sendiri yang menebang di hutan-hutan. Maka lahirlah desa-desa di sepanjang tepi jalan. Ada yang bernama Warsamsam, Sarwon dan Warkiwon. Dan terus berkembang. Hingga selain bertani sayur mayur, ketela pohon, jagung dan talas, mereka juga tak lupa menyekolahkan anak-anaknya. SD Inpres pun berdirilah di sana. Di samping juga SD hasil swadaya mereka. Tapi sang Bupati tak hanya ingat perkara jalan, juga perumahan pegawai "Coba lihat di sana", katanya sambil menunjuk daerah Samofa, "60 rumah @ Rp 2 juta itu untuk karyawan pemda". Dan tindakan ini diteladani Camat Korem yang membangun perumahan buat karyawannya. Dan rakyat pun menguntit di belakang. 40 rumah berdiri pula di bagian barat perumahan karyawan pemda tingkat kabupaten. Tentu saja Bupati membantunya dengan seng dan paku, seperti yang diberikan kepada rumah-rumah di tepi jalan Korem - Biak. Yang masih mengganjel perasan penduduk ialah soal tempat rekreasi. Yang ada cuma bioskop, klab malam, pertokoan atau pasar. Penduduk kebanyakan kurang suka atau jadi bosan dengan tempat-tempat seperti itu. Hingga kebanyakan, jam 20.00 pintu-pintu rumah sudah tutup. Dan penghuninya tarik selimut. Tidur sampai pagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus