Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dia Lolos Dari Maut

Beberapa korban yang lolos dari maut kecelakaan lalu lintas dan masalah santunan. jasa raharja membayar santunan untuk 2 macam bentuk korban kecelakaan lalu lintas. (kt)

4 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YACOB duduk di bangku nomor dua dari depan. Ia gelisah. "Saya seperti menunggu sesuatu yang hendak terjadi," ceritanya kemudian. Dan bila kemudian "sesuatu" itu benar-benar terjadi, katanya, ia masih sempat membalikkan badan dan merangkul sandaran kursi. Ada juga hasilnya ia lolos dari maut yang merenggut nyawa puluhan temannya yang hendak tamasya bersama dengan bis Flores. Namun begitu Yacob Hadiwinarto (15 tahun) sampai kini belum bisa keluar rumah. Tempurung lututnya pecah. Akibatnya seluruh kaki kiri, dari paha sampai ke mata kaki, dibalut gips. Jari-jari tangan kanannya, yang dulu lincah menekan tuts piano, sekarang sulit digerakkan. Ini tak lain karena daging dekat pergelangan tangan habis. Hingga untuk menambalnya diambil irisan daging dari pangkal paha. Namun, anak pertama dari tujuh bersaudara ini tidak begitu saja melepaskan cita-citanya untuk menjadi insinyur elektro. Sebagai insinyur elektro kelak, ia yakin, cacat yang dideritanya tidak akan jadi penghalang. Untuk penyembuhan makan waktu lama. Orang tua Yacob telah menghabiskan biaya Rp 600 ribu. Syukur, biaya ini terasa ringan karena Yacob menerima santunan asuransi kecelakaan Jasa Raharja Rp 500 ribu dan dari perusahaan bis Flores Rp 50 ribu. Yacob, anak pedagang mobil itu, ternyata baru tiga kali naik bis -- semua dalam rangka darmawisata. Cidera yang dideritanya tidak sampai menimbulkan dendam kepada sopir. Anidar (25 tahun), juga demikian. Terbaring di RSU Bukittinggi, kakinya patah, ia salah seorang korban kecelakaan bis Seroja yang menurut ceritanya "tersangkut di rumpun bambu ketika mobil meluncur di jurang sedalam 60 m." Untuk pengobatan, ibu dari lima anak ini terpaksa menjual anting-antingnya. "Kabarnya ada asuransi, tapi sampai sekarang saya belum terima juga," keluhnya. Rosni (42 tahun) senasib dengan Anidar -- korban kecelakaan Seroja. Tangan kanannya patah dan mukanya ditandai beberapa jahitan. Ibu dari delapan anak ini sehari-hari biasa bekerja keras, menjual sayur-mayur dari Bukittinggi ke Lubukbasung . Suaminya sudah tidak mampu bekerja dan tinggallah ia yang cidera sebagai gantungan hidup anak-anaknya. Untuk pengobatan, Rosni juga terpaksa menjual anting-antingnya. Anidar dan Rosni, kemungkinan besar, tidak tahu-menahu soal asuransi kecelakaan. Di Sumatera Barat perusahaan asuransi belum nampak terlalu memasyarakat. Tapi Sri Widodo, Kepala Cabang Jasa Raharja di Padang bergembira karena ada kenaikan penjualan kupon. Meski begitu Widodo menduga masih terdapat penumpang yang kurang memahami kegunaan asuransi. Dan perusahaan angkutan juga kurang benar melaksanakannya. Satu sumber di Jasa Raharja mengakui bahwa banyak pengusaha atau sopir di pedalaman yang sengaja tidak membagikan kupon asuransi. Jika pun ada yang membagikan, inilah yang terjadi, ketika mendekati darah tujuan kupon diambil lagi. Ini sering dilakukan sopir atau kernet oplet, semata-mata agar kupon yang berharga Rp 5 itu dapat dijual berkali-kali. Tahun lalu, klaim yang dibayarkan Jasa Raharja Padang sekitar Rp 65 juta. Perusahaan ini tegas menolak membayar permintaan klaim dari korban yang tidak punya kupon. Jasa Raharja menganjurkan agar Flara ahli waris menuntut saja kepada perusahaan angkutan. Di Medan, tahun lalu Jasa Raharja membayar jauh lebih besar, mencapai Rp 700 juta. Menurut Hanafi, pimpinan Jasa Raharja di sana, angka itu melonjak karena santunan untuk para korban kini ditetapkan lebih b esar. Dulu korban yang tewas dibayar Rp 200 ribu. Sekarang Rp 500 ribu. Klaim terbesar, Rp 1 juta, dibayarkan untuk yang cacat seumur hidup. Keanehan dalam masyarakat kita, kata Hanafi, "Untuk membayar kupon seharga Rp 5 mereka kadang-kadang malas." H.M. Santoso, Dirut Jasa Raharja di Jakarta menyatakan, perusahaannya membayar santunan untuk dua macan bentuk korban kecelakaan lalulintas. Pertama, para penumpang sah angkutan umum, seperti kendaraan bermotor, kereta api, pesawat udara, kapal laut serta ferry. Untuk jenis kecelakaan ini tahun lalu Jasa Raharja mengeluarkan uang santunan sekitar Rp 700 milyar. Jenis kedua adalah mereka yang jadi korban kendaraan bermotor di jalan umum tidak termasuk mereka yang bunuh diri, korban bencana alam, atau akibat mengikuti balapan. Jasa Raharja membayar santlnan tanpa menanti keputusan pengadilan. Juga tanpa mempersoalkan siapa yang menyebabkan kecelakaan. Santoso mengingatkan, agar mengurus santunan langsung ke Jasa Raharja, "jangan melalui perantara atau calo." Mudah?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus