Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dokter kehilangan gigi

Alimin, yang menderita sakit gigi, berobat ke dr. fuad saleh di daerah kasim, malang. ia diperiksa & daerah mulut diberi obat bius. ketika fuad membersihkan tangannya, diam-diam alimin mencabut sendiri giginya.

10 Desember 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELURUH dunia sepakat, sakit gigi adalah bencana. Nasi bisa terasa seperti pecahan beling. Semuanya jadi kacau. Neraka itulah yang membetot Alimin. Sudah beberapa hari ini, giginya menggigit tuannya sendiri. Mau ke dokter, dia ngeri. Bayangan skalpel, tang, bor, dan jarum suntik membikin ciut nyalinya. Tapi, daripada bergelimang sengsara, akhirnya, di awal bulan November, Alimin mengadukan nasibnya kepada Dokter Fuad Saleh di daerah Kasim, Malang, Jawa Timur. Seperti biasa, Dokter Fuad lebih dulu mengadakan peninjauan lapangan secara menyeluruh. Kesimpulannya: ada tiga buah gigi yang sudah busuk berat. "Harus dicabut," kata dokter itu, memberi ultimatum. Alimin kontan terlonjak. Tubuhnya lemas. "Saya suntik dulu, ya," tambah Pak Dokter tanpa memperdulikan kecemasan Alimin. Korban terpaksa mengangguk bak perkutut. Usai diberi suntikan, Alimin diminta kumur- kumur. Setelah itu, ia disodori kapas. Sambil menunggu reaksi bius berlangsung, Dokter Euad cuci tangan. "Bagaimana rasanya? Sudah mulai hilang senutnya? Lagi-lagi Alimin mengangguk. "Kalau begitu, buka mulutnya!" Astaga. Mata Dokter Fuad, yang saat itu sedang menggenggam tang pencabut, terbeliak. Mulutnya ternganga. Tiga buah gigi, yang tadinya hendak dicabut, tak ada lagi di lokasinya. Raib. Yang tinggal hanya gusi yang sudah sepi. "Lho, ke mana perginya gigi yang mau saya cabut," tegur dokter penasaran, karena merasa dipermainkan. Alimin cuma menggeleng-gelengkan kepalanya. Karena tak yakin, dokter jebolan FKG Unair, Surabaya itu, sekali lagi, merogoh mulut Alimin. Tri-gigi Alimin tetap tiada. Lelaki itu sudah ditinggal tiga biji giginya Fuad mulai merinding. Jidatnya berkeringat dingin. Jangan-jangan, pasien yang satu ini keturunan mahluk halus. Ia buru-buru melihat ke buku catatan pasien. Alamat Alimin tertera jelas, masih di sekitar Kasim, Malang. Itu berarti tak jauh dari tempat prakteknya. Lalu dokter itu naik darah. "Kalau tak ada yang dicabut, untuk apa Anda ke sini?" ujarnya. "Ya, untuk dicabut. 'Kan, tadi sudah diperiksa Dokter," jawab Alimin polos. Dokter berusia 31 tahun itu cuma bisa mengelus dada. Ia tak mau berdebat dengan orang yang sakit gigi. "Ya, sudah. Kalau begitu, bayar saja Rp 1.000 untuk ongkos bius," sambungnya. Setelah membayar, Alimin angkat kaki. Tinggallah Fuad dengan seribu pertanyaan di kepalanya. Setelah merenung sejenak, mendadak pikirannya terang. Buru-buru, Alimin dipanggil lagi ke ruang praktek. "Coba, kapas yang Anda genggam, bawa ke sini," kata Fuad. Semula Alimin ragu-ragu. Tapi kemudian tangannya diulurkan juga. Nah, sekarang menjadi jelas. Tiga buah gigi yang menghilang tadi, ternyata, terselip di kapas itu. Rupanya, sewaktu Dokter Fuad membersihkan tangannya, Alimin, secepat kilat, mencabut sendiri giginya. "Soalnya, saya takut melihat peralatan Pak Dokter," jawab Alimin sebelum dimarahi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus