KEBAKARAN . . . kebakaran . . . kebakaraaan . . . !" Warga Kampung Seng, Simolawang, Surabaya itu langsung panik. Puluhan penduduk yang sedang leyehan, sore itu, pada berhamburan. Mereka mencoba menjinakkan api. Kasan nekat merobohkan loteng rumahnya. Alhamdulillah, sukses. "Tapi rumah saya hilang separuh," kata Kasan dengan lesu. Bagaimana dengan Sada'i? Tukang becak, 55 tahun, ayah tujuh orang anak ini sedang parkir di mulut gang, ketika api mengganas. "Ya, 'kan? Begitu ada teriakan kebakaran saya langsung lari ke rumah mengungsikan anak-anak dan istri saya," ujar Sada'i. Perabot-perabot yang bisa diangkut segera dikebut, diselamatkan. Namun, api yang makin binal membikin Sada'i keder. Menurut otak waras, jangan main-main sama lautan api. Tapi sebentar, dia 'kan punya keris warisan leluhur. Jelek-jelek, pusaka yang bernama Naga Geni itu, kata Nenek, ampuh. Sekarang tiba waktunya untuk uji coba. Maka, tekad Sada'i pun kental lagi. Setelah melakukan pemanasan dengan komat-kamit, tukang becak itu maju. Naga Geni di tangan, dengan gabungan kepercayaan, kepasrahan, dan kenekatan, Sada'i nggeblas ke gubuknya. Tak mengacuhkan gigitan api, ia lalu duduk bersemadi. Melihat kegagahan itu, Mat Djoeri, tetangganya, ketularan. Ia buru-buru mencari kerisnya lalu nongkrong di loteng rumah sambil merapal doa. Tapi begitu rumahnya dijilat api, ia terpaksa meloncat langkah seribu. "Lebih baik lari daripada ikut terbakar," ujar Djoeri ngos-ngosan. Tinggal Sada'i yang tetap berjuang dan berjuang, sampai titik darah penghabisan. Di panggang panas ia berbisik berkali-kali, "Oh, Tuhan, selamatkanlah rumahku dari amukan api." Sementara itu, di luar rumah berdinding tripleks berukuran 3 x 4 meter itu, puluhan penduduk Kampung Seng, dengan dada berdebar-debar, menunggu rekannya yang sebentar lagi akan matang. Jarak api dengan rumah Sada'i tinggal satu meter saja. Rumah-rumah di sekelilingnya sudah hangus. Apakah tukang becak itu memang berniat jadi sate? Tak ada yang berani memastikan. Sampai tiga jam kemudian, petugas pemadam kebakaran berhasil membujuk api bulan November itu. Di tengah asap yang mengepul, penduduk mencari Sada'i. Tiba-tiba wajah coreng-moreng menyeruak dari tirai asap. Penduduk pun terkesima. Sada'i seperti bangkit dari kubur. Tak sedikit pun api menyentuh rumahnya, tubuhnya masih utuh. Lelaki itu sesegar Rambo. Sada'i langsung menjadi headline di Simolawang. Dalam tempo singkat kesaktian keris Naga Geni menjalar ke seantero Surabaya. Tiga hari setelah kebakaran yang menghanguskan 35 rumah itu, Sada'i kedatangan tamu dari sebuah instansi. Ia diminta menyerahkan Naga Geni. "Tapi saya tolak. Siapa yang bisa menjamin keris itu tidak hilang atau ditukar," kata Sada'i kepada Herry Mohammad dari TEMPO. "Keris itu merupakan peninggalan nenek moyang saya. Punya khasiat, dan tidak boleh sembarang dibawa atau ditonton." Yusroni Henridewanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini