Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Diterjang Rob, Dientak Amblesan Tanah

Banjir di Pluit sulit surut. Penurunan tanah hingga 1,6 meter biang keladinya?

27 Januari 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arifin masih menyaksikan hamparan pasir putih sejauh 400 meter di utara Waduk Pluit pada akhir 1980-an. Saat itu, warga Kampung Gedong Pompa, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, ini remaja 13 tahun. Mega Mall Pluit belum ada. Rumah mewah di ­Pluit Permai dan Pluit Indah masih berbilang jari. Kampungnya yang persis menempel dengan waduk juga belum tersekat tanggul.

"Saya sering main di pasir dan mandi di waduk," ucapnya.

Kini, jangankan menemukan pasir putih, untuk turun ke arah laut pun ia terhalang. Empat tanggul di depan rumah pompa Waduk Pluit menghadang. Tingginya terus bertambah, mengikuti ketinggian air laut yang menerjang pantai utara Jakarta. Dulu Arifin harus berjalan jauh untuk bisa menyentuh bibir pantai, tapi kini ombak laut yang mendatanginya.

Air pasang dari arah laut itu sering disebut rob. Begitu tingginya, rob pada paruh akhir Januari ini menenggelamkan tiga tanggul. Hanya tanggul terakhir yang dibangun pada 2008 yang masih sanggup menangkal. Lima tahun lalu, tinggi tanggul ini sekitar 4 meter atau 1,5 meter di atas rob paling tinggi. Tapi, pada rob kali ini, sisa tanggul yang tampak hanya sekitar 15 sentimeter. "Tahun depan mungkin sudah lewat airnya," ujar Arifin.

Warga Kampung Gedong Pompa yang padat itu pun berusaha memperbaiki tanggul dengan cara yang sungguh ala kadarnya. Mereka menambal beberapa bagian dinding yang retak dengan semen.

Mengapa rob di kawasan ini terus meninggi? Masalah utama Pluit ternyata tak terletak pada fenomena rob yang juga ditemui di sepanjang pantai utara Pulau Jawa itu. Ketinggian rob terasa di Pluit, kata anggota peneliti Jakarta Coastal Defence Strategy, Heri Andreas, karena daerah itu, juga Muara Baru, mengalami penurunan tanah 10-15 sentimeter per tahun. Dari alat GPS yang digabung dengan teknologi seperti sipat datar dan ekstensometer atau alat pemantau gerakan tanah, peneliti berkesimpulan bahwa penurunan tanah di kawasan Pluit, Muara Baru, dan Muara Angke selama 10 tahun pada 2000-2010 rata-rata 1,6 meter.

Dari data awal 1974-2000, bahkan ada daerah yang sudah turun hingga 4 meter. "Itu daerah yang sekarang kebanjiran sedalam empat meter," ujar dosen di Kelompok Keahlian Geodesi Institut Teknologi Bandung tersebut saat ditemui di Bandung, Rabu pekan lalu.

"Ketinggian Pluit memang hampir dua meter di bawah laut," kata Wali Kota Jakarta Utara Bambang Soegiyono. "Itulah sebabnya banjir di wilayah ini sulit surut."

Menurut Heri, wilayah Pluit hingga Tanjung Priok merupakan hasil reklamasi. Dulu hitungan teknis reklamasinya sudah mencakup potensi penurunan lapisan teratas tanah timbunan. Dalam kurun 40-50 tahun, penurunan tanah bakal berhenti dan tanahnya menjadi mantap. "Tapi celakanya, karena lapisan bagian bawahnya disedot dengan pengambilan air tanah berlebihan, tanah ikut terkompaksi jadi turun. Inilah yang meleset dari perhitungan," tutur Heri.

Penyedotan air tanah besar-besaran itu, menurut Heri, terbukti menjadi salah satu penyebab penurunan tanah, selain kondisi tanah dan beban bangunan. Pluit dan Muara Baru adalah bekas kawasan industri. Pengambilan air tanahnya sudah sedalam 100-200 meter.

Sedimentasi atau tanah endapan di Pluit juga terhitung paling muda. Peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Robert M. Delinom, menyatakan tanah di bawah Jakarta merupakan endapan vulkanik dan tanah sedimen, dengan umur geologi relatif masih muda. "Antara 10 ribu dan 100 ribu tahun. Untuk geologi itu muda," ujarnya. Endapan vulkanik itu berasal dari pegunungan di selatan Jakarta. Ahli geologi menyebutnya formasi Kipas Aluvial Bogor.

Material daratan di Jakarta, kata dia, dominan campuran pasir dan lempung. Sifat dua material batuan itu loose, mudah lepas. Jika dominan lempung, tanahnya cenderung mudah lepas. Jika pasir yang dominan, ikatan butiran antarpasir lebih kuat, karakter tanah cenderung lebih mampat.

Kasus amblesan di Jakarta Utara, kata Robert, terjadi karena sifat tanahnya yang dominan lempung dibanding pasir. "Di samping itu, pembangunan di Jakarta Utara yang masif, yang menyebabkan terjadi pembebanan. Efek pembebanan, daerah sekitarnya cepat turun," ujarnya.

Meskipun demikian, Robert berpendapat amblesan di utara Jakarta bukan disebabkan oleh pengambilan air tanah. Data yang diperolehnya menunjukkan tak ditemukan perubahan tinggi muka air tanah di Jakarta bagian utara. "Jika muka air tanah turun dan ada amblesan, berarti ada hubungannya. Ini tidak. Air tanahnya biasa saja dari tahun ke tahun, sementara amblesan ada terus."

Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia Rovicky Dwi Putrohari mengatakan, tanah di Pluit dan Penjaringan memiliki tingkat jenuh relatif lebih tinggi. Tanah lempung mampu menyerap air tapi tidak dalam waktu yang lama. Apabila terus-menerus menyerap air, tanah lempung akan mencapai titik jenuh dan tak sanggup lagi menyerap air, sehingga air hanya bisa mengendap di permukaan.

Dengan karakter tanah seperti itu, kata Rovicky, tak ada cara selain mengandalkan pompa untuk menyurutkan banjir di Pluit. Inilah sebabnya warga yang menempati kawasan mewah Pluit Permai, Pluit Indah, dan Pluit Sakti di sisi barat Waduk Pluit terus memompa genangan air dengan tiga rumah pompa yang mereka beri nama planet—Mars, Venus, dan Jupiter.

Air kecokelatan itu mereka buang ke Kali Muara Karang melalui tanggul di sisi barat Jalan Pluit Barat Raya. Kali Muara Karang dua meter lebih tinggi daripada perumahan mereka. Tanggul itu setinggi tiga meter dengan ketebalan 10 meter. Di atas tanggul berdiri beberapa rumah pompa yang menyedot air dari selokan warga dan membuangnya ke atas menuju kali.

Menurut Slamet Sanudi, 43 tahun, operator pompa Mars, tanggul sepanjang 100 meter di sisi rumah pompa Mars telah tiga kali ditinggikan. Peninggian pertama dan kedua dilakukan pada 2000 dan 2006 dengan swadaya warga. "Ketinggian tanggul naik 40 sentimeter sesuai dengan kenaikan permukaan air Kali Muara Karang," ujarnya. Peninggian ketiga berlangsung pada September-Desember 2012, yang dilakukan oleh pemerintah DKI.

Namun, Selasa pekan lalu, air yang mereka kuras dengan pompa enggan bergerak menuju Teluk Jakarta. Air buangan justru tertahan air laut yang sedang pasang menjelang tengah hari.

Tak jauh dari rumah Arifin, tanggul di utara Waduk Pluit yang dibangun untuk menahan rob itu kini justru lebih banyak berfungsi sebagai penahan banjir daratan ke laut. Kalau air tak cepat dipompa atau pompa rusak karena terendam banjir, kawasan itu bakal menenggelamkan siapa saja.

Erwin Zachri, Anton William, Anwar Siswadi, Ahmad Fikri, Istman M.P.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus