Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Diplomasi Air Netanyahu

Israel mampu mencukupi kebutuhan airnya dengan teknologi. Mereka mengklaim turut memasok air ke Palestina di Tepi Barat dan Yordania.

20 Juni 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menyusuri jalan raya yang mirip jalan tol dari Yerusalem ke arah Negev di bagian selatan Israel, saya teringat pemandangan hijau sawah-sawah di Jawa. Wilayah yang dahulu kala berupa gurun pasir ini kini tak menyisakan wajah seperti yang kerap kita baca di kitab-kitab suci. Ladang gandum dan kentang yang luas dan subur mendominasi di kanan-kiri. Diselingi kebun jeruk, delima, ceri, avokad, dan sebagainya.

Sepanjang perjalanan bersama empat wartawan lain dari Indonesia pada akhir Maret lalu itu, Deputi Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel yang menemani kami, Oren Rozenblat, memberi penjelasan dengan bangga. Menurut dia, ketika banyak orang di negara lain menebang hutan, negerinya mungkin satu-satunya di bumi yang bisa memastikan jumlah pepohonannya hari ini jauh lebih banyak dibanding 100 tahun lalu. Ketika nenek moyangnya mulai berdatangan dari seluruh penjuru dunia, kata dia, wilayah yang kini dikuasai Israel itu tak lebih dari padang tandus. "Dengan teknologi, kami mengubah itu semua," ujarnya.

Rozenblat tak asal bercerita. Ketika sore harinya kami kembali dari bagian selatan dan menuju ke wilayah pegunungan Galilea di utara, kesuburan tanah pertanian itu pula yang terlihat. Pohon-pohon zaitun dan cemara tampak sangat terawat di antara perkebunan anggur. "Yang diperlukan tanaman untuk tumbuh adalah air dan pupuk yang cukup. Itu saja yang kami pastikan selalu tersedia."

Pencapaian teknologi agrikultur dan sistem irigasi tetes (drip irrigation) itu pula yang berulang kali disebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sewaktu menerima kami di kantornya di Yerusalem, sehari sebelumnya. "Kami tak punya apa-apa di atas ataupun di dalam tanah kami," katanya. "Yang kami punya hanya sumber daya manusia. Dan itulah yang kami kembangkan dengan selalu berinovasi. Tak ada pilihan lain."

Netanyahu kemudian menyebutkan beberapa inovasi dan penemuan yang menurut dia menjadi sumbangan Israel kepada dunia. Dari varietas tomat ceri, beragam perangkat lunak komputer, hingga teknologi desalinasi atau produksi air tawar dari sumber air laut. "Separuh lebih wilayah kami padang pasir dan hanya sedikit sekali hujan dalam setahun. Tapi kami tak kekurangan air, bahkan bisa berbagi dengan negara tetangga seperti Palestina di Tepi Barat dan Yordania."

* * * *

Pada Februari 2015, Israel dan Yordania menandatangani kesepakatan kerja sama di Amman untuk membangun jaringan pipa dan kanal yang menghubungkan Laut Merah dan Laut Mati. Tujuannya memastikan pasokan air minum bagi kedua negara dan Palestina di Tepi Barat serta memasok air ke Laut Mati yang selama beberapa dekade belakangan menyusut drastis. Proses desalinasi juga akan dilakukan di sebuah pabrik yang akan dibangun di Aqaba di Yordania, dengan bantuan teknologi Israel.

Kesepakatan itu merupakan tindak lanjut pembicaraan mereka di Washington pada Desember 2013, dan menjadi puncak dari negosiasi selama lebih dari sepuluh tahun. Perwakilan Amerika Serikat dan Bank Dunia turut hadir menyaksikan penandatanganan tersebut. Menteri Perairan Yordania Hazem Nasser mengatakan bahwa 300 juta meter kubik air akan dipompa setiap tahun dari Laut Merah selama tahap pertama proyek tersebut. Sedangkan dari Israel diwakili Menteri Sumber Daya Energi dan Air Israel Silvan Shalom.

Sebagai negara berpenduduk sekitar 7 juta jiwa dengan 92 persen wilayahnya berupa gurun, Yordania memerlukan sedikitnya 1,6 miliar meter kubik air bersih setiap tahun. Itu belum termasuk pasokan yang mereka butuhkan bagi wilayah yang menampung ratusan ribu pengungsi dari negara tetangga seperti Suriah dan Palestina.

Masalah tambah berat lantaran debit air di Laut Mati terus menurun sejak 1960-an, tatkala Israel, Suriah, dan Yordania mulai mengalihkan aliran air dari Sungai Yordan untuk berbagai kepentingan. Misalnya sebagai sumber air bersih dan keperluan pertanian. Sedangkan Sungai Yordan adalah sumber utama suplai air Laut Mati.

Israel juga sangat maju dibanding negara lain dalam hal pengolahan air limbah. Dalam pertemuan sekitar 40 menit itu, Netanyahu secara khusus menyebutkan kemampuan mereka dalam manajemen serta daur ulang limbah rumah tangga dan perkotaan ini telah mencapai 85 persen. Angka itu jauh di atas Singapura di urutan kedua, yang baru mampu mengolah 32 persen air limbahnya. Kemudian Spanyol di posisi ketiga dengan cakupan 27 persen.

* * * *

Kami sempat mengunjungi fasilitas pengolahan limbah terbesar yang dikelola Igudan, perusahaan penampung dan pengelola air limbah seluas 200 hektare di wilayah Shafdan. Mereka mengumpulkan air buangan dari toilet dan limbah lain yang berasal dari Tel Aviv dan enam kota di sekitarnya. Semua itu disalurkan melalui jaringan pipa sekunder selebar 60 sentimeter dan pipa induk berdiameter 2,2 meter. Seluruhnya mencapai panjang 70 kilometer, dan tertanam 30 meter di bawah tanah.

Meir Ben Noon, kepala pemandu di Igudan, bercerita bahwa masalah pada pipa pengangkut limbah itu amat beragam. Petugas tak jarang menemukan telepon seluler atau bangkai binatang yang menimbulkan sumbatan. Tapi penyebab terberat dan paling sering adalah lantaran kertas toilet yang menumpuk. "Belum lama ini terjadi ledakan besar karena akumulasi gas metana akibat sumbatan itu. Bisa Anda bayangkan, berton-ton limbah toilet menyembur di tengah kota," ujarnya. "Kami sedang melobi pemerintah agar membuat aturan yang bisa menuntut produsen kertas toilet yang menyatakan produknya bisa terurai di air. Itu bohong."

Setelah diolah di Shafdan dengan bantuan beberapa jenis bakteri pengurai, air yang keluar dijamin bersih dan layak minum. Namun pemerintah dan perusahaan sengaja tak mendistribusikan air daur ulang itu untuk minum bagi penduduk Israel. "Kami menyalurkannya untuk irigasi di wilayah gurun di selatan, Negev dan sekitarnya," kata Ben Noon. "Air dari kami gratis. Petani hanya membayar sejumlah kecil uang untuk fasilitas pipa dan sebagainya."

Inilah rahasia di balik kesuburan lahan pertanian di atas gurun yang kami lihat beberapa hari sebelumnya. Sisa limbah berupa material padat mereka gunakan sebagai pupuk berkualitas tinggi. Jumlahnya sekitar 70 ribu ton per tahun. "Dengan inilah, antara lain, Israel mampu memenuhi semua kebutuhan pangan 8 juta lebih warganya. Bahkan kami mengekspor beberapa jenis buah-buahan ke negara tetangga dan sampai ke Eropa. Semua dari padang pasir kami yang kering ini," Ben Noon menambahkan.

Kelebihan mereka dalam mengelola air dan teknologi pertanian itulah antara lain yang ditawarkan pemerintah Netanyahu kepada para tetangga dan negara-negara yang mau bersahabat dengan Israel. "Termasuk Indonesia, kalau mau," katanya. "Semua orang perlu air untuk bertahan hidup. Dan kami punya banyak inovasi yang bisa dibagi."

Pada hari terakhir kunjungan di Israel, kami bertemu dengan Presiden Israel kesembilan, Shimon Peres, di kantornya yang menghadap ke laut di dekat Tel Aviv. Di antara beberapa tema pembicaraan, lelaki 94 tahun yang dikenal bersahabat dengan mendiang mantan presiden Abdurrahman Wahid itu juga bercerita tentang betapa pentingnya kemajuan yang mereka capai dalam urusan air. Seperti halnya Netanyahu, pesan itu pun ia sampaikan. "Kalau belum mau dalam urusan politik dan lain-lain, setidaknya untuk teknologi seperti air itu kita bisa bekerja sama."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus