Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Desakan Sita Aset dari Senayan

DPR meminta Kementerian Keuangan membenahi pendataan aset properti warisan era krisis moneter 1998. 

10 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aset BLBI yang dikuasai pihak ketiga di Hotel De80’ Residence Genteng Ijo, Setiabudi, Jakarta, 9 Juni 2022. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • DPR meminta Kementerian Keuangan membenahi pendataan aset properti kasus BLBI. 

  • Pengejaran aset produktif BLBI berpotensi terganjal data yang belum lengkap.

  • BPK merekomendasikan perbaikan pengelolaan dan pengamanan aset BLBI.

JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat menagih penyelesaian masalah tata kelola, pemeliharaan, dan pengamanan aset properti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang terungkap dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Wakil Ketua Komisi Keuangan DPR, Amir Uskara, meminta Kementerian Keuangan membenahi pendataan aset warisan era krisis moneter 1998 tersebut. Pemerintah pun diharuskan mematok target pengamanan aset yang lebih konkret.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



"Sekarang butuh keseriusan untuk membereskan masalah sistem inventarisasi atau pendataan (aset BLBI) di lapangan," ucapnya kepada Tempo, kemarin.

Menurut Amir, masalah penanganan aset akan memperpanjang umur kasus BLBI. Selain merugikan negara, proses pengejaran aset produktif oleh Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI atau Satgas BLBI berpotensi terganjal tanpa data yang lengkap. “Padahal aset bergerak yang mengalami depresiasi nilai harus segera dicari sebelum nilainya terus menurun,” tutur dia.

Deretan masalah aset properti BLBI—berupa lahan dan bangunan—tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu atas Pengelolaan Aset Properti dan Aset Kredit BLBI 2020 dan Semester I 2021. Dalam sub-aspek pemeliharaan dan pengawasan properti, lembaga audit negara mendapati 808 aset senilai Rp 5,83 triliun yang masih dikuasai pihak ketiga. Ada juga 413 aset senilai Rp 2,46 triliun yang belum dilengkapi papan penanda, 424 aset senilai Rp 2,75 triliun yang masa berlaku hak guna bangunannya sudah habis, serta 110 aset senilai Rp 659,77 miliar tanpa dokumen kepemilikan atau peralihan lengkap.

Verifikasi terhadap 4.261 unit aset properti senilai Rp 9.131,6 miliar, yang terdata hingga 30 Juni 2021, pun dinilai tak memadai. Tim audit mencatat sebanyak 211 aset tidak bisa diidentifikasi di lapangan. Adapun 58 aset terdata oleh kantor wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) serta masuk daftar nominatif, tapi tidak muncul di neraca. Ada juga 64 aset kelolaan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang tak tercatat dalam kertas kerja inventarisasi serta 1.024 aset yang masih bernilai nol rupiah.

Kolega Amir dari Komisi Keuangan DPR, Mukhamad Misbakhun, pun sempat meminta sesi khusus pembahasan BLBI dengan Kementerian Keuangan dalam masa sidang Dewan bulan ini. Selain soal kelanjutan pengejaran aset oleh Satgas BLBI, dia menyebutkan belum ada informasi pasti mengenai pemanfaatan aset yang sudah diklaim kembali oleh negara. “Apa yang dilakukan terhadap aset yang sudah disita?” katanya. Namun Komisi Keuangan belum memutuskan waktu pasti sesi tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


BPK Terus Mengawasi Pengelolaan Aset BLBI

Saat ditemui Tempo pada pekan lalu, anggota III BPK, Achsanul Qosasi, mengatakan pengawasan tak berakhir meski ada setoran tanggapan dari DJKN. Menurut dia, masih ada koordinasi jangka pendek untuk audit BLBI yang tergolong temuan signifikan. “Meski ada lampiran (jawaban Kementerian Keuangan), tetap kami cek realisasinya,” ujar dia. “Sejauh mana, mereka harus jelas, karena harus kami sertakan dalam audit berikutnya.”

Dalam laporan yang dirampungkan pada Januari 2022 itu, BPK merekomendasikan perbaikan pengelolaan dan pengamanan aset. Salah satu yang utama adalah penyusunan tahapan waktu dan kegiatan prioritas inventarisasi aset properti BLBI. Ada juga imbauan pembaruan prosedur peninjauan fisik aset, termasuk data kertas kerja inventarisasi dan berita acara rekonsiliasi.

Anggota III BPK, Achsanul Qosasi. Dok. TEMPO/Andi Aryadi

Achsanul membenarkan soal rekomendasi pembuatan rencana kerja yang lebih konkret untuk sumber daya DJKN di daerah. “Soal pemasangan plang nama itu harus jelas,” ucapnya. BPK pun meminta peninjauan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) pada aset BLBI, termasuk perpanjangannya agar tidak kedaluwarsa.

Hingga kini, pejabat DJKN Kementerian Keuangan belum merespons pengajuan wawancara dari Tempo ihwal temuan BPK tersebut. Namun Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Rionald Silaban, memastikan lembaganya terus memburu sisa aset BLBI. Per 31 Maret 2022, Satgas BLBI baru mengamankan aset senilai Rp 19,16 triliun dari target Rp 110,45 triliun.

"Nanti kebanyakan kami ambil alih tanah-tanahnya," kata Rionald di kompleks DPR, Jakarta. Dalam rapat kerja Komisi Keuangan DPR, kemarin, DJKN pun mengusulkan alokasi Rp 80,99 miliar untuk pemulihan 353 aset pada tahun depan. Nilai itu tercantum untuk upaya hukum dan langkah lain yang diperlukan untuk pemulihan aset BLBI.

Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menilai pengejaran aset BLBI masih terganjal masalah pembuktian. “Di temuan BPK juga banyak persoalan administratif. Negara tak punya kekuatan bukti yang cukup, padahal fungsinya sensitif.”

YOHANES PASKALIS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus