Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Terbelit Turbin Bekas Borang

Penanganan kasus dugaan korupsi proyek Borang berlama-lama. Saatnya KPK mengambil alih.

8 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SILANG pendapat antara kepolisian dan kejaksaan dalam penanganan dugaan korupsi pengadaan turbin pembangkit listrik tenaga gas Borang, Sumatera Selatan, harus segera diakhiri. Selain menimbulkan ketidakpastian hukum, polemik berkepanjangan dua pucuk pimpinan lembaga itu mengesankan lemahnya koordinasi aparat dalam membabat korupsi.

Urusan ini sesungguhnya sederhana. Perusahaan Listrik Negara membeli dua unit turbin truck mounted 2500 sekitar tiga tahun lalu. Alasannya jelas, ada kebutuhan tambahan listrik menjelang Pemilu 2004 dan Pekan Olahraga Nasional XVI di Palembang. Masalah muncul ketika pemenang tender, PT Guna Cipta Mandiri milik Johanes Kennedy Aritonang, memasok turbin General Electric yang ternyata barang bekas. Akibatnya, harga pembelian dikorting dari US$ 29,6 juta menjadi US$ 27,1 juta. Itu pun, menurut draf laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), masih kemahalan Rp 122 miliar.

Patut disesalkan, turbin baru beroperasi setelah kedua perhelatan akbar itu usai. Mencium adanya ketidakberesan, polisi langsung menggelar penyidikan. Johanes bersama tiga petinggi PLN: Eddie Widiono (Direktur Utama), Ali Herman Ibrahim (Direktur Pembangkitan), dan Agus Darmadi (Deputi Direktur Pembangkitan), pada awal 2006 ditetapkan sebagai tersangka, bahkan sempat masuk bui. Mereka bebas setelah masa penahanannya habis.

Di sini perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan Kapolri mencuat dan, sayangnya, tak bisa dikompromikan. Berkas perkara yang disusun polisi berkali-kali ditolak kejaksaan. Jaksa Agung bilang bahwa bukti belum cukup kuat untuk mendukung dakwaan korupsi, sehingga sulit dilimpahkan ke pengadilan. Apalagi audit final BPK menyatakan tidak ditemukan unsur kerugian negara. Sedangkan Kapolri yakin, semua unsur pidana korupsi—melanggar hukum, merugikan negara, dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain—sudah terpenuhi. Hasil audit investigatif Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pun menyebutkan adanya kerugian negara sedikitnya Rp 24 miliar. Tapi kejaksaan lagi-lagi menampiknya, dengan alasan perhitungan BPKP cuma bersifat asumsi.

Sikap kukuh kejaksaan sungguh mengherankan. Sebab, Ketua BPK Anwar Nasution sudah menjelaskan bahwa lembaganya hanya melakukan audit umum. Audit keuangan seperti ini sebatas menilai kewajaran penyajian laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi. Sedangkan BPKP menerapkan audit investigatif yang menelusuri semua proses tender dan lazim digunakan sebagai dasar penyidikan.

Dari audit BPKP inilah ditemukan sejumlah kejanggalan. Indikasi kolusi salah satunya. Bagaimana mungkin Johanes sudah bisa mengajukan kredit ke Bank Mandiri sepuluh hari sebelum proyek pengadaan turbin disetujui rapat direksi PLN? Surat Ali Herman kepada Johanes soal penunjukan GCM pun dikeluarkan sepuluh hari sebelum pengumuman pemenang tender (lihat Curang di Tender Borang). Bisa diduga sudah ada ”kesepakatan” di antara pihak yang bermain di luar ajang tender.

Agar tak bertele-tele, ada baiknya Komisi Pemberantasan Korupsi, yang sudah melakukan koordinasi gelar perkara, segera mengambil alih kasus ini. Apalagi Jaksa Agung sudah memberikan sinyal akan mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan perkara.

Sesuai dengan pasal 9 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, pengambilalihan dimungkinkan jika penanganan kasus korupsi berlarut-larut dan tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Di tangan KPK, yang semestinya bebas dari kepentingan pihak mana pun, ada harapan kasus ini lebih gamblang diuraikan. Kalau tak ada api, masakan ada asap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus