Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Diskusi Anti Kompromi

Kecelakaan lalu lintas di palembang terus meningkat. dalam diskusi penertiban lalu lintas, dibicarakan agar kompromi para petugas dihilangkan dan para pelanggar juga ditindak tegas. (kt)

21 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JUMLAH penduduk kota Palembang dari sekitar 100 ribuan di tahun 1930 menjadi sekitar 400 ribu 30 tahun kemudian dan 10 tahun kemudian melompat sekitar 500 ribu serta terakhir tahun 1974 sekitar 600 ribu jiwa. Hal ini bukan saja tak menggembirakan Walikota Haji RA Rifai Tyek Yan, tapi juga bikin prihatin. Sebab kenaikan rata-rata 2,8% per tahunnya itu juga diikuti meningkatnya korban jiwa akibat kecelakaan lalu lintas. Seperti diungkapkan Mayor Polisi drs. Pardoyo, Dansatlantas Komres 601 Palembang, "selama 5 tahun ini angka kecelakaan lalu lintas di Kodya Palembang terus meningkat". Ini bisa dilihat dari catatan tahun 1975. Terdapat korban 60 orang tewas dan kerugian materil sekitar Rp 11 juta lebih. Sedang tahun sebelumnya cuma 49 tewas dan hampir Rp 12 juta kerugian materil. Dengan alasan begitu pertengahan Januari kemarin Pemda Palembang bersama unsur Polantas dan LLAJ, selama 3 hari mengadakan diskusi pola penertiban lalu lintas. Karena Walikota Tyek Yan berpendapat, "kenaikan angka kecelakaan di kawasannya itu bukan hanya disebabkan oleh pengendara jalan raya saja. Tapi mungkin juga lantaran adanya sikap kompromis para petugas". Ini berarti menyangkut sekitar 24 ribuan kendaraan bermotor di luar kendaraan ABRI (sekitar 13.000 terdiri dari sepeda motor) yang terdaftar di Sat Lantas Kodya Palembang. Semua bersimpang siur di atas jalan raya dalam kota sepanjang 210 kilometer. Manja Tapi bukan berarti Pemda Kodya Palembang tak pernah berupaya menertibkan perlalulintasan di kawasannya. Boleh dicatat misalnya upaya pemagaran di Jalan Sudirman. Jalan protokol pusat keramaian Kta Musi itu dibagi dua oleh pagar besi. Lalu dibangun pula sebuah jembatan penyeberangan. Dan kemudian dilengkapi lagi dengan "lampu jalan" di setiap persimpangan jalan dalam kota. Masih dirasa kurang, disempurnakan lagi dengan Pos Penjagaan Polantas. Meski begitu Walikota TYek Yan masih geleng-geleng kepala, karena ternyata penduduk kurang sudi memafhumi tindakannya. Jembatan penyeberangan itu jadi mubazir karena penduduk yang lalu lalang kurang menggunakannya. Begitu juga truk-truk dan oplet-oplet tak tanggung-tanggung memuati kendaraannya melebihi batas maksimum. Keberanian para pemakai jalan itu seperti dinyatakan Tyek Yan, ternyata ada kompromi dengan sementara petugas. Dan Ketua DPRD Kotamadaya Palembang M. Nur Teguh di depan diskusi tadi menyarankan, "agar soal pungutan liar dan ulah kompromistis sementara petugaS dijadikan bahan". Karena menurut Teguh, "cara ini tak hanya mengurangi wibawa para petugas sendiri, tapi juga membuat para pelangga jadi manja". Walikota Tyek Yan tentu saja memberi gong. "agar jangan ada lagi kompromis-kompromisan". Dan supaya para pelanggar ditindak tegas tanpa pandang bulu. "Bahkan kepada mereka dikenakan hukuman yang tinggi", ujar Tyek Yan agak kesal rupanya. Begitukah?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus