DI Bandung, ketidak nyamanan tak hanya terasa di wilayah kota
(TEMPO, 9 Desember 1978). Tapi juga di luar kota. Paling tidak
begitu penilaian orang Direktorat Perlindungan dan Pengawetan
Alam Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian.
Buktinya sejak Oktober lalu obyek wisata Gunung Tangkuban Perahu
di wilayah itu diambil alih oleh instansi pemerintah itu dengan
alasan pengelolaannya selama ini tidak beres. Kawasan ini
dijadikan hutan wisata.
Gunung Tangkuban Perahu dikenal sebagai obyek wisata sejak
puluhan tahun lalu. Letaknya 27 Km arah ke utara Kota Bandung.
Dari kota, pertama kita bergerak menuju Subang. Di satu
simpangan nanti ada papan penunjuk: Gunung Tangkuban Perahu 4,5
Km.
Gunung itu masih berapi. Justru karena itu menarik. Sebab orang
dapat mendekat sampai di bibir kepundannya. Hanya saja harus
wanti-wanti. Jika terlalu dekat, asap belerang dapat masuk ke
hidung. Salah-salah tak bisa kembali.
Di zaman penjajahan Belanda pengelolaan obyek wisata itu
ditangani Nereniging Bandung Noevit, semacam yayasan. Sesudah
negeri ini merdeka satu yayasan pula yang menanganinya, Yayasan
Bandung Permai. Tahun 1972, dengan alasan supaya lebih afdol,
bekerjasama dengan perusahaan kepariwisataan Sari Express,
yayasan tadi membentuk PT Permai Sari. Sampai kemudian
terjadi-pengambilalihan oleh Ditjen Kehutanan.
"Tidak akan terjadi pengambilalihan seandainya tidak terjadi
apa-apa," kata Sukri, Kepala PPA Jawa Barat kepada Sunarya
Hamid dari TEMPO Yang disebut apa-apa itu antara lain ada
tanaman yang harusnya dirawat ternyata malah dipotong oleh PT
Permai Sari. Juga jalan sepanjang 4,5 Km dari Jalan Raya
Bandung-Subang menuju Tangkuban Perahu kurang terurus.
Subagio, Direktur PT Permai Sari, tidak mengomentari alasan
pengambilalihan tadi. "Banyak yang menduga Tangkuban Perahu
tambang emas, karenanya banyak yang iri ingin mengelolanya,"
kata Subagio.
Betapapun, pengunjung Tangkuban Perahu dari waktu ke waktu
memang banyak. Ini diakui pihak Permai Sari sendiri.
Berturut-turut tahun 1976 misalnya, lebih dari 170 ribu
pelancong domestik dan lebih dari 12 ribu wisatawan asing. Tahun
berikutnya sekitar 180 ribu domestik, sekitar 10 ribu asing.
Adapun tahun ini, sampai September tercatat lebih dari 133 ribu
orang pribumi dan lebih dari 8 ribu orang manca negara.
Tiap pengunjung dikenakan pungutan Rp 100 orang dewasa, Rp 50
anak-anak. Kendaraan bermotor, sebangsa bis harus bayar Rp 1500,
pikap Rp 1000, sedan Rp 750, sepeda motor Rp 300. Permai Sari
selama ini senantiasa membayar pajak tontonan ke kas Kabupaten
Bandung rata-rata Rp 1 juta tiap bulan.
Dan pajak tontonan itu dengan sendirinya sekarang masuk lagi
masuk ke pemerintah daerah tingkat II. Sebab instansi kehutanan
menyetorkannya langsung ke kas Pemda Jawa Barat sesuai instruksi
Dirjen Kehutanan dan Gubernur Jawa Barat. Jadi Kabupaten Bandung
tinggal gigit jari. Belum diketahui sampai kapan. Tapi
pengurusan obyeknya sendiri kabarnya akan kembali diserahkan
kepada swasta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini