Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gagal Total Meredam Perkara

Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho akhirnya menjadi tersangka kasus penyuapan hakim. Upaya Gatot meredam pengusutan korupsi dana bantuan sosial pun gagal total.

3 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENANDUNG merdu ayat-ayat Al-Quran tak meredakan kegelisahan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Ketika menghadiri pembukaan Musabaqah Tilawatil Quran di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, Selasa malam pekan lalu, sang Gubernur terusik informasi yang kala itu masih simpang-siur: dia dikabarkan menjadi tersangka.

Di tengah acara, Gatot pun menelepon kuasa hukumnya, Razman Nasution, yang malam itu berada di Jakarta. "Ini info dari mana? Kok, saya tidak dikabari? Tolong dicek," kata Razman menirukan Gatot ketika menceritakan kejadian malam itu, Kamis pekan lalu. Malam itu juga Gatot segera pulang ke rumah dinasnya di Medan.

Di Jakarta, kabar Gatot menjadi tersangka sebenarnya sudah beredar sejak sore hari. Namun Komisi Pemberantasan Korupsi tak mengumumkan status hukum Gatot lewat jumpa pers. Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji, hanya mengabarkan hal itu lewat pesan pendek. Katanya, dari gelar perkara suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, cukup bukti untuk menetapkan Gatot sebagai tersangka. Ternyata, pada hari yang sama, KPK juga menetapkan istri muda Gatot, Evi Susanti, sebagai tersangka.

Kasus suap terhadap hakim PTUN Medan itu terungkap setelah penyidik KPK menangkap tangan pengacara Muhamad Yagari Bhastara alias Geri ketika ia menyerahkan uang suap kepada hakim Tripeni Irianto Putro pada 9 Juli lalu. Dari ruang kerja Tripeni, penyidik KPK menemukan uang US$ 15 ribu dan Sin$ 5.000. Pada hari yang sama, KPK menangkap dua hakim, Darmawan Ginting dan Amir Fauzi, serta seorang panitera, Syamsir Yusfan. Lima hari kemudian, KPK menetapkan pengacara senior Otto Cornelis Kaligis—atasan Geri yang juga pengacara keluarga Gatot—sebagai tersangka.

* * * *

Dugaan bancakan dana bantuan sosial (bansos) telah lama menjadi pergunjingan di Sumatera Utara. Sejumlah pejabat teras Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menuturkan, Gubernur Gatot pun gerah oleh pergunjingan itu. Karena itu, ketika Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara mengeluarkan surat perintah penyelidikan dugaan korupsi dana bantuan sosial pada 16 Maret 2015, Gatot mencoba meredamnya.

Masalahnya, menurut Nurdin Lubis, Sekretaris Daerah Sumatera Utara yang pensiun awal November 2014, Gatot tak mau "memukul" dengan tangannya sendiri. Sebaliknya, Gatot meminta sejumlah pejabat provinsi menggugat balik kejaksaan. Nurdin termasuk yang dibujuk Gatot untuk menggugat, tapi menolaknya. "Entah bagaimana ceritanya, akhirnya kok ada yang mau menggugat," ujar Nurdin.

Pada 5 Mei 2015, Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Ahmad Fuad Lubis menggugat surat perintah penyelidikan dana bantuan sosial serta surat pemanggilan atas dirinya ke PTUN Medan. Bekas Kepala Bendahara Umum Daerah Sumatera Utara itu meminta hakim PTUN membatalkan kedua surat tersebut. Alasan Ahmad, antara lain, sebelum diselidiki kejaksaan, indikasi penyelewengan dana bantuan sosial semestinya ditelusuri inspektorat wilayah provinsi.

Nah, sewaktu menggugat jaksa, Ahmad menunjuk lima pengacara dari firma hukum Otto Cornelis Kaligis & Associates sebagai kuasa hukumnya. Di antaranya pengacara senior O.C. Kaligis dan pengacara muda Muhamad Yagari Bhastara alias Geri. Hasilnya, pada 7 Juli 2015, PTUN Medan mengabulkan sebagian gugatan Ahmad. Majelis hakim yang dipimpin Tripeni Irianto menyatakan surat pemanggilan atas Ahmad tidak sah. Namun, menurut hakim, surat perintah penyelidikan jaksa tetap sah.

Dua hari setelah putusan itu keluar, penyidik KPK menangkap Geri ketika menyerahkan uang kepada Tripeni. Sewaktu hendak diringkus penyidik, Geri sempat berontak. Namun ucapan seorang penyidik KPK segera menenangkan dia. "Kamu tak usah melawan. Kami tahu kamu bukan dalangnya. Kami punya rekamanmu," kata penyidik tersebut.

Setelah itu, Geri pun memilih bekerja sama dengan penyidik. "Dia mau jadi justice collaborator," ujar kuasa hukum Geri, Haerudin Massaro, yang juga paman Geri. Sejak pemeriksaan awal, Geri langsung membuka semua informasi yang dia ketahui.

Menurut Haerudin, Geri bercerita bahwa transaksi suap terjadi pertama kali pada 5 Juli lalu. Ahad pagi itu, Geri berangkat ke Medan bersama O.C. Kaligis dan pengacara lain bernama Yurinda. Setiba di Bandar Udara Kualanamu, pukul 09.00, mereka dijemput Toyota Alphard menuju kantor PTUN Medan.

Di parkiran depan kantor PTUN, mobil Alphard berhenti. Kala itu, O.C. Kaligis meminta Geri menyerahkan uang kepada hakim Darmawan Ginting. Menurut Haerudin, sebelum turun dari mobil, Geri sempat mendebat bosnya. Geri berpendapat transaksi di kantor PTUN terlalu berisiko. Ketika Yurinda ingin turun menemani Geri, O.C. Kaligis melarangnya. "Sudahlah, serahkan saja, Geri. Demi kepentingan klien kita," kata Haerudin, menirukan perintah O.C. Kaligis kepada Geri.

Geri akhirnya turun dari mobil. Ia menemui Darmawan Ginting dan menyerahkan dua jilid buku. Di sela-sela buku itu, terselip dua amplop berisi uang, masing-masing US$ 10 ribu dan US$ 5.000. Setelah transaksi itu, O.C. Kaligis memberikan lagi satu amplop kepada Geri. "Dia bilang untuk jaga-jaga," ujar Haerudin.

Sehari setelah Tripeni dkk mengabulkan sebagian gugatan Ahmad, panitera Syamsir menelepon Geri. Dia menyebutkan hakim yang memenangkan Ahmad tak lama lagi akan mudik Lebaran. Paham terhadap isyarat Syamsir, Geri pun melapor kepada O.C. Kaligis. "Kau kasih saja amplop yang saya berikan," kata O.C. Kaligis kepada Geri.

Berbekal amplop dari O.C. Kaligis tersebut, esok harinya Geri kembali terbang ke Medan untuk menemui Tripeni. Kali itu, tim penyidik KPK yang terus memantau pergerakan dan percakapan telepon Geri datang menyergap. Amplop yang diserahkan Geri hari itu berisi uang Sin$ 5.000.

Menurut Haerudin, Geri tak tahu detail skenario penyuapan hakim itu. Dia hanya menjalankan perintah O.C. Kaligis untuk menyerahkan uang. Geri pun tak paham apa persisnya peran Gatot dan istrinya dalam pusaran suap itu. Selama ini, Geri hanya tahu bahwa Gatot kerap berhubungan dengan O.C. Kaligis melalui perantara Evi. Dalam proses gugatan di PTUN, menurut Geri, Evi pula yang sering menghubungi dia untuk menanyakan perkembangan perkara.

O.C. Kaligis membantah tudingan pernah menyuruh Geri ataupun Yurinda menyuap hakim. Ia pun menyatakan Gatot tak terlibat kasus suap itu. "Sama sekali tidak terlibat," ujarnya sambil berjalan menuju mobil tahanan KPK pada 14 Juli lalu. Sejak menjadi tersangka, ia memilih diam. Ia bahkan menolak diperiksa penyidik. "Saya lebih memilih ditembak mati," katanya dalam surat untuk penyidik pada 28 Juli lalu.

Adapun Gatot sudah dua kali memenuhi panggilan KPK. Setelah menjalani pemeriksaan selama 14 jam pada 28 Juli lalu, pada pukul 01.30, Gatot menggelar jumpa pers singkat di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan. Didampingi istrinya, Gatot menyangkal terlibat perkara suap Tripeni dkk. "Saya tak pernah memerintahkan itu," ujar Gatot. Senada dengan Gatot, Evi membantah terlibat penyuapan (lihat wawancara Gatot dan Evi).

Menurut kuasa hukum baru Ahmad, Zulkifli Nasution, kliennya menggugat jaksa atas perintah Gatot. Sang Gubernur pula yang meminta Ahmad memakai jasa pengacara O.C. Kaligis dkk. Sebagai penggugat, menurut Zulkifli, Ahmad tinggal "terima jadi". Ia tak paham apa yang digugat, bagaimana argumen hukumnya, dan apa targetnya. "Klien saya tak mengeluarkan lawyer fee sepeser pun," kata Zulkifli di gedung KPK, Rabu pekan lalu.

Enam belas jam setelah Gatot dan Evi menggelar jumpa pers, KPK menetapkan mereka sebagai tersangka kasus suap terhadap hakim. Akhir pekan lalu, seorang pejabat di Kejaksaan Agung juga mengabarkan hal yang tampaknya bakal menyulitkan Gatot. Katanya, kasus korupsi dana bansos dan hibah Provinsi Sumatera Utara sudah masuk tahap penyidikan. Rupanya, upaya sang Gubernur meredam perkara bansos akhirnya "gatot" alias gagal total.

Istman M.P., Sahat Simatupang, Mustafa Silalahi (Medan), Muhamad Rizki (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus