ANGIN ribut menggoyang Danamon? Mungkin itu ungkapan tepat untuk menggambarkan keadaan Bank Danamon. Selain harus menghadapi persaingan antarbank yang kian seru, bank ini juga masih harus menghadapi berbagai isu yang, entah disengaja entah tidak, ingin menohoknya. Alkisah, akhir Juni lalu, majalah Far Eastem Economic Review memberitakan bahwa keadaan likuiditas Bank Danamon mengkhawatirkan. Alasannya, selain terlalu agresif dalam membuka cabang baru, bank ini juga dianggap terlalu mengandalkan pinjaman antarbank untuk membiayai program kreditnya. Isu lain, yang tak kalah ramai, muncul di sana-sini. Misalnya, seorang manajer Danamon diisukan telah melarikan uang tunai Rp 6 milyar. Bank ini juga diisukan harus menanggung kredit macet Rp 120 milyar dari seorang nasabahnya. Nah, di saat sedang sibuk-sibuknya menangkal isu, kantor cabangnya yang baru beberapa bulan dibuka di Bekasi, Jawa Barat, kena rampok. Sebelumnya, kejadi-n serupa juga menimpa dua petugas Danamon, yang ditodong setelah mengumpulkan uang dari sejumlah pasar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Situasinya makin tak menguntungkan ketika BI tiba-tiba melansir gerakan menarik kredit likuiditas, dengan alasan suasana ekonomi sudah overheated (kepanasan). Bank tersebut pun segera memanfaatkan fasilitas diskonto dari BI, dua kali. Lidah memang tak bertulang. Dan cerita tentang Danamon pun terus berkembang. Bank ini, kata yang empunya gosip, tak lama lagi akan gulung tikar. Sebab, konon, krisis likuiditasnya sudah tak tertolong. Indikasinya, hanya Danamon yang berani memasang bunga deposito 19,75% untuk jangka setahun. Sungguh, dalam waktu dua bulan ini, tak satu pun kabar yang menguntungkan buat Danamon. Tapi, benarkah semua itu? Dengan segera, Direksi Bank Danamon pun melancarkan bantahan. "Itu semua hanya isapan jempol," kata Usman Admajaya, pendiri yang menjadi Preskom Danamon. Tak kalah tegas adalah bantahan Menteri Keuangan Sumarlin, yang ditayangkan TVRI Selasa malam pekan lalu. Sesuai dengan laporan Bank Indonesia, "Danamon adalah bank yang sehat. Dan saya harap, masyarakat tidak termakan isu yang tidak bertanggung jawab," katanya. Keadaan yang sehat itu bisa dilihat dari pertumbuhan jumlah aset, pinjaman, dan tabungan yang dapat dikembangkan Bank Danamon. Hingga akhir Juli lalu, misalnya, aset Danamon tercatat Rp 2,929 trilyun. Atau, hanya dalam waktu enam bulan, naik sebesar Rp 1,2 trilyun. Begitu pula pinjaman yang diberikan (Rp 2,132 trilyun) mengalami kenaikan dua kali lipat sepanjang semester pertama 1990. Sedangkan deposito berjangka yang dapat dikumpulkan pada akhir Juni telah mencapai Rp 1,488 trilyun alias lima kali lebih besar daripada deposito di akhir 1989. Toh bantahan Sumarlin tak segera bisa meredam suasana. Rabu dan Kamis silam, antrean panjang tampak di loket penarikan deposito. Itu di Jakarta. Tapi, di banyak cabangnya, keadaan terasa jauh lebih tenang. Para nasabah hanya datang untuk mengecek posisi likuiditas Danamon. Semakin runyamkah keadaan bank ini "Tidak. Antrean panjang tak harus berarti mencerminkan besarnya jurnlah uang yang ditarik nasabah. Kami masih tetap likuid," kata Jusuf Arbianto, Direktur Danamon. Buktinya, dalam tiga pekan terakhir, Danamon malah memperoleh tambahan tabungan Rp 100 milyar. Memang, terhitung pekan lalu, banknya tergolong tinggi dalam memberikan bunga deposito. Tapi, kata Usman Admajaya, itu wajar. Beberapa bank lain di Jakarta malah ada yang berani menawarkan bunga deposito sampai 21 setahun. "Apalagi BI sudah berani memberikan bunga SBI 19%," kata Usman. "Kami sebagai bank swasta tentu perlu memasang bunga yang sedikit di atas BI kalau mau bersaing." Begitu pula isu tentang kredit macet yang Rp 120 milyar dibantah Jusuf Arbianto. Kata dia, hingga saat ini, Danamon memikul kredit macet hanya 0,5-%. Lantas, apa yang menyebabkan munculnya isu yang sangat memukul itu? "Saya juga tidak tahu," kata Usman. Tapi, kalau ditelusuri, awalnya tak jauh dari kebijasanaan Pemerintah sendiri. Ketika Pakto 1988 diturunkan, banyak bank yang menggebu-gebu melebarkan sayap, termasuk Danamon. Sebelum Pakto, bank yang pada 1981 melakukan merger dengan PT Bank Asia Africa Banking Corp. cuma punya lima kantor cabang. Kini, belum lagi dua tahun usia Pakto, Danamon telah memiliki 87 cabang (dari target 100 cabang Fada akhir 1990). Terlalu cepat? "Saya hanya ingin berkonsentrasi di bisnis perbankan," kata Usman. Dia mengaku banknya besar karena rezeki Pakto. Tapi dia tak ingin melebarkan sayap usahanya menjadi sebuah konglomerat, rupanya. BK, dan Bambang Aji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini