ANGKUTAN kota di Manado belum mantap. Menurut Ketua Organda
Cabang Manado, Simon Sangkay, pengusaha yang ada sebenarnya
hanya mempertahankan gengsi saja. Artinya, demi gengsi kendaraan
tak lantas dilego, Padahal penghasilan pemilik kendaraan belum
memadai. Ini sehubungan dengan tarip jauh dekat yang belum
berubah sejak harga bensin Rp 35 seliter.
Jauh dekat tarip itu Rp 25 tiap penumpang Kendaraan terdiri dari
Suzuki, Daihatsu atau bemo. Khusus yang terakhir nyaris lenyap.
Terdesak jenis roda empat. Sisa-sisa kendaraan roda tiga ini
kini menyingkir ke rute luar kota. Bahkan tidak sedikit yang
sudah bertransmigrasi ke Jawa.
Dengan tarip Rp 25 tiap penumpang itu ada perhitungan. Satu
kendaraan yang beroperasi penuh dalam sehari menghsilkan Rp
4000. Sebulan (25 hari kerja) menjadi Rp 100 ribu. Setahun Rp
1,2 juta. Itu belum dipotong ongkos perawatan yang galibnya
mencapai 40%. Maka penghasilan bersih tiap tahun cuma Rp 720
ribu.
Dengan begitu para pemilik kendaraan punya kesimpulan sedikitnya
baru setelah 3 tahun harga pokok kendaraan bisa kembali. Pada
saat yang sama, kendaraan buatan Jepang biasanya sudah jadi
rongsokan. Kalaupun jalan, "tidak lagi ekonomis," kata
orang-orang yang biasa bergaul dengan kendaraan bermotor.
Harga satu kendaraan sebangsa Suzuki sebelum rupiah merosot di
mata dolar AS (15 Nopember) sekitar Rp 2 juta -- berikut
surat-surat. Dengan perhitungan harga sekarang, "proses
kelumpuhan bisnis angkutan kota bisa lebih cepat," begitu
komentar beberapa pemilik kendaraan angkutan kota di Manado.
Macet
Tarip angkutan kota Rp 25 ini sudah berlangsung sekitar 4 tahun.
Dua tahun lalu para pengemudi melakukan aksi mogok meminta
kenaikan tarip (TEMPO, l5 Mei 1976). Waktu itu pemerintah daerah
mengajak Organda berunding. "Kenaikan tarip sampai menjadi Rp 30
bukan masalah," begitu hasil perundingan.
Tapi Organda atas nama para pemilik/pengemudi kendaraan meminta
kenaikan sampai menjadi Rp 50. Gagal di tingkat kotamadya, awal
September lalu Organda maju ke tingkat propinsi. Gubernur
Sulawesi Utara menjanjikan paling lambat akhir bulan itu sudah
ada ketentuan tarip baru. Satu tim ditugaskan gubernur
merumuskan hal itu.
Tiga hari betunding tetap macet. Pemerintah daerah menganggap
kalkulasi Organda kelewat tinggi. Sebaliknya Organda menganggap
perhitungan pemerintah terlalu rendah. Jalan terakhir,
pemerintah daerah menyerahkan persoalan ini ke pusat. Namun
pemerintah pusat belum sempat memberi jawaban, keputusan 15
Nopember 1978 keluar. Dengan keputusan ini diminla para anggota
Organda tidak menaikkan tarip angkutan. Mau apa lagi?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini