Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADA dua gedung teater La Mama di Melbourne yang pendiriannya diilhami La Mama Experimental Theatre Club New York, Amerika Serikat. La Mama New York, yang lokasinya di kawasan East Village, terkenal pada 1960-an sebagai salah satu pionir gerakan Off-Off-Broadway, yang melakukan perlawanan terhadap teater mapan.
Didirikan pada 1961 oleh Ellen Steward, wanita kulit hitam yang dianggap ibu bagi gerakan Off-Off Broadway, La Mama New York menjadi model bagi gerakan teater-teater kecil. La Mama menginspirasi banyak kalangan aktivis teater independen nonprofit, termasuk di Melbourne, Australia.
La Mama Theatre Melbourne terletak di Jalan Faraday Nomor 205, kawasan Carlton. Tempat pertunjukan ini didirikan oleh sutradara teater bernama Betty Margaret Burstall pada 1967 setelah dia melihat kehidupan teater-teater alternatif di New York. Di sinilah beberapa teaterawan dan bintang film terkenal Australia memulai karier, seperti penulis naskah Jack Hibberd dan aktris Cate Blanchett.
Kalau kita ke sana, langsung terasa betapa La Mama di Jalan Faraday itu memang rumah bagi teater eksperimental. Bangunan La Mama berupa sebuah gedung bertingkat batu bata tanpa plesteran. Ada bendera Aborigin merah-hitam dengan lingkaran kuning ditempelkan di muka dinding bagian atas. Di tengah bendera itu, ditempel plakat besar bertulisan "La Mama". Teras terbuka La Mama dilengkapi sebuah bar kecil sekaligus tempat reservasi tiket. Laluada tempat duduk kayu dengan meja bekas tong anggur.
La Mama satunya lagi merupakan bagian dari La Mama Theatre. Letaknya di Jalan Drummond. Keluar dari gedung, belok kanan menyusuri Jalan Faraday sampai perempatan, kemudian belok kiri, jalan terus sampai ada sebuah bangunan tua mirip gereja kecil yang pintu masuknya di samping seperti sebuah gang kecil. Itulah La Mama Courthouse, dengan kapasitas kursi kurang-lebih 100 buah. Di situlah kolaborasi Teater Satu, Lampung, dan A Performing Lines, Australia, berpentas sejak 23 Februari sampai 5 Maret 2017.
Kolaborasi yang disutradarai Iswadi Pratama dan Alex Galeazzi itu memainkan The Age of Bones, naskah penulis Australia, Sandra Thibodeaux. Karya ini berkisah tentang seorang anak dari Pulau Rote yang terdampar di Darwin, Australia. Ia ditahan kepolisian Australia. Di dalam penjara, anak itu disatukan dengan pelaku pembunuhan dan pedofilia. Pentas ini dibawakan dengan campuran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Sang ayah (Budi Laksana) dan ibu (Imas Sobariah) meminta bantuan seorang tua (Deri Efwanto) mencari anaknya yang hilang itu. Orang tua tersebut dikenal sebagai penyelamat bagi penyelam yang terjebak dalam kapal karam di dasar laut. Sepanjang pertunjukan, Deri Efwanto menggunakan bahasa Inggris. Ia juga berlaku sebagai narator yang menceritakan ihwal Pulau Rote kepada penonton.
Set berbentuk empat layar kecil perahu yang bisa dipindah-pindahkan. Yang menarik, di tiap layar disorotkan video kehidupan suasana ikan-ikan dalam samudra yang dibuat oleh videographer Sydney, Mic Cruchy. Video ikan itu ditimpali oleh permainan wayang-wayang yang mempersonifikasian perjalanan anak tersebut di penjara Australia. Dua aktor Australia, Kadek Hobman dan Ella Watson-Russell, juga terlibat. Hobman berperan sebagai hakim dan Ella sebagai pembela anak dari Nusa Tenggara Timur itu.
Menurut Iswadi, naskah berbasis masalah hak asasi manusia ini pertama kali dia diskusikan dengan Sandra Thibodeaux di Bali pada 2015. Pada Juni 2015, naskah itu diujicobakan di Darwin dalam bentuk dramatic reading. Setelah itu, Iswadi dan Sandra melibatkan Mic Cruchy, penata musik Phanos Churos, sutradara Alex Galeazzi, dan dalang dari Bali, Wayan Sidya. Iswadi mengatakan mula-mula keseluruhan bentuk pertunjukan ia kemas, baru setelah itu Galeazzi mengerjakan detail artistik. Setelah dari Melbourne, pentas akan melakukan road show ke Sydney, Canberra, dan Darwin sampai April nanti.
Selain Teater Satu, Lampung, kelompok yang manggung di La Mama Courthouse dalam rangka Asia TOPA adalah Mainteater, Bandung. Bekerja sama dengan La Trobe University Student Theatre, mereka mementaskan naskah The Light Within a Night (Cahaya Memintas Malam), 15-19 Maret nanti. Pementasan yang melibatkan pemain Indonesia-Australia ini juga ditangani dua sutradara, yakni Bob Pavlich dan Sahlan Mujtaba. Naskah diangkat dari cerita rakyat Cianjur, Jawa Barat, yakni kisah Jamarun, petani miskin yang dituduh sebagai pembunuh. Ia dihukum gantung di alun-alun. "Ide dasar naskah dari kisah Jamarun, hanya kami memasukkan ide-ide kekinian," ucap Helena Sinaga, Manajer Proyek Mainteater.
Seno Joko Suyono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo