VICTOR SITOMPUL dikenal sebagai guru yang berdisiplin. Senin, pagi pekan lalu, seperti biasa, ia berangkat mengajar ke SD Negeri Pasar VII, Tembung, di pinggiran Kota Madya Medan. Tiba di mulut Gang Rumbia yang sempit, tidak jauh dari sekolah itu, enam pemuda tak dikenal mencegatnya. Tapi sarjana muda IKIP Medan yang mengajar matematika itu bersikap biasa-biasa saja. Salah seorang pemuda tersebut membentaknya. "Kamu, ya, yang namanya Victor?" Pak Guru itu tak menjawab, dan tenang saja. Pada menit berikutnya, Victor yang bertubuh kurus dan berkulit hitam itu dijambak rambutnya yang barusan dipangkas rapi di sebuah salon. Sementara anak muda yang lain memiting Victor dari belakang, dua lagi memegangi kedua tangan guru itu. Victor tak berdaya. Tiga pemuda lain muncul sembari menghunus belati. Lalu, dengan enaknya mencukur rambut Pak Guru. "Kau yang menggunduli adik-adik kami. Sekarang rasakan sendiri bagaimana digunduli," ujar salah seorang, mengejek. Disusul ancaman. "Kalau ingin hidup, jangan coba-coba mengadu." Daripada ditikam, Victor, yang berusia 31 tahun yang ingat pada lima anaknya itu, terpaksa diam. Setelah itu, mereka ngacir ke segala penjuru. Victor mengadu pada kepala sekolahnya Ibu Maur boru Lubis. Lalu diadakan rapat. Putusannya: Ibu Maur dan Victor menemui Mariman. Tapi kepala lorong Pasar VII Desa Tembung itu sedang tak di tempat. Mereka kemudian menemui Komandan Koramil Letda H. Sitompul. Malang. Pengaduan Victor kurang diperhatikan. Terpaksalah masalah penggundulan ini dilaporkan ke Laksusda Sumatera Bagian Utara, di Medan. Seperti perkara subversi laiknya. Baru setelah itu, Koramil menanganinya. Victor mengaku telah menggunting rambut 30 murid kelas I-VI. "Yang paling banyak anak-anak kelas II dan IV. Saya gunting rambut di atas telinga, di ubun-ubun dan bagian belakang kepala mereka. Agar tak gondrong, tapi kelihatan lebih rapi," katanya. Ia berbuat begitu karena ada dasarnya, yaitu SK Kakanwil P dan K setempat. Ganjilnya, tak seorang pun tahu siapa yang menggunduli kepala Pak Guru. Kendati begitu, ada yang dicurigai. Menurut Ibu Maur boru Lubis, akhir Maret lalu, ia pernah didatangi dua orang ibu. Mereka marah-marah, karena anak mereka, Andrianto dan Winarto (keduanya kelas II), rambutnya diguntingi. Tapi, anehnya, baik Andrianto maupun Winarto tak keberatan rambutnya digunting. "Lebih enak begini," kata Andri tertawa-tawa. Kini, Victor masih ngambek. "Sebelum pelakunya tertangkap dan keselamatan jiwa saya aman, saya tak mau mengajar," katanya pada Amir S. Torong dari TEMPO. Ia merasa kehilangan tondi alias semangat. Sampai keluarganya menyelenggarakan upah-upah atau selamatan, untuk memanggil kembali itu tondi ...... Budiman S. Hartoyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini