Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ditemukan lagi oleh ciuman

Wakidjan, penduduk desa kajar, rembang, kehilangan sapinya. ditemukan di sebuah pasar, tapi polisi ragu apakah sapi itu miliknya. setelah dibuktikan lewat ciuman, baru polisi yakin sapi itu miliknya. (ina)

28 Juni 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAKIDJAN, penduduk Desa Kajar Kabupaten Rembang, Ja-Teng, pusing tujuh keliling. Sapinya hilang. Dan ia sudah mondar-mandir mencari jejaknya ke hampir semua pasar hewan di kabupaten. Akhirnya ia meminta bantuan dukun. Oleh dukun, ia disuruh ke pasar hewan di luar Rembang. Nah, betul: di Kabupaten Pati, ia menemukan hewan itu tertambat di sebuah pasar -- di Ngulakan, Jaken. Langsung saja ia lepaskan talinya dari pohon. Tapi belum selesai, muncul seorang lelaki yang mengaku sebagai pemiliknya. Tegang, sudah tentu. Wakidjan terpaksa melaporkan kasus itu ke polisi Sektor Jaken. Dan bersama Bharatu Kunarto, ia kembali ke pasar Ngulakan. Untung, sapi tadi masih tetap ada. Cuma lelaki yang mengaku pemiliknya sudah hilang mungkin karena menampak kedatangan polisi. Mudah saja polisi menyimpulkan: sapi betina itu betul-betul curian. Tetapi apakah itu berarti milik Wakidjan? Belum tentu, kata Bharatu Kunarto. Apalagi Wakidjan tak bisa menunjukkan surat pemilikannya. Wah, ini polisi mau bikin perkara 'kali. "Ini betul-betul sapi saya, yang hilang sekitar jam sepuluh malam," ujar Wakidjan. Kunarto malah heran: "Lho, kok tahu hilang jam sepuluh malam? Kalau tahu, mengapa tidak ditangkap saja malingnya?" Begini. Wakidjan tak kalah tangkas. Sapi ini, katanya, kalau kotoran yang dibuangnya sebanyak satu ekrak (alat untuk membuang sampah), berarti baru jam sepuluh malam. Kalau tiga ekrak, sudah pukul empat dinihari. Jika enam, pasti jam enam pagi. "Lalu, waktu dia ini hilang, kotorannya baru satu ekrak!" Hebat juga hasil riset Wakidjan itu. Tapi, yah, bagaimana membuktikan kebenaran omongannya? Perlu pengamatan semalam suntuk, tentunya, terhadap tahi sapi. Ada bukti lain, yang lebih cepat prosesnya? "Ada," sahut Wakidjan cepat. "Begini. Saya suka berciuman sama sapi ini. Ini memang kesayangan saya. Begini ini!" Ia lalu mendekati sapi itu, mengelus moncongnya sebentar, lantas menciumnya. Beberapa saat, sang sapi mendengus sambil mendekati Wakidjan. Lalu moncongnya ganti mencium pipi Wakidjan. Hebat. Tapi sang polisi, yang ternyata sangat hati-hati, masih menyuruh Wakidjan mencium moncong sapi lain di pasar itu -- eh, siapa tahu sapi lain itu membalas juga, bukan? Wakidjan menurut. Nah, tak ada balasan. Sekali lagi, supaya haqqul yaqin: si polisi kini minta orang lain mencium sapi milik Wakidjan. Yang disuruh menurut. Dan tentu saja tak ada reaksi. Nah. Keputusannya: Wakidjan boleh membawa sapinya. Hidup Wakidjan ! Hidup polisi!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus