WAKIDJAN, penduduk Desa Kajar Kabupaten Rembang, Ja-Teng, pusing tujuh keliling. Sapinya hilang. Dan ia sudah mondar-mandir mencari jejaknya ke hampir semua pasar hewan di kabupaten. Akhirnya ia meminta bantuan dukun. Oleh dukun, ia disuruh ke pasar hewan di luar Rembang. Nah, betul: di Kabupaten Pati, ia menemukan hewan itu tertambat di sebuah pasar -- di Ngulakan, Jaken. Langsung saja ia lepaskan talinya dari pohon. Tapi belum selesai, muncul seorang lelaki yang mengaku sebagai pemiliknya. Tegang, sudah tentu. Wakidjan terpaksa melaporkan kasus itu ke polisi Sektor Jaken. Dan bersama Bharatu Kunarto, ia kembali ke pasar Ngulakan. Untung, sapi tadi masih tetap ada. Cuma lelaki yang mengaku pemiliknya sudah hilang mungkin karena menampak kedatangan polisi. Mudah saja polisi menyimpulkan: sapi betina itu betul-betul curian. Tetapi apakah itu berarti milik Wakidjan? Belum tentu, kata Bharatu Kunarto. Apalagi Wakidjan tak bisa menunjukkan surat pemilikannya. Wah, ini polisi mau bikin perkara 'kali. "Ini betul-betul sapi saya, yang hilang sekitar jam sepuluh malam," ujar Wakidjan. Kunarto malah heran: "Lho, kok tahu hilang jam sepuluh malam? Kalau tahu, mengapa tidak ditangkap saja malingnya?" Begini. Wakidjan tak kalah tangkas. Sapi ini, katanya, kalau kotoran yang dibuangnya sebanyak satu ekrak (alat untuk membuang sampah), berarti baru jam sepuluh malam. Kalau tiga ekrak, sudah pukul empat dinihari. Jika enam, pasti jam enam pagi. "Lalu, waktu dia ini hilang, kotorannya baru satu ekrak!" Hebat juga hasil riset Wakidjan itu. Tapi, yah, bagaimana membuktikan kebenaran omongannya? Perlu pengamatan semalam suntuk, tentunya, terhadap tahi sapi. Ada bukti lain, yang lebih cepat prosesnya? "Ada," sahut Wakidjan cepat. "Begini. Saya suka berciuman sama sapi ini. Ini memang kesayangan saya. Begini ini!" Ia lalu mendekati sapi itu, mengelus moncongnya sebentar, lantas menciumnya. Beberapa saat, sang sapi mendengus sambil mendekati Wakidjan. Lalu moncongnya ganti mencium pipi Wakidjan. Hebat. Tapi sang polisi, yang ternyata sangat hati-hati, masih menyuruh Wakidjan mencium moncong sapi lain di pasar itu -- eh, siapa tahu sapi lain itu membalas juga, bukan? Wakidjan menurut. Nah, tak ada balasan. Sekali lagi, supaya haqqul yaqin: si polisi kini minta orang lain mencium sapi milik Wakidjan. Yang disuruh menurut. Dan tentu saja tak ada reaksi. Nah. Keputusannya: Wakidjan boleh membawa sapinya. Hidup Wakidjan ! Hidup polisi!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini