Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEGITU arak-arakan pengantin pria memasuki rumah calon mertua, pengantin wanita sangat terkejut. Darsini, 23, kemudian malah tak mau keluar rumah menyambut calon suami. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya ia memang keluar kamar tapi bukan untuk dipertemukan. Darsini menggulung kain pengantinnya, mencampakkan semua perhiasan, dan serta merta menyibak kerumunan orang. Lari! Terus lari! Suasana pun panik. Ayah Darsini mengejar anaknya. Juga para pengiring pengantin pria, termasuk para penabuh rebana yang barusan meramaikan iring-iringan jalan kaki itu. Juga para juru masak di pesta itu. Tapi Darsini melejit di depan memimpin pertandingan. Meskipun, akhirnya, ia keok juga. Darsini dicekal ayahnya. Dan di situlah pengantin itu menangis. "Saya tidak mau kawin dengan Sukadi! Saya tidak mau!" "Baiklah. Kalau kamu tidak suka sama Sukadi, jangan begini caranya. Lihat itu banyak orang melihat," bujuk sang ayah. Sang perawan tetap tak mau diajak pulang. "Begini saja," kata si ayah akhirnya. "Sehabis perkawinan ini, kamu boleh langsung cerai." Darsini pun oke. Akad tetap dilangsungkan, di tengah alunan lagu-lagu marhaban. Hanya saja Darsini sudah tak lagi mengenakan pakaian pengantin yang gaya Solo itu. Duduknya pun tak keruan - terkadang malah membelakangi Sukadi. Usai itu, sang ayah bicara kepada menantunya, "Pokoknya, sabar, ya, Nak? Siapa tahu besok lusa dia berubah." Tapi Darsini tetap Darsini. Ketika malam pertama tiba, ia menerjang tempat tidur - entah takut apa lalu mendobrak pintu dan langsung lari keluar. Tak lama kemudian kembali lagi. Dan adegan lari itu berulang terus-menerus, setiap Sukadi berusaha entah apa. Bahkan sering sang suami ikut-ikutan mengejar, sampai-sampai para tetangga pada heran. Ini dia, kawin lari yang sebenar-benarnya. "Ya, itulah. Saya ini ibarat pandai besi yang tidak punya sabit," cerita ayah Darsini. Maklum, sebagai dukun yang dianggap ahli menjodohkan orang, ia - yang tak suka namanya dituliskan - gagal menghadapi anaknya sendiri. Maklum pula, si gadis tak lain guru madrasah - pintar wirid, lagi. Dan, percaya atau tidak, perkawinan yang aneh itu bisa berjalan sekitar setahun. Bulan lalu, tepatnya menjelang Puasa, dukun tersohor itulah yang kalah. Ia mengantar sendiri putrinya ke KUA - cerai. Lalu Darsini ditunggu seorang pemuda, Sukandar namanya. Itulah: ketika Darsini dulu dihias sebagai pengantin, dan melihat iring-iringan pengantin pria (dari Desa Merkawang, Tuban, Jawa Timur) sampai di depan rumahnya di Desa Lenori, ia kaget. "Kok Sukadi! Kok bukan Sukandar!" Dan larilah ustazah ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo