Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gugatan Paranormal dari Simalungun

18 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebuah pesawat terbang jatuh. Puluhan korban tewas. Kotak hitam, yang bisa memberi informasi sebab-sebab pesawat itu bisa rontok, ditemukan berkat kerja keras seorang paranormal. Tikya Dihardjo, 98 tahun, dukun asal Desa Dolokhaimu, Simalungun, sekitar 150 kilometer dari Medan, adalah penemu kotak hitam pesawat Garuda nahas yang jatuh di Sibolangit, September 1997 lalu. Dan untuk jasanya itu ia dimingi-imingi hadiah Rp 40 juta. Tapi persoalannya, setelah menunggu berbulan-bulan, Tikya tak kunjung memperoleh tumpukan uang itu. Maka, pertengahan Juni lalu ia melayangkan gugatan ke Garuda Indonesia cabang Medan melalui Pengadilan Negeri Medan. Tikya sendiri mengaku "habis-habisan" untuk mendapatkan kotak hitam yang terpendam 40 sentimeter di bawah tanah itu. Ia berpuasa dua hari. Melakukan upacara di tempat jatuhnya pesawat dan melepas sepasang kelinci putih dan lima ekor merpati. Sebagai "alat bantu", ia juga ditemani oleh sepasang keris bernama Kiai Badari dan Nyai Brojol Melati. Setelah kotak ditemukan, ia masih harus mengadakan selamatan dengan memotong sepasang kambing. Hitung-hitung, ia habis lebih dari Rp 100 ribu. Garuda ingkar janji? Djadjang Sudradjat, Manajer Umum Garuda cabang Medan, membantah telah mengumbar janji kepada Tikya. "Kami tak menjanjikan. Menurut standar prosedur kami, tak ada referensi menggunakan paranormal," katanya kepada Bambang Soedjiartono dari TEMPO. Lalu dari siapa janji itu datang? Usut punya usut, ternyata Tikya dijanjikan oleh seorang aparat Koramil bermarga Hutapea. Nah, tentara ini, konon, tidak ada koordinasi dengan Garuda. Akibatnya, dukun Tikya yang telantar. Kini, Pak Dukun memasrahkan nasibnya ke pengadilan. Ia tak mau "main hakim sendiri", misalnya main santet atau menyulap pesawat Garuda menjadi burung merpati.


Kado Kursi dari Semarang
Tak sedikit orang yang perbuataannya bertolak belakang dengan nama yang disandangnya. Salah satu dari banyak orang itu adalah Noorjihad Revolusianto, anggota Panitia Pemilihan Daerah (PPD) II Semarang. Namanya seram dan berkobar-kobar (ada kata jihad dan revolusi). Namun kelakuannya—meminjam istilah anak-anak muda di Jakarta—minus tapi lucu. Ia, misalnya, Senin pekan lalu mengirimkan kursi plastik anak-anak ke anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), menyindir perilaku anggota KPU yang kerap ribut rebutan kursi. "Ketimbang mereka rebutan kursi, saya beri kursi plastik," kata Noorjihad cengengesan. Tidak berhenti hanya dengan satu kursi, dua hari kemudian Noorjihad kembali mengirim kursi plastik dengan tujuan yang sama. Kali ini sasarannya lebih fokus, yakni Sri Bintang Pamungkas, anggota KPU asal Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI). Kenapa Bintang? Menurut Noor, Bintang punya ide brilian menggabungkan partai-partai gurem agar bisa dapat kursi. Nah, karena mereka ingin kursi, Noor yang juga Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Semarang itu mengirimi Bintang kursi plastik. Jika anggota KPU dari partai gurem masih ngotot minta kursi, Noorjihad punya kado yang lebih "nakal". Ia berencana akan me-ngirim maket gedung MPR/DPR sekalian. Logikanya, daripada ribut terus, nih sekalian sak gedung-gedungnya diambil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus