Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gas Husky (Masih) untuk Bali

Jero Wacik mengabaikan hasil rapat koordinasi perekonomian. Gas dari lapangan Husky-CNOOC tetap akan dialirkan ke Pulau Dewata.

26 Agustus 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPUTUSAN Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik tak berubah. Ia memastikan gas dari lapangan MDA dan MBH yang dikelola Husky-CNOOC Madura Ltd tidak dialokasikan untuk PT Petrokimia Gresik. Pabrik pupuk itu akan mendapat suplai gas dari Lapangan Jambaran dan Tiung Biru di Blok Cepu, sama seperti PT Pupuk Kujang.

Keputusan itu tertuang dalam surat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kepada Pertamina bulan ini. Perusahaan minyak dan gas negara ini—bersama Mobil Cepu Ltd—adalah pengelola Cepu. Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengaku telah menerima surat itu. "Nanti akan diverifikasi isi surat tersebut dengan hasil rapat dan arahan Menteri Perekonomian," kata Karen, Kamis pekan lalu.

Jero juga mengirimkan surat kepada Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto. Kuntoro mempertanyakan tindak lanjut atas hasil rapat tentang pasokan gas di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Intinya, Jero menegaskan, kewenangan mengalokasikan gas ada di tangan Menteri Energi dan ia telah memutuskan kebutuhan gas Petrokimia Gresik akan disuplai Cepu.

Sikap Kementerian Energi ini memang tak sejalan dengan hasil rapat koordinasi. Dalam rapat di kantor KPK, 20 Juni lalu, diputuskan agar Menteri Energi memberikan gas Husky kepada pabrik pupuk. Hasil rapat sebelumnya di kantor Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa,10 Juni lalu, sama. "Keputusan saya mengacu pada rakor sebelumnya. Gas untuk pupuk Gresik dipasok dari Husky dan Kujang dari Cepu," ujar Hatta waktu itu.

Prioritas pada pabrik pupuk didasari Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2010 untuk menunjang ketahanan pangan nasional. Kebutuhan pupuk urea nasional sebesar 25 juta ton setahun diharapkan bisa dipenuhi dari dalam negeri. Petrokimia Gresik berencana meningkatkan kapasitas produksi menjadi 5,4 juta ton.

Perusahaan negara itu menyiapkan US$ 1,2 miliar (sekitar Rp 11,8 triliun). Pembangunannya tahun ini dan ditargetkan beroperasi pada 2016. Diharapkan pasokan urea ke sentra produksi pangan Jawa Tengah dan Jawa Timur bisa dipenuhi dari situ hingga 20 tahun ke depan. Selama ini, Jawa Timur dipasok Pupuk Kaltim dan Pupuk Sriwijaya.

Petrokimia Gresik sangat mengharapkan gas dari Blok Madura Strait sebesar 85 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd). Arifin Tasrif, Direktur Utama Pupuk Indonesia—induk Petrokimia Gresik—dalam rapat koordinasi mengatakan proyek Husky lebih pasti daripada Tiung Biru. Infrastruktur pipa pengangkut gas telah tersedia, yakni jalur pipa gas Jawa Timur milik PT Pertagas, anak perusahaan Pertamina. Sebaliknya, pipa untuk gas Tiung Biru dan Jambaran belum dibangun.

Kementerian Energi mempersoalkan kemampuan pipa tersebut. Tapi Direktur Utama PT Pertagas Gunung Sardjono Hadi mengatakan, berdasarkan intelligent pig—pemotretan kondisi di dalam pipa—pipa tersebut masih mampu mengalirkan gas sampai 450 mmscfd. Pipa yang didesain berkapasitas 600 mmscfd ini baru terpakai separuh.

Toh, Jero memutuskan lain. Melalui surat nomor 1365 tanggal 22 Februari 2013, Menteri Energi menetapkan gas dari Cepu untuk Petrokimia Gresik dan Pupuk Kujang Cikampek. Alasannya, kemampuan pasok Cepu mencapai 2 x 85 mmscfd, minimum selama 17 tahun, sehingga keamanan pasokan lebih terjaga.

Untuk gas Husky-CNOOC, SKK Migas mengusulkan dikirim ke Pulau Raas, Kabupaten Sumenep, Madura; Pulau Bali; dan Provinsi Jawa Timur. Gas akan dipakai untuk pembangkit listrik yang kini masih membakar solar.

Direktur Utama Petrokimia Gresik Hidayat Nyakman mengatakan perusahaan membayar lebih mahal jika diharuskan membeli gas dari Cepu. Harga gas Husky-CNOOC cuma US$ 6,5 per juta british thermal unit (mmbtu), sedangkan gas Cepu dipatok US$ 8,8. Bila dikalikan dengan kebutuhan gas sebesar 85 mmscfd, selisihnya hampir US$ 70 juta per tahun. "Itu hitungan sederhana. Belum menghitung toll fee," ujarnya.

Kebijakan Jero sedang diselidiki KPK. Komisi antirasuah ini mencium adanya penyimpangan di balik upaya "melarikan" gas ke Bali. Apalagi, kata Kepala Divisi Gas dan Bahan Bakar Minyak PT PLN (Persero) Suryadi, pembangkit listrik di Bali telah mendapat alokasi gas dari Lapangan Wasambo di Keera, Wajo, Sulawesi Selatan.

Ladang gas yang dioperasikan Energy Equity Epic Sengkang, perusahaan daerah Provinsi Sulawesi Selatan, ini siap memasok 70 mmscfd. Sebagian gas juga akan dipakai untuk pembangkit di Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kendari, dan Kupang. Targetnya, konversi pembangkit di Bali ke gas bisa dilakukan pada triwulan kedua 2014 dalam bentuk gas alam cair (LNG).

Retno Sulistyowati, Akbar Tri Kurniawan, Bernadetta Christina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus