Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gunung Kelud, yang berada di wilayah Kediri dan Blitar, Jawa Timur, naik status dari Waspada menjadi Siaga sejak Senin lalu. Tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Bandung menaikkan status gunung berketinggian 1.731 meter di atas permukaan laut itu setelah terjadi peningkatan aktivitas gempa vulkanik.
Umar Rosyadi, Ketua Tim Pusat Vulkanologi yang juga Ketua Tim Tanggap Darurat Gunung Kelud, mengatakan, peningkatan aktivitas gempa terjadi sejak Jumat pekan lalu. Berdasarkan data di Pos Pemantauan Gunung Api di Dusun Margomulyo, Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, sejak 16 hingga 29 September terjadi 54 kali gempa vulkanik.
Perubahan penting lainnya, kata Umar, gempa vulkanik yang bisa diidentifikasi semakin menuju permukaan, tak lagi di kedalaman. Amplitudo getaran juga bertambah mencapai 2,5 mm. Selain itu, juga terjadi peningkatan konsentrasi zat kimia sejak bulan lalu.
Dengan peningkatan status ini, sebanyak 269.834 jiwa warga Kediri dan Blitar bersiap-siap mengungsi. Di Kabupaten Kediri, yang terancam 18.204 jiwa, di Blitar mencapai 251.630 jiwa. Sekretaris Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Kabupaten Blitar, Palal Ali Santoso, mengatakan, daerahnya merupakan kawasan yang akan paling parah terkena letusan. ”Karena aliran lahar cenderung menuju Blitar,” kata dia.
Gugatan Banjir Ditolak
PENGADILAN Negeri Jakarta Pusat menolak seluruh gugatan class action Jaringan Rakyat Korban Banjir Jakarta, Senin lalu. Majelis hakim berpendapat, isi gugatan dan status penggugat tidak jelas. Menurut Moefri, ketua majelis hakim, ia tidak melihat adanya unsur hubungan langsung antara penggugat dan tergugat.
Pihak tergugat, yaitu Pemerintah DKI Jakarta, dinilai sudah berusaha menangani banjir dengan benar, sehingga hak penggugat sebagai warga kota dinilai tidak dilanggar oleh penggugat. Selain itu, gugatan seharusnya ditujukan kepada Pemerintah Provinsi Banten dan Jawa Barat.
Keputusan ini mengecewakan para penggugat. Effendy, wakil dari korban banjir, yang ikut hadir di persidangan, menilai kerugian warga akibat banjir jelas dan nyata. Pemerintah DKI Jakarta dinilai lalai mengatasi bencana rutin itu. Dia menilai keputusan hakim menunjukkan pengadilan memang bukan tempat untuk mencari keadilan bagi rakyat kecil.
Sidang Anak Buah Abu Dujana
ENAM anak buah Abu Dujana, salah satu tersangka teroris di Indonesia, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam sidang yang digelar Senin lalu itu, pengadilan membaginya dalam empat persidangan terpisah. Mereka didakwa memberi bantuan kepada kegiatan terorisme kelompok Abu Dujana.
Terdakwa kasus ini masing-masing Maulana Yusuf Wibisono alias Kholis alias Abdullah, Suparjo alias Sarwo Edi Nugroho alias Said alias Sulaim, dan Ahmad Syahrul Uman alias Faisol alias Doni alias Irul. Masing-masing satu berkas. Berkas keempat kasus ini untuk tiga terdakwa, yaitu Mahfudz Qomari alias Sutarjo alias Ayyasi alias Abi Isa, Sikas alias Karim alias Abi Salma, dan Amir Ahmadi alias Abu Jundy alias Ahmad alias Ghozy.
Jaksa mendakwa mereka memberi bantuan kepada kegiatan terorisme. Bentuk bantuannya bermacam-macam, antara lain meminjamkan uang, menyembunyikan tersangka, menyembunyikan informasi, dan memasukkan barang-barang yang digunakan untuk terorisme seperti senjata api dan bahan peledak. Mereka diancam pidana penjara maksimal 20 tahun penjara atau hukuman mati.
Partai GAM Ditolak
KANTOR Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Nanggroe Aceh Darussalam menolak pendaftar-an dan verifikasi Partai Gerakan Aceh Merdeka. Pendirian partai dengan nama yang identik dengan eks gerakan separatis di provinsi itu dinilai bertentangan dengan semangat nota kesepahaman yang telah ditandatangani pemerintah Indonesia dan perwakilan GAM di Helsinki.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata mengatakan, penolakan ini menjadi kebijakan dari departemen yang dipimpinnya terkait pendaftaran partai-partai lokal di Bumi Rencong. Ia menyampaikan hal itu dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR pada Senin lalu, terkait klarifikasi yang diminta anggota komisi itu soal ketegasan sikap pemerintah.
Andi menjelaskan, pendirian partai ini bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Partai ini juga dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dikhawatirkan pendirian partai ini malah akan berefek negatif terhadap integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo